API Dorong Model Bisnis Baru untuk Akselerasi Pengembangan Panas Bumi di Indonesia

Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) mendorong perlunya pergeseran paradigma dan model bisnis baru yang lebih progresif dan berbasis nilai tambah dalam pengembangan energi panas bumi nasional. Hal ini dilakukan dengan menggelar 14th Institut Teknologi Bandung (ITB) International Geothermal Workshop (IIGW) 2025.
Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia, Julfi Hadi menyoroti bahwa secara nasional, negara baru memanfaatkan sekitar dua belas persen dari total potensi panas bumi yang dimilikinya, meski memiliki cadangan terbesar di dunia.
Baca Juga: Siap Tajak Panas Bumi Bonjol Sumbar, Medco Inginkan Return Panas Bumi Lebih Kompetitif
“Kita membutuhkan terobosan: teknologi baru, efisiensi biaya, model bisnis terintegrasi, dan diversifikasi pendapatan. Potensi panas bumi sangat besar untuk mendukung industrialisasi hijau dan kesejahteraan masyarakat lokal,” ujarnya dalam sebuah paparan bertajuk “Triggering Indonesia’s Geothermal Boom: Creating Value Through Updated Technology, Cost Optimization & New Revenue Stream Business”, dilansir Rabu (2/7).
Julfi menyebutkan bahwa pengembangan panas bumi selaras dengan visi dari Asta Cita Prabowo. Hal itu karena termasuk target swasembada energi dan transisi energi berkelanjutan.
API sendiri menargetkan kapasitas terpasang Indonesia mencapai 3,8 GW pada 2029. Hal itu melampaui target pemerintah sebesar 3,6 GW, serta 7,8 GW pada 2034.
Namun, industri panas bumi masih menghadapi tantangan utama seperti tingginya risiko eksplorasi, besarnya capex, serta perlunya penguatan infrastruktur jaringan transmisi.
Julfi menekankan masalah itu bisa diatasi dengan penerapan pengembangan bertahap (staged development), pemanfaatan modular power plant, co-generation, dan electrical submersible pumps, serta dukungan insentif fiskal dan non-fiskal.
API saat ini tengah bekerja sama dengan pemerintah dalam menyusun skema insentif dan tarif yang lebih efektif untuk menarik investasi. Selain itu, ia menekankan pentingnya pembangunan jaringan transmisi jarak jauh (supergrid) untuk memaksimalkan distribusi energi panas bumi ke wilayah pengguna.
“Jika supergrid terwujud, bukan tidak mungkin bahwa panas bumi bisa menjadi tulang punggung ketahanan energi nasional,” ungkap Julfi.
Baca Juga: PGEO Gaet PDSI untuk Pengadaan Jasa Mud Logging Unit, Nilai Kontrak Tembus Rp24,3 Miliar
Julfi menegaskan bahwa percepatan pengembangan panas bumi membutuhkan sinergi lintas sektor, melibatkan regulator, pengembang, investor, akademisi, media, dan masyarakat untuk menjadikan panas bumi sebagai pilar transisi energi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement