WE Online, Jakarta - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Pemantau Peradilan (KPP) mengingatkan berbagai pihak guna mewaspadai skenario pelemahan Komisi Yudisial yang perannya vital dalam cabang yudisial di Indonesia.
Siaran pers KPP yang diterima di Jakarta, Senin (13/7/2015), menyebutkan Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Bidang non Yudisial Suwardi secara terang-terangan meminta Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk menghapus keberadaan Komisi Yudisial (KY) dari Pasal 24B UUD 1945.
Menurut KPP, pernyataan Wakil Ketua MA tersebut patut diduga merupakan salah satu rentetan upaya pelemahan terhadap Komisi Yudisial. Tercatat hingga hari ini ada empat upaya besar yang dapat dikategorikan sebagai upaya pelemahan.
Pertama, pelemahan Komisi Yudisial melalui "judicial review" atau uji materi UU KY. Tahun 2006, Mahkamah Konstitusi membatalkan kewenangan KY dalam melakukan pengawasan terhadap hakim MK. Pada 2012, Mahkamah Agung membatalkan delapan poin dalam Surat Keputusan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Yang paling mutakhir, pada 2015 IKAHI mengajukan uji materi UU KY ke MK terkait keterlibatan KY dalam Seleksi Pengangkatan Hakim. Padahal keterlibatan KY dalam seleksi pengangkatan hakim merupakan upaya menjaga integritas dan profesionalitas calon hakim demi peradilan bersih dan bermartabat.
Kedua, pelemahan Komisi Yudisial melalui kriminalisasi Komisioner. Beberapa hari yang lalu dua komisioner KY, Suparman Marzuki dan Taufiqurahman Syahuri, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencemaran nama baik Hakim Sarpin Rizaldi.
Ketiga, sejumlah rekomendasi Komisi Yudisial tidak ditindaklanjuti. Tak jarang rekomendasi KY atas pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik tak ditindaklanjuti oleh Mahkamah Agung. Keempat, Hakim menolak diperiksa Komisi Yudisial. Hakim praperadilan Budi Gunawan, Hakim pemeriksa perkara Antasari Azhar, Kasus eksekusi gedung arthaloka, menolak diperiksa oleh Komisi Yudisial.
Padahal, lahirnya KY dinilai merupakan amanat reformasi dalam hal reformasi peradilan. Reformasi tersebut salah satunya memberikan MA sebagai pucuk peradilan kewenangan yang luas untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri. Luasnya kewenangan MA tersebut haruslah diawasi sehingga diperlukan suatu lembaga pengawas eksternal agar proses reformasi peradilan berjalan optimal.
Karena itu, konstitusi kita memberikan amanat tersebut kepada KY, yang dibentuk sebagai penyeimbang MA di dalam kekuasaan kehakiman. KPP terdiri antara lain atas MaPPI-FHUI, Indonesia Corruption Watch, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, ELSAM, Institute for Criminal Justice Reform, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum, Indonesia Legal Roundtable, dan LeIP. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Achmad Fauzi
Tag Terkait:
Advertisement