Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Melirik Potensi Asuransi Pertanian

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Tujuan utama asuransi ini ialah sebagai solusi dari risiko gagal panen yang sering mengancam pertanian. Dengan adanya asuransi ini, petani diharapkan tidak ragu melakukan penanaman karena terhindar dari risiko gagal panen.

Sebagai negara agraris, Indonesia masih belum mampu berswasembada pangan, terutama padi, sebagai sumber makanan pokok. Di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, pemerintah berupaya untuk menjaga kedaulatan pangan. Artinya, negara ini harus mampu memproduksi dan mendistribusikan bahan pangan di tengah pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan pangan, bukan korporasi atau institusi pasar.

Tekad pemerintah yang digagas Jokowi sebagai program andalan Kabinet Kerja mulai dijalankan dengan melaksanakan undang-undang yang telah lama lahir, yakni UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Upaya tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 40 Tahun 2015 tentang Fasilitas Asuransi Pertanian.

Fasilitas asuransi pertanian ini tujuan utamanya adalah sebagai solusi dari risiko gagal panen yang sering mengancam pertanian, seperti serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), banjir, dan kekeringan. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, risiko luas area padi yang terkena gagal panen akibat tiga hal tersebut mencapai 1,05 juta hektare per tahun, atau 7,69% dari luas area tanam tahunan 12,88 juta hektare.

Persentase gagal panen tersebut cukup mengkhawatirkan, mengingat pemerintah berupaya mencapai swasembada pangan yang diikuti dengan peningkatan kesejahteraan petani. Terlebih lagi, nilai tukar petani (NTP) terus turun. Pada September 2015 NTP sebesar 102,33, atau mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 102,36.

Dengan asuransi pertanian diharapkan kesejahteraan petani akan terjaga. Pasalnya, kalaupun terjadi gagal panen, petani tetap akan mendapatkan klaim sebesar Rp6 juta per hektare dalam satu kali musim tanam. Dengan adanya jaminan tersebut, juga diharapkan mendorong petani tidak ragu melakukan penanaman karena terhindar dari risiko gagal panen.

Dalam lima tahun terakhir, luas panen padi terus mengalami peningkatan. Pada  2011 luas panen padi 13,20 juta hektare, pada dua tahun berikutnya meningkat 1,8% dan 2,8% menjadi 13,44 juta hektare hingga 13,83 juta hektare. Pada 2014 sempat mengalami penurunan tipis, 0,3%, menjadi 13,79 juta hektare. Namun, memasuki 2015, kembali mengalami peningkatan yakni sebesar 3,71% menjadi 14,31 juta hektare.

Memberikan Klaim Saat Gagal Panen

Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno mengatakan pemberian asuransi pertanian ini sudah melalui penggodokan dan dikoordinasikan dengan Kementerian Pertanian. Rini juga meminta kepada PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) sebagai penanggung jawab skema satu-satunya dalam asuransi pertanian untuk mempersiapkan asuransi tersebut.

Skema yang ditawarkan adalah, total premi yang dibayarkan yakni Rp180.000/ha/musim tanam. Dari premi ini, petani hanya diwajibkan membayar 20% atau Rp36.000, sisanya sebesar Rp144.000 ditanggung oleh pemerintah. Dari pembayaran premi tersebut, petani berhak mendapatkan klaim sebesar Rp6 juta/ha/musim tanam jika mengalami gagal panen akibat banjir, kekeringan, dan OPT.

Adapun alur permohonan asuransi tersebut yakni pertama-tama kelompok tani (Poktan) mengajukan area tanamnya untuk diasuransikan. Dari pengajuan tersebut,  Jasindo akan memproses polis asuransi. Kemudian apabila terjadi gagal panen, Dinas Pertanian Daerah setempat akan memverifikasi gagal panen berdasarkan laporan dan pengamatan langsung di lapangan. Petani harus menerapkan good agricultural practices atau cara pertanian yang berkelanjutan sehingga klaim yang terjadi bukan karena cara pertanian yang salah.

Selanjutnya Dinas Pertanian Daerah akan menyampaikan informasi gagal panen kepada penanggung asuransi untuk ditindaklanjuti. Dalam waktu yang tak lama, Jasindo akan melakukan pembayaran klaim yang langsung diserahkan kepada Poktan yang mengalami gagal panen sesuai dengan laporan Dinas Pertanian Daerah.

Untuk program tersebut, pemerintah sendiri tahun ini telah mempersiapkan anggaran asuransi pertanian sebesar Rp150 miliar. Alokasi dana tersebut untuk cakupan sawah satu juta hektare, dengan cakupan wilayah 16 provinsi endemis puso. Asuransi tersebut akan mulai diimplementasikan untuk musim tanam Oktober hingga Maret.

Di tahun berikutnya, pemerintah juga berencana mengajukan penambahan cakupan luas wilayah menjadi lima juta hektare dengan alokasi anggaran mencapai Rp750 miliar untuk 2016. Target implementasi ini untuk musim tanam April hingga September. Pada tahap awal, fasilitas ini diprioritaskan untuk tanaman padi, tetapi tidak tertutup kemungkinan pada pelaksanaan selanjutnya juga akan diberikan untuk pertanian lain, seperti palawija dan hortikultura.

Meningkatkan Pembiayaan Sektor Pertanian

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mulya Siregar mengatakan program asuransi pertanian berpotensi meningkatkan pembiayaan ke sektor pertanian. Selama ini porsi pembiayaan perbankan ke sektor pertanian hanya 6% dari total seluruh kredit perbankan nasional. "Dengan program ini,  akan membuat perbankan lebih percaya diri dalam membiayai sektor pertanian," ujar Mulya.

Ia memperkirakan program asuransi pertanian akan berpotensi meningkatkan pembiayaan setidaknya Rp6 triliun, sebab dengan terlindunginya para petani oleh asuransi maka akses pinjaman atau kredit akan makin terbuka. "Potensi kredit bagi para petani dengan adanya skema ini adalah sekitar Rp6 triliun," katanya.

Data yang dirilis OJK mengenai statistik perbankan Indonesia periode Agustus 2015 menunjukkan peningkatan penyaluran kredit untuk lapangan usaha bidang pertanian,  perburuan, dan kehutanan. Dalam jangka waktu delapan bulan terakhir, dua bulan di awal tahun sempat mengalami penurunan dengan posisi Rp211.790 miliar. Namun, pada bulan berikutnya terus mengalami peningkatan hingga di posisi Rp231.390 miliar. Nilai kredit tersebut memiliki nilai non-performing loan (NPL) rendah, hanya berkisar 2% dari nilai kredit, atau berkisar di angka Rp4.000 miliar.

Kondisi yang hampir serupa juga terjadi pada perbankan syariah. Dengan objek yang sama yang dikelompokkan menjadi satu, yakni pertanian, perburuan, dan sarana pertanian, selama lima tahun terakhir menunjukkan perubahan nilai kredit yang positif. Pada 2011 nilai kreditnya sebesar Rp2.201 miliar, meningkat 27,62% menjadi Rp2.809 miliar. Tahun berikutnya meningkat lagi sebesar 12,67% menjadi Rp3.165 miliar. Pada 2015 nilai kreditnya mencapai Rp7.803 miliar.

Demikian pula kredit UMKM, nilainya pun menunjukkan peningkatan. Peningkatan terbesar terjadi pada 2012, yakni sebesar 49,71%. Peningkatan hampir separuhnya itu membuat nilai kredit UMKM meningkat dua kali lipat dari Rp27.192 miliar menjadi Rp40.709 miliar. Hingga pada Agustus 2015 nilai kredit UMKM mencapai Rp57.731 miliar. Hanya saja, tingginya nilai kredit untuk UMKM ini juga diiringi oleh tingginya NPL yang mencapai 3%. Bahkan, pada Agustus 2015 NPL-nya mencapai 4,5%.

Peluang Asuransi Pertanian

Perusahaan asuransi selalu mencari peluang dari kemungkinan terjadinya risiko untuk dimitigasi. Hampir semua kemungkinan risiko telah diambil oleh perusahaan asuransi untuk dijadikan produk asuransi, hingga asuransi-asuransi yang aneh sekalipun, seperti asuransi anggota tubuh.

Adanya produk asuransi tersebut juga mengindikasikan adanya kebutuhan yang dapat dipenuhi. Sebagian orang sanggup membayar mahal untuk sebuah asuransi tertentu. Hal itu menunjukkan betapa berharganya benda atau sesuatu yang diasuransikan bagi pemegang polis.

Asuransi pertanian termasuk di dalamnya. Di Indonesia, asuransi ini mungkin masih kurang populer, mengingat pelaku usaha tani atau petani di Indonesia kebanyakan masih dalam skala kecil. Selain itu, pelaku usaha tani juga masih didominasi oleh masyarakat kelas menengah ke bawah yang masih kurang memahami pentingnya asuransi.

Adanya program asuransi pertanian yang digalakkan oleh pemerintah melalui OJK, Kementerian Pertanian, dan Kementerian BUMN diharapkan dapat membuat booming asuransi pertanian di Indonesia. Dilaksanakannya program ini juga sebagai pembelajaran bagi petani mengenai betapa pentingnya asuransi.

Selanjutnya, setelah asuransi pertanian makin populer, tidak tertutup kemungkinan perusahaan asuransi swasta yang ada di Indonesia akan ikut meramaikan asuransi ini. Selama ini, di Indonesia sendiri telah ada beberapa perusahaan yang menawarkan produk asuransi pertanian. Salah satunya adalah Asurasi Raya. Asuransi ini juga memiliki produk Asuransi Ternak Sapi (ATS).

Di Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) tidak disebutkan secara khusus mengenai asuransi pertanian atau asuransi ternak. Namun, di sana ada disebutkan jenis Aneka Asuransi. Hingga triwulan III-2014, Aneka Asuransi memiliki pangsa pasar 4,3%, dibandingkan asuransi lainnya. Adapun asuransi lain yang dihimpun AAUI ialah asuransi harta benda, kendaraan bermotor, pengangkutan laut, rangka kapal, aviasi, energi, rekayasa, tanggung gugat, kecelakaan, kesehatan, kredit, dan penjaminan.

Sumber: Majalah Warta Ekonomi Edisi 20

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: