Rencana Tarif Trump dan Sinyal Pemangkasan Suku Bunga BI Warnai Pergerakan Rupiah

Indeks dolar Amerika Serikat (AS) menguat pada akhir pekan ini, didorong oleh meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap kebijakan tarif proteksionis yang diumumkan mantan Presiden Donald Trump. Sementara itu, rupiah ditutup menguat tipis di level Rp16.185 per dolar AS, setelah sempat melemah ke Rp16.225 per dolar AS pada sesi perdagangan Jumat (4/7/2025).
Pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, mengatakan bahwa pasar global diliputi keresahan setelah Trump mengonfirmasi rencana pengenaan tarif impor antara 20% hingga 50% terhadap sejumlah negara mitra dagang utama, yang disebutnya sebagai “hari pembebasan tarif”. Kebijakan ini dijadwalkan mulai berlaku pada 9 Juli mendatang.
“Retorika Trump yang awalnya menjanjikan 90 kesepakatan perdagangan dalam 90 hari, kini berubah drastis dengan pendekatan proteksionis yang berisiko mengguncang arus perdagangan global,” ujar Ibrahim dalam keterangannya, Jumat (4/7/2025).
Baca Juga: Dolar Naik, Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga Tertunda
Hingga saat ini, AS baru menandatangani kesepakatan dagang dengan Inggris, Vietnam, dan satu kerangka kerja awal dengan Tiongkok. Ketidakpastian global semakin meningkat seiring dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) pemotongan pajak besar-besaran oleh Kongres AS. RUU tersebut memuat peningkatan belanja keamanan perbatasan serta pemangkasan anggaran jaring pengaman sosial, yang diperkirakan menambah utang nasional AS sebesar US$3,4 triliun dari posisi saat ini US$36,2 triliun, menurut Kantor Anggaran Kongres (CBO).
Sementara itu, dari kawasan Asia, Tiongkok menyatakan tengah mengevaluasi lisensi ekspor industri tanah jarang domestik. Langkah ini dinilai sebagai respons atas pencabutan kontrol ekspor semikonduktor oleh pemerintah AS, sekaligus menjadi sinyal potensi meredanya tensi dagang antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia memberikan sinyal pelonggaran lanjutan terhadap suku bunga acuan BI-Rate yang saat ini berada di level 5,50% usai dua kali pemangkasan sebesar 25 basis poin pada Januari dan Mei 2025. Kebijakan ini sejalan dengan proyeksi inflasi yang terjaga dan upaya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Baca Juga: Jerome Powell Hati-Hati, Rupiah Kena Getahnya
Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, BI melakukan intervensi aktif di pasar spot, non-deliverable forward (NDF), dan domestic non-deliverable forward (DNDF). Hingga 26 Juni 2025, bank sentral telah membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder senilai Rp132,9 triliun.
Di sisi likuiditas, insentif melalui instrumen kredit likuiditas makroprudensial (KLM) meningkat dari Rp293 triliun menjadi Rp371 triliun dalam enam bulan terakhir. BI juga melanjutkan pelonggaran kebijakan makroprudensial, termasuk pengurangan rasio pendanaan luar negeri dan penyesuaian rasio penyangga likuiditas.
BI turut mendorong perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit sebagai bagian dari strategi memperkuat pemulihan ekonomi nasional.
Ibrahim memperkirakan rupiah akan bergerak fluktuatif pada awal pekan depan, dengan kecenderungan melemah di kisaran Rp16.140–Rp16.190 per dolar AS. “Fokus pelaku pasar pekan depan akan tertuju pada realisasi tarif AS serta respons pasar global. Di sisi domestik, pelaku pasar menantikan kejelasan arah suku bunga BI dan realisasi belanja fiskal pemerintah,” jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement