Jawa Barat Larang Gadget di Sekolah, Meutya Hafid Puji Langkah Dedi Mulyadi

Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Hafid memuji langkah Provinsi Jawa Barat yang menjadi pelopor dalam pelarangan penggunaan gadget di lingkungan sekolah. Pujian itu disampaikannya dalam kegiatan sosialisasi Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perlindungan Anak di Ruang Digital yang digelar di SMAN 2 Purwakarta, Rabu (14/5).
Meutya menyampaikan apresiasi kepada Penjabat Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang dinilainya responsif dan berkomitmen dalam menerapkan kebijakan pembatasan penggunaan gawai oleh pelajar.
"Sudah dilakukan (pembatasan penggunaan gawai di lingkungan sekolah) oleh Jawa Barat paling pertama. Tepuk tangan dulu kita ke Jawa Barat," ujar Meutya di hadapan ratusan siswa dan guru SMAN 2 Purwakarta, dikutip dari di Instagram @duniameutya.
Baca Juga: Demi Perlindungan Data, Meutya Hafid Bekukan Sementara Worldcoin
Ia menegaskan bahwa keberhasilan implementasi regulasi digital tidak hanya bergantung pada pemerintah pusat, melainkan juga memerlukan dukungan kuat dari pemerintah daerah.
"Saya menyambut baik Kang Dedi mau berbicara, berdiskusi dengan kami (Komdigi) tentang ini. Karena sekali lagi, ujung tombaknya keberhasilan aturan ini ada di juga para Kepala Daerah," tambah Meutya Hafid.
Komdigi, kata Meutya, juga telah memanggil para penyedia platform digital seperti TikTok untuk bertanggung jawab dalam membatasi akses berdasarkan usia serta mencegah praktik profiling terhadap data anak. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP TUNAS), platform digital diwajibkan memberikan edukasi rutin kepada anak, orang tua, dan guru.
Meutya menjelaskan, anak di bawah usia 13 tahun hanya boleh mengakses platform berisiko rendah yang khusus dirancang untuk anak, dan itu pun harus disertai persetujuan orang tua atau wali. Sementara itu, anak berusia 13 hingga 17 tahun harus tetap mendapatkan pendampingan saat mengakses platform digital, terutama yang memiliki risiko tinggi.
Ia menekankan pentingnya kolaborasi antarpemangku kepentingan untuk menjamin implementasi aturan tersebut.
"Aturan sebaik-baiknya aturan adalah aturan yang bisa diimplementasikan," tegas Meutya Hafid.
Dalam paparannya, Meutya juga menyampaikan keprihatinannya terhadap meningkatnya kasus kekerasan dan kecanduan digital di kalangan pelajar. Salah satu kasus terjadi di Purwakarta, di mana seorang anak terlibat kekerasan terhadap keluarganya sendiri.
Baca Juga: Kasus Deepfake di Indonesia Makin Merajalela, Ini Tindakan Komdigi
Ia mengungkapkan, dengan lebih dari 212 juta pengguna internet, Indonesia menjadi pasar besar bagi platform digital. Sekitar 80 persen pengguna internet di Indonesia adalah anak-anak di bawah usia 18 tahun yang rata-rata menghabiskan lebih dari delapan jam per hari di dunia maya.
Namun demikian, Meutya menegaskan bahwa permasalahan ini tidak bisa hanya menyalahkan digitalisasi.
"Bahwa kita jangan nyalahkan digitalisasinya, karena digitalisasi akan terjadi. Suka, tidak suka, digitalisasi akan masuk ke semua negara. Jadi enggak ada satu negara yang bisa bilang kita stop digital," tutur Meutya.
"Jadi kitanya yang harus bisa bijak. Kalau digitalisasinya harus kita sambut dan malah syukur kita pelajari, karena kita juga tidak boleh ketinggalan. Tadi Pak Gubernur Dedy Mulyadi sampaikan tidak boleh jadi objek saja, kita juga harus belajar menjadi pengendali," tambahnya.
Baca Juga: KemenHAM Jabar Dukung Program Pendidikan Karakter ala Dedi Mulyadi
Baca Juga: Semua Pihak Harus Kawal Kebijakan Kirim Siswa ke Barak Militer
Pemerintah pusat bersama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) juga akan melengkapi sekolah-sekolah dengan teknologi pembelajaran digital. Namun, penggunaannya tetap harus disertai pengawasan dan kebijakan yang bijak.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ida Umy Rasyidah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement