Kredit Foto: Istimewa
Perkembangan teknologi digital saat ini menjadi bagian penting dalam kehidupan anak-anak, yang tidak hanya memberikan peluang besar bagi mereka untuk memperoleh informasi, berekspresi, dan berpartisipasi aktif, tetapi juga membawa berbagai risiko.
Sehingga Pemerintah berkomitmen menghadirkan ruang digital yang aman bagi anak-anak Indonesia.
Baca Juga: Kemen Ekraf Perkuat Ekosistem Talenta Ekonomi Kreatif Berbasis Teknologi
Hal tersebut diwujudkan melalui penandatanganan Nota Kesepahaman (NK) Rencana Aksi Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak (PP TUNAS).
Penandatanganan tersebut dilakukan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi bersama Menteri Komunikasi dan Digital, Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN di Museum Penerangan TMII, Jakarta.
“Kita tidak bisa mengabaikan ancaman paparan konten berbahaya, kekerasan dan eksploitasi seksual berbasis online, serta perundungan digital yang kian meningkat. Perlindungan anak di ruang digital harus diperkuat sama seperti di dunia nyata. Oleh karena itu, penandatanganan nota kesepahaman ini menjadi langkah awal dalam memberikan ruang aman bagi anak di dunia digital,” ujar Menteri PPPA, dikutip dari siaran pers Kemen PPPA, Selasa (5/8).
Sebagai respons terhadap tantangan tersebut, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025, yang menjadi regulasi pertama di Indonesia yang secara khusus mengatur tata kelola penyelenggaraan sistem elektronik dengan perspektif pelindungan anak.
Peraturan ini mengatur kewajiban penyelenggara sistem elektronik untuk mengedepankan prinsip perlindungan anak, mulai dari tahap perancangan sistem, pengelolaan data pribadi anak, mekanisme pelaporan konten berbahaya, hingga penyediaan fitur dan layanan yang sesuai dengan usia dan kebutuhan tumbuh kembang anak.
Menteri PPPA menambahkan penandatanganan nota kesepahaman yang melibatkan enam kementerian/lembaga diharapkan menjadi fondasi kerjasama lintas sektor dalam mewujudkan implementasi peraturan tersebut secara komprehensif.
Lebih lanjut, nota kesepahaman ini bukan hanya dokumen administratif melainkan kontrak moral dan politik antara kementerian/lembaga terkait untuk melindungi anak dari risiko dunia digital.
"Implementasi PP TUNAS harus menjadi prioritas nasional. Kami sangat mengapresiasi kerja sama dan komitmen semua pihak, termasuk sektor swasta, pelaku industri digital, dan organisasi masyarakat sipil yang telah mendukung upaya ini. Perlindungan anak di ruang digital memerlukan pendekatan yang holistik dan lintas sektor. Selain regulasi, edukasi digital masif bagi anak, orang tua, dan pendidik, serta penguatan literasi digital sangat dibutuhkan. Sistem pelaporan konten berbahaya harus efektif dan ekosistem digital harus berpihak pada kepentingan terbaik anak,” ujar Menteri PPPA.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri PPPA mengajak anak-anak untuk menggunakan gadget hanya untuk hal-hal positif, serta menghidupkan kembali permainan tradisional sebagai alternatif yang sehat dan menyenangkan.
“Dua puluh tahun lagi, anak-anak kita yang akan menjadi pemimpin bangsa. Pesan bunda hanya satu, gunakan handphone hanya untuk yang positif. Kalau ingin bermain, mainlah permainan tradisional. Permainan tradisional tidak hanya menyenangkan, tetapi juga mempererat interaksi sosial, mengembangkan motorik, dan menjaga keseimbangan antara dunia digital dan kehidupan nyata anak-anak. Perlindungan anak tidak hanya soal menghindarkan mereka dari bahaya, tetapi juga menciptakan lingkungan yang mendorong tumbuh kembang anak secara sehat, aktif, dan sosial,” tutup Menteri PPPA.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Advertisement