Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Biaya Medis Melonjak, Klaim Asuransi Kesehatan Tembus 139,5%

Biaya Medis Melonjak, Klaim Asuransi Kesehatan Tembus 139,5% Kredit Foto: Azka Elfriza
Warta Ekonomi, Jakarta -

Edy Setiadi, Direktur LPPI, menyoroti bahwa industri asuransi kesehatan di Indonesia menghadapi tekanan besar akibat lonjakan biaya medis yang diperkirakan menembus 16,2% di tahun 2025. Kondisi ini mendorong peningkatan klaim hingga melampaui premi yang diterima perusahaan asuransi.

Dalam seminar virtual Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) yang bertajuk Penguatan Ekosistem Asuransi Kesehatan Indonesia, Edy menegaskan bahwa inflasi biaya medis berdampak langsung terhadap tingginya klaim. 

“Berdasarkan data, rasio klaim sempat naik drastis hingga 139,5% pada September 2024. Hal ini menunjukkan klaim yang dibayarkan jauh lebih besar dibandingkan premi yang diterima,” ujar Edydalam Virtual Seminar LPPI, Penguatan Ekosistem Asuransi Kesehatan Indonesia pada Jumat (26/9/2025).

Baca Juga: Klaim Meningkat, Premi Asuransi Kesehatan Naik Tajam 43%

Adanya kondisi tersebut membuat industri asuransi menghadapi risiko likuiditas. Berdasarkan data Mercer, diperkirakan inflasi biaya medis di Indonesia pada 2025 dapat mencapai 19%, sementara Indonesia Financial Group (IFG) memperkirakan kenaikan 16–17%.

Sementara itu, tingkat penetrasi asuransi nasional masih rendah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat per Februari 2025, angka penetrasi baru mencapai 2,72%, turun dibanding 2,84% pada akhir 2024.

Dengan posisi ini, Indonesia jauh tertinggal dari negara ASEAN lain seperti Malaysia (3,8%), Thailand (4,6%), dan Singapura (12,5%).

OJK merespons tekanan industri dengan menerbitkan kebijakan sistem co-payment melalui Surat Edaran OJK 7/2025. Yang mana, mekanisme ini mewajibkan peserta asuransi menanggung minimal 10% dari biaya perawatan guna membagi risiko lebih adil. 

“Sejumlah perusahaan asuransi bahkan sudah mulai menerapkannya,” kata Edy.

Baca Juga: OJK Bawa Kabar Baru Terkait Aturan Produk Asuransi, Ini Isinya!

Di sisi lain, kondisi ekonomi nasional juga turut memengaruhi daya beli masyarakat terhadap produk asuransi.

Tingginya Angka pengangguran dan pemutusan hubungan kerja (PHK) masih kian melejit, sementara pertumbuhan ekonomi kuartal I 2025 hanya 5%.

Akibatnya, masyarakat lebih banyak mengalokasikan belanja untuk kebutuhan pokok dibanding membeli polis asuransi yang dianggap sebagai kebutuhan sekunder.

Penundaan implementasi penuh kebijakan co-payment saat ini disebut sebagai momentum bagi regulator, pelaku industri, dan penyedia layanan kesehatan untuk memperkuat regulasi, tata kelola, serta sistem data yang terintegrasi sebelum diterapkan secara luas.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Azka Elfriza
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: