WE Online, Jakarta - Memiliki profesi dengan penghasilan besar menjadi dambaan setiap orang. Banyak faktor yang membuat profesi-profesi tertentu layak dibayar mahal. Profesi-profesi apa saja yang menjadi buruan orang dan bernilai tinggi?
Agen asuransi jiwa menjadi ujung tombak mayoritas perusahaan asuransi. Meski banyak jalur distribusi produk-produk asuransi jiwa, agen tetap menjadi jalur utama untuk menjangkau para nasabah baik lama maupun baru. Agen asuransi tumbuh seiring industri asuransi jiwa yang terus tumbuh dari tahun ke tahun. Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menunjukkan jumlah agen asuransi jiwa berlisensi mencapai 447.383 agen hingga Oktober 2015. Apabila dibandingkan dengan jumlah agen pada 2012 yang mencapai 324.701 agen, menandakan profesi ini makin menarik dan dibutuhkan.
Pejabat Sementara (Pjs) Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu mengatakan profesi agen memiliki prospek yang sangat cerah ke depan. Profesi ini dapat dirintis menjadi karir profesional dan mampu menghasilkan pendapatan yang signifikan bagi orang-orang yang menekuni profesi ini dengan serius. Togar mengungkapkan profesi agen makin diperlukan karena permintaan masyarakat yang makin sadar dengan literasi keuangan dan membutuhkan seorang profesional yang mampu berfungsi sebagai konselor dalam melakukan perencanaan keuangan masa depan mereka.
Industri asuransi jiwa juga sudah memiliki sistem yang terintegrasi sehingga memungkinkan para agen mengetahui jenjang karirnya secara jelas serta memiliki kebebasan untuk menentukan sendiri percepatan jenjang karir dan pendapatannya. Profesi ini sangat menarik bagi para generasi muda dan siapa pun yang memiliki semangat kewirausahaan tinggi dalam kurun waktu yang terukur dengan jelas.
Profesi ini juga mengharuskan para agen memiliki sertifikasi/lisensi resmi yang diterbitkan oleh AAJI. Artinya, tidak sembarangan untuk menjadi agen asuransi. Sejumlah pelatihan harus dilalui untuk memperoleh sertifikasi. Para calon agen harus mengikuti pelatihan seputar asuransi (prinsip, mekanisme, manfaat, dan sebagainya) untuk mendapatkan kode keagenan dan akhirnya bisa mengikuti ujian resmi dari AAJI. Setelah mendapatkan kartu resmi sebagai agen dari AAJI, agen tersebut baru diperbolehkan jualan asuransi sesuai dengan perusahaan asuransi yang dipilihnya. Tak hanya itu, pelatihan lanjutan juga diharuskan untuk meningkatkan kapasitas para agen asuransi jiwa tersebut. Program pengembangan yang disebut Continuing Professional Development (CPD) itu wajib dilalui seluruh agen asuransi jiwa di Indonesia. Layaknya ujian-ujian lainnya, apabila tidak lulus maka diberi kesempatan untuk mendaftar kembali dan mengikuti pelatihan.
Peran agen sangat penting bagi perusahaan asuransi jiwa. Ia termasuk faktor yang membuahkan nasabah tetap bertahan menggunakan produknya. CEO Sun Life Elin Waty mengatakan perusahaan menginginkan agen menjadi most respective agency (MRA), menjadi agen yang paling disegani. Perusahaan memberikan tools yang membantu agen untuk berbicara kepada nasabahnya sesuai dengan tahapan siklus kehidupan sehingga menjawab kebutuhan calon nasabah. Artinya, agen tidak sekadar berjualan dan hanya sekadar datang.
Togar juga melihat bahwa profesi keagenan menanamkan unsur kewirausahaan. Menurutnya, para agen asuransi dituntut tidak hanya memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai asuransi jiwa dan produk yang ditawarkan, tetapi didorong pula menjadi seorang wirausaha yang jeli dan andal. Karena itu, pendapatan agen asuransi jiwa akan bergantung pada kinerja masing-masing agen dan cara mengembangkan keagenannya.
Pertumbuhan jumlah agen asuransi jiwa menjadi satu parameter daya tarik profesi ini. Profesi ini mulai dipertimbangkan sebagai profesi yang menjanjikan dan dapat memberikan hasil yang baik. Togar mengatakan, pendapatan yang menggiurkan ditawarkan oleh profesi keagenan ini dapat dilihat dari perkumpulan Million Dollar Round Table (MDRT) Indonesia. Untuk menjadi anggotanya, seorang agen asuransi perlu mengantongi premi sebesar Rp543,48 juta per tahun. Sementara itu, untuk masuk ke dalam kualifikasi yang lebih tinggi yakni Court of The Table (COT) dan Top of The Table (TOT), maka seorang agen harus mengumpulkan premi masing-masing sebesar Rp1,63 miliar dan Rp3,26 miliar per tahun.
Perlambatan ekonomi yang terjadi saat ini tampaknya tak menyurutkan profesi ini untuk menjadi pilihan. Justru profesi ini memiliki peluang untuk meningkatkan pendapatannya. Kondisi ekonomi yang melemah berdampak pada kemampuan daya beli calon nasabah terhadap produk asuransi. Namun, bagi seorang agen yang profesional dan memiliki pengetahuan yang mumpuni tentang dunia keuangan serta mampu memberikan saran yang bijaksana kepada para calon nasabah, ia tetap dapat membukukan penjualan di tengah kondisi perlambatan ekonomi seperti saat ini. Togar menyebutkan bahwa kini adalah saat yang tepat untuk membeli asuransi dan berinvestasi karena harga saham sedang turun. Dengan metode kerja asuransi jiwa yang bersifat jangka panjang maka para agen harus mampu menjelaskan fakta dan data seputar investasi ini dan, alhasil, calon nasabah tetap membeli produk asuransi saat ini.
Profesi sebagai broker pasar modal juga menjanjikan. Ketua Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia Susi Meiliani mengatakan pendapatan broker bisa tembus hingga Rp500 juta per bulan apabila transaksinya sedang bagus. Susi melihat profesi sebagai broker sangat menarik, dunianya sangat dinamis dan tidak membosankan. "Kita dituntut harus selalu update, bisa dibilang kita orang pertama yang tahu keadaan pasar modal," kata Susi.
Untuk menjadi broker, seperti halnya agen asuransi jiwa, harus tersertifikasi. Adanya lisensi/sertifikasi itu pula yang akan mempermudah orang memberikan kepercayaan. Menurut Susi, seleksi untuk memperoleh lisensi juga sangat ketat. Calon broker perlu menjalani serangkaian tes.
Broker yang kini berjumlah sekitar 8.000 ini adalah pihak yang melakukan jual beli efek yang terdaftar di bursa efek. Mereka memperoleh balas jasa dari layanan yang diberikan kepada investor. Layanan itu berupa informasi yang dibutuhkan investor untuk mengambil keputusan dalam pengelolaan keuangan (financial management). Badan atau perorangan dapat menjadi perantara perdagangan efek.
Badan atau perorangan yang akan beroperasi sebagai perantara perdagangan efek harus memenuhi syarat bahwa badan atau perorangan tersebut berada di Indonesia. Selain itu, mereka harus mempunyai keahlian di bidang perdagangan efek. Mereka juga harus mempunyai modal disetor minimal Rp25 juta dan harus memperoleh izin Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Profesi lainnya yang menjanjikan dan mendapatkan posisi yang makin bergengsi adalah profesi human resources (HR). Tentunya efek dari posisi tersebut akan menaikkan imbalan yang mereka dapat. HR Expert/Kepala Divisi Lokakarya Inggriya PPM Manajemen Mirta Amaranti mengatakan ada kecenderungan yang sedikit bergeser dari kebutuhan industri terhadap profesi HR. Penyebabnya bisa karena persaingan yang makin ketat. Perusahaan mulai menyadari bahwa persaingan tidak hanya tentang barang/jasa yang dijual, tetapi harus mulai membuat orang yang mengerjakan pekerjaan terkait dengan industri itu lebih berkinerja dari perusahaan-perusahaan pesaing. Kondisi tersebut bisa dicapai jika orang-orang yang bekerja terkelola dengan baik oleh pihak-pihak yang memahami arah strategi perusahaan dan memahami orang-orang ini harus dikembangkan selaras dengan strategi yang ingin dicapai perusahaan.
Oleh karena itu, tuntutan kepada orang HR menjadi makin tinggi. Kalau me-review buku-buku HR yang belakangan ini diminati adalah menyebutkan HR as business partner. Bahkan ekspektasinya bukan orang yang belajar HR duduk di situ, melainkan orang yang belajar core kompetensi organisasi. Misalnya, apabila perusahaan consumer goods, maka orang yang tahu consumer goods dan tahu persaingan di industri tersebut dapat menentukan kebutuhan orang yang dibutuhkan. Inilah yang bisa membuat perusahaan bersaing. Sekarang pekerjaan mereka bukan sekadar mengelola orang secara administratif, bukan sekadar investasi untuk pengembangan orang di dalam, tetapi investasi yang terkait dengan pengembangan SDM pun sudah dipikirkan. Inilah yang membuat value pekerjaan HR itu menjadi tinggi ke depannya.
Konsep HR sebagai rekanan bisnis sebenarnya sudah lama, tetapi kebutuhan industri pada peran HR seperti itu menjadi lebih terasa belakangan ini. Apalagi dengan adanya isu masyarakat ekonomi ASEAN (MEA), mulai terasa kebutuhan bersaing dari sisi tenaga kerjanya. Apalagi disyaratkan juga sertifikasi-sertifikasi untuk orang HR. Itu menunjukkan bahwa perusahaan tidak menunjuk orang HR sembarangan. Mungkin orang tersebut tidak berlatar belakang pendidikan HR, manajemen, hukum, atau psikologi. Mungkin bisa saja orang teknik, tetapi memiliki sertifikasi. Konsep seperti ini sudah banyak diterapkan di Indonesia. Menurut Mirta, semua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sudah selaras mengatakan seperti ini.
Dalam sertifikasi, Mirta mengatakan sertifikasi mulai dibangun melalui asosiasi-asosiasi. Indikator-indikator yang harus dikuasai orang HR mulai dirinci, yang mencakup semua keilmuan. Namun, portofolio orang-orang tersebut juga diperiksa. Misalnya, untuk menjadi human capital manager tidak hanya sudah lulus atau memiliki sertifikasi, tetapi ada pendukung lainnya. Artinya, orang tersebut pernah memiliki proyek terkait dengan HR, memiliki pengalaman HR dari level-level terendah.
Selain profesi agen asuransi jiwa yang berpendapatan tinggi, profesi lainnya yang tumbuh karena pengaruh dari pertumbuhan asuransi jiwa di Indonesia adalah aktuaris. Aktuaris memiliki peran yang penting dalam industri tersebut. Consulting Director Towers Watson Indonesia Lilis Halim menyebutkan salah satu profesi yang banyak dicari dan berpenghasilan tinggi adalah aktuaris. Profesi ini merupakan seorang ahli yang dapat mengaplikasikan ilmu keuangan dan teori statistik untuk menyelesaikan persoalan-persoalan bisnis aktual. Umumnya persoalan yang menyangkut analisis kejadian masa depan dan berdampak pada segi finansial, khususnya yang berhubungan dengan besar pembayaran pada masa depan dan waktu pembayaran yang tidak pasti. Aktuaris umumnya bekerja di bidang konsultasi, perusahaan asuransi jiwa, pensiun, dan investasi.
Profesi ini menjadi mahal karena jumlah aktuaris di Indonesia masih sedikit, terlepas dari beban pekerjaan yang tidak gampang dan proses untuk menjadi aktuaris yang ketat. Jumlah aktuaris di Indonesia baru mencapai 380 orang, sedangkan jumlah tenaga aktuaris yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan industri asuransi nasional mencapai 700 orang. Faktor pendorong bayaran mereka tinggi, menurut Lilis, karena profesi ini merupakan key position di asuransi dan jumlah orang yang lulus untuk mendapatkan Fellow Society of Actuaries of Indonesia (FSAI) masih cukup langka. Permintaan yang makin tinggi akan mempengaruhi kenaikan harga, dalam hal ini gaji para aktuaris.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Firdaus Djaelani mengibaratkan aktuaris sebagai koki. Racikan-racikan yang dibuatnya akan menarik para pemanfaat produk asuransi. Kekurangan tenaga aktuaris menyebabkan perusahaan asuransi sulit melakukan inovasi dalam membuat produk.
Profesi ini tidak hanya mendapatkan posisi yang spesial saat ini, tetapi juga memiliki masa depan yang menjanjikan. Apalagi ada peraturan yang mengharuskan keterlibatan aktuaris. Dalam PMK No. 53/PMK.010/2012 ditegaskan bahwa penilaian terhadap liabilitas dalam bentuk cadangan bagi perusahaan asuransi wajib dilakukan oleh aktuaris perusahaan efektif per 31 Desember 2014. Perusahaan asuransi minimal wajib memiliki seorang tenaga aktuaris di perusahaannya.
Untuk menjadi aktuaris juga harus melalui ujian. Gelar aktuaris di Indonesia atau Fellow Society of Actuaries of Indonesia (FSAI) yang diberikan oleh Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI) adalah gelar yang harus menempel pada seseorang yang akan berprofesi sebagai aktuaris. Ada sepuluh mata ujian yang harus dilewati untuk memperoleh gelar tersebut. Sepuluh mata ujian itu meliputi Matematika Keuangan, Probabilita dan Statistika, Ekonomi, Akuntansi, Metoda Statistika, Matematika Aktuaria, Pemodelan dan Teori Risiko, Investasi dan Manajemen Aset, Manajemen Aktuaria, Aspek Aktuaria dalam Asuransi Jiwa, Dana Pensiun, Asuransi Umum, atau Asuransi Kesehatan. PAI menyebutkan latar belakang pendidikan mereka berasal dari MIPA (Matematika-Ilmu Pengetahuan Alam), Matematika, dan Statistika. Profesi aktuaris di Indonesia tersebar sebagian besar di perusahaan asuransi jiwa. Industri lainnya yang menyerap tenaga aktuaris adalah perusahaan dana pensiun, konsultan aktuaria, dan perusahaan investasi.
Profesi lainnya yang memperoleh penghasilan besar dengan melakukan pendampingan hukum (legal) kepada kliennya adalah pengacara (lawyer). Makin besar kasus/proyek yang ditangani dan berisiko tinggi maka akan makin besar bayaran yang akan diterima. Begitu juga, makin besar klien yang ditanganinya maka makin besar pendapatan yang bakal diterima. Profesi ini hampir tidak akan sepi pekerjaan. Apalagi penyelesaian sebuah permasalahan memakan waktu yang panjang. Profesi ini memang profesi dengan skill khusus. Pemahaman tata hukum yang tidak banyak dipahami banyak orang memberikan peluang bagi profesi ini. Adapun profesi lainnya yang memiliki penghasilan tinggi, menurut Lilis, antara lain treasury, underwriter, IT, research & development, geologist, drilling, project manager di konstruksi, dan sales & marketing.
Untuk memiliki nilai profesi yang tinggi maka harus memperhatikan sejumlah faktor seperti keterampilan/keahlian khusus dan sertifikasi yang sulit. Selain itu, profesi tersebut banyak dibutuhkan perusahaan/publik dan, tak kalah penting, memiliki prospek yang baik di masa depan.
Sumber: Majalah Warta Ekonomi Edisi 20
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Arif Hatta
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement