Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Trump Eskalasi Perang Dagang, Harga Emas Kembali Dekati US$3.100

Trump Eskalasi Perang Dagang, Harga Emas Kembali Dekati US$3.100 Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Logam mulia kompak naik menyusul harga emas yang meroket tajam dalam perdagangan di Rabu (9/4). Pasar logam kembali banjir permintaan menyusul eskalasi ketegangan dagang dari China dan Amerika Serikat (AS).

Dilansir dari Reuters, Kamis (10/4), berikut ini adalah catatan pergerakan harga sejumlah komoditas utama dari logam mulia global. Semua komoditas terkait kompak membukukan kenaikan yang signifikan:

  • Emas spot: Naik 2,6% keUS$3.059,76 per ounce.
  • Emas berjangka AS: Naik 3% di US$3.079,40 per ounce.
  • Perak: Menguat 3,1% menjadi US$30,80 per ounce.
  • Palladium: Naik 1,9% menjadi US$923,75 per ounce. 
  • Platina: Melemah 1,2% ke US$931,87 per ounce.

Harga emas melonjak tajam didorong oleh meningkatnya permintaan safe-haven akibat pengumuman terbaru dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Trump baru-baru ini  secara sepihak menaikkan tarif atas barang-barang China menjadi 125%. Meski demikian, ia mengumumkan jeda 90 hari terhadap tarif balasan untuk negara-negara lain.

"Emas terus dipandang sebagai lindung nilai terhadap ketidakstabilan. Saat ini kita melihat tarif sebagai masalah besar, dan ekspektasi inflasi meningkat, yang tercermin dari naiknya imbal hasil obligasi," kata Kepala Strategi Komoditas TD Securities, Bart Melek.

Ketegangan geopolitik dan kekhawatiran inflasi mendorong investor keluar dari pasar saham dan komoditas industri untuk masuk ke aset yang lebih aman seperti emas.

Adapun Federal Reserve (The Fed) diperkirakan akan memangkas suku bunga pada bulan Juni. Emas cenderung unggul di lingkungan suku bunga rendah mengingat ia tak memberikan imbal hasil.

Pejabat The Fed dalam pertemuan bulan lalu menyatakan hampir bulat bahwa ekonomi tengah menghadapi risiko dari inflasi yang lebih tinggi bersamaan dengan perlambatan pertumbuhan, dengan beberapa di antaranya memperingatkan potensi “trade-off” yang sulit ke depan.

Baca Juga: Petani Sawit Minta Pajak Ekspor Dihapus Usai Trump Naikkan Tarif Impor

Investor kini menanti data Consumer Price Index (CPI) AS yang akan dirilis pada 10 April. Hal tersebut akan menjadi indikator penting untuk arah kebijakan moneter berikutnya dari The Fed.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: