Kredit Foto: Instagram @kemenpppa
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mengungkapkan keterlibatan anak dalam aksi massa atau demonstrasi yang berujung anarkis bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak.
Sehingga Menteri PPPA menegaskan komitmen pemerintah dalam melindungi anak-anak yang terlibat dalam aksi demonstrasi yang berlangsung di Jawa Timur.
Baca Juga: Menteri Ekraf Dorong Kesehatan Ekosistem Musik Nasional
"Anak-anak harus mendapatkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, maupun penyalahgunaan dalam kegiatan politik maupun sosial," tegasnya, dikutip dari siaran pers Kemen PPPA, Selasa (16/9).
Dalam kunjungannya ke Unit Pelaksana Teknis Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Marsudi Putra (UPT PRSMP), Menteri PPPA meninjau layanan rehabilitasi sosial bagi anak-anak yang berhadapan dengan hukum, memastikan anak-anak mendapatkan pendampingan psikososial yang memadai, serta menekankan pentingnya koordinasi antara Dinas Sosial, Dinas PPPA, Kemen PPPA, OPD terkait dan aparat Penegak hukum dalam pemenuhan hak dan Perlindungan Khusus anak.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan anak (Kemen PPPA) mencatat keterlibatan anak dalam aksi demonstrasi di sejumlah daerah Jawa Timur menunjukkan variasi kondisi. Berdasarkan koordinasi dengan aparat dan UPTD PPA, sebanyak 11 anak diamankan di Polda Jatim dengan status Anak berkonflik dengan Hukum (AKH).
Selain itu, terdapat anak-anak lain yang sempat diamankan di Kabupaten Blitar (12 anak), Kabupaten Kediri (8 anak), Kota Sidoarjo (3 anak), Kota Malang (21 anak), Kabupaten Gresik (5 anak), dan Surabaya (26 anak). Beberapa telah kembali ke keluarga, sementara sebagian lainnya masih menjalani proses hukum.
Berdasarkan asesmen awal di Polda Jawa Timur , dari 11 anak yang diamankan, Delapan anak memerlukan pendampingan lanjutan karena mengalami masalah psikologis, sementara tiga anak tidak ditemukan indikasi permasalahan Psikologis.
Analisis psikologis menyebutkan, anak pada rentang usia 14–17 tahun berada pada fase remaja awal yang secara kognitif mampu berpikir kritis, tetapi belum stabil secara emosional sehingga mudah dipengaruhi lingkungan.
Oleh karena itu, pendampingan psikososial menjadi sangat penting untuk membantu anak mengendalikan emosi, mengelola perilaku, dan membuat keputusan yang lebih bijak di masa depan.
Dari sisi hukum, delapan anak dikenakan pasal 187 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 12 tahun, dua anak dikenakan pasal 170 KUHP, dan satu anak dikenakan pasal 363 dan/atau 480 KUHP.
Sesuai UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), proses hukum wajib mengutamakan keadilan restoratif. Diversi dapat diupayakan terutama bagi anak yang ancaman pidananya di bawah tujuh tahun.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Advertisement