Harga Emas Dunia Berpotensi Tembus USD 3.310, Dipicu Melemahnya Dolar AS dan Ketidakpastian Global

Harga emas dunia kembali menguat dan pada Rabu (16/4/2025) pukul 12.03 WIB tercatat berada di kisaran USD 3.285 per troy ounce. Pengamat pasar modal sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, memperkirakan harga emas masih akan melanjutkan tren kenaikan hingga menyentuh level USD 3.310 dalam waktu dekat.
"Secara teknikal mengindikasikan secara daily, ya weekly, ada kemungkinan besar harga emas dunia ini dalam minggu ini atau minggu depan ini akan menyentuh level 3.310. Jadi saya katakan menyentuh di level 3.300," kata Ibrahim dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (16/4/2025).
Baca Juga: Melonjak Rp20 Ribu, Harga Emas Antam Hari Ini Terbang ke Level Rp1.916.000 per Gram
Lebih lanjut, Ibrahim juga menyoroti tren harga logam mulia di dalam negeri yang turut terdorong naik akibat kombinasi dua faktor utama, yakni pelemahan nilai tukar rupiah dan kenaikan harga emas global.
Ia menjelaskan bahwa perhitungan harga logam mulia di dalam negeri didasarkan pada konversi harga emas dunia dari satuan troy ounce ke gram, dengan pembagi 31,1. Nilai tersebut kemudian dikalikan dengan kurs rupiah terhadap dolar AS dan ditambah komponen ongkos cetak serta sertifikat sekitar Rp100.000 per gram. Formula ini membuat harga emas di Indonesia sangat sensitif terhadap fluktuasi nilai tukar dan pergerakan harga emas dunia.
Di sisi lain, indeks dolar AS tercatat berada di level 99,653 dan diperkirakan akan terus melemah menuju level 97. Ibrahim menyebut, pelemahan ini terjadi seiring dengan rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) yang menurun dari 3 persen menjadi 2,5 persen, sesuai dengan ekspektasi pasar.
Baca Juga: Ditopang Ulah Trump, Harga Emas dalam Tren Bullish
Penurunan inflasi ini memicu spekulasi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan menurunkan suku bunga sebanyak tiga kali atau lebih sepanjang tahun ini, bahkan berpotensi menurunkan suku bunga lebih dari 1 persen secara akumulatif.
Ibrahim juga menyoroti ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Salah satu bentuk perlawanan Tiongkok, menurutnya, adalah dengan menahan impor produk-produk asal AS, termasuk pesawat buatan Boeing, yang berdampak signifikan terhadap saham-saham teknologi.
“Kemudian yang kedua saya melihat bahwa perang dagang antara Amerika dan Tiongkok itu cukup luar biasa ya. Sampai saat ini, Tiongkok pun juga terus melakukan perlawanan, ya, terutama adalah menahan ya untuk barang-barang impor dari Amerika, terutama adalah pesawat Boeing, yang kita tahu bahwa itu cukup luar biasa. Kemudian berpengaruh terhadap saham-saham teknologi, ya,” urainya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cita Auliana
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement