Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

'Label Hijau Dipertanyakan': Greenpeace Kritik PT Vale soal Kebocoran Pipa Minyak

'Label Hijau Dipertanyakan': Greenpeace Kritik PT Vale soal Kebocoran Pipa Minyak Kredit Foto: Reuters/Washington Alves
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kebocoran pipa distribusi minyak milik PT Vale Indonesia Tbk di Desa Lioka, Kecamatan Towuti, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, berbuntut panjang. Insiden yang terjadi Sabtu (23/8/2025) sekitar pukul 07.30 WITA itu tidak hanya menghitamkan aliran irigasi dan sungai, tetapi juga mengancam ribuan warga yang menggantungkan hidup dari sawah dan sumber air bersih.

Greenpeace Indonesia menilai kebocoran tersebut bukan sekadar persoalan teknis, melainkan kegagalan serius dalam sistem keamanan perusahaan.

 “Sesungguhnya kami sangat prihatin dengan kebocoran pipa distribusi milik PT Vale Indonesia di Desa Lioka, Towuti, Luwu Timur. Insiden ini sejatinya bukan sekadar masalah teknis belaka melainkan menyangkut kehidupan masyarakat yang sawahnya terancam gagal panen dan sumber airnya kemungkinan tercemar” kata Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu, pada Warta Ekonomi, Rabu (27/8/2025).

Baca Juga: Vale Indonesia (INCO) Buka Suara Soal Insiden Kebocoran Pipa Minyak di Luwu Timur

Bondan menegaskan alasan perusahaan yang menyebut kebocoran terjadi akibat pergerakan tanah tidak bisa dijadikan pembenaran.

 “Sebagai perusahaan multinasional, Vale sudah seharusnya memiliki sistem keamanan dan pengawasan yang jauh lebih ketat untuk mencegah dampak lingkungan seperti ini. Ketika terjadi pencemaran, yang paling pertama dan paling berat menanggung akibatnya adalah masyarakat kecil,” tegasnya. 

Greenpeace mendesak Vale bertanggung jawab penuh, memulihkan lingkungan, memberikan kompensasi adil, membuka hasil uji kualitas air dan tanah ke publik, serta mengizinkan audit independen.

Baca Juga: Greenpeace: Potensi Pajak Sektor Lingkungan Capai Rp200 Triliun

Nada keras juga datang dari Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulawesi Selatan. Direktur Eksekutif WALHI Sulsel, Al Amin, menilai kebocoran ini tergolong pelanggaran berat dan layak diproses hukum. 

Ini adalah pencemaran lingkungan luar biasa dengan kategori pelanggaran berat dan patut diproses hukum. Pemerintah harus berani dan serius, tidak pandang bulu terhadap perusahaan melakukan pencemaran lingkungan, itu harus diberi sanksi," ujar Direktur Eksekutif WALHI Sulsel Al Amin dalam jumpa pers di Makassar, Sulsel, dilansir ANTARA, Kamis, (26/9/2025).

Dampak nyata sudah dirasakan masyarakat. Bupati Luwu Timur Irwan Bachri Syam mengungkapkan kebocoran pipa Vale mengancam 38 hektare area persawahan gagal panen. 

Kepala Dusun Molindoe, Yusperlin, menuturkan aliran sungai di desanya kini berubah warna hitam pekat dan berbau tajam.

Baca Juga: WALHI Desak Hentikan GAIA, Proyek 'Hijau' Pupuk Indonesia yang Masih Berbasis Fosil

Presiden Direktur PT Vale, Bernardus Irmanto, memastikan perusahaan menempatkan keselamatan masyarakat dan pemulihan lingkungan di atas segalanya. 

“Kami memahami betapa berat situasi ini bagi masyarakat Towuti. Doa dan dukungan semua pihak sangat berarti bagi kami. Fokus utama kami adalah menghentikan penyebaran aliran minyak, dan kami bekerja bersama pemerintah daerah serta seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan langkah penanganan berjalan dengan cepat dan tepat. Dengan semangat gotong royong, kita percaya dapat melewati situasi ini bersama,” ujarnya.

Meski Vale berjanji melakukan pemulihan, publik mempertanyakan label “hijau” yang selama ini disandang perusahaan. Greenpeace menilai predikat tersebut tidak layak jika pencemaran serius masih bisa terjadi.

“Maka jadi pertanyaan besar, masa iya perusahaan dengan label ‘hijau’ bisa lalai hingga terjadi pencemaran yang begitu serius?” pungkas Bondan.

Baca Juga: Menteri LH Soroti Investasi Lingkungan Vale di Sorowako

Insiden ini kembali menyoroti rapuhnya tata kelola pertambangan nikel di Indonesia, khususnya di tengah narasi besar transisi energi. Bagi organisasi lingkungan, peralihan menuju energi bersih tidak bisa dijadikan alasan untuk menutup mata terhadap praktik tambang yang merugikan rakyat dan merusak alam.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo

Advertisement

Bagikan Artikel: