Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar mengaku merasa diperlakukan tidak adil oleh KPK saat sejak tertangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 25 Januari 2017 lalu.
"Setelah saya di-OTT, besoknya konferensi pers pimpinan KPK mengatakan saya tertangkap tangan bersama seorang wanita di Grand Indonesia dengan dugaan barang bukti 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura, konferensi pers tidak fair," kata Patrialis saat memberikan tanggapan usai mendengarkan dakwaan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (13/6/2017).
Meski Patrialis mengaku tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi), namun ia menyampaikan tanggapan langsung ke majelis hakim. Patrialis tampak emosional saat menyampaikan tanggapan itu.
"Saya diinterogasi, saya dikeroyok ramai-ramai sampai jam 3 subuh, saya sudah lemas. Setelah 1x24 jam, saya baru diserahkan ke penyidik padahal kalau OTT tidak ada lagi 1 x 24 jam tapi langsung diserahkan ke penyidik berikut barang bukti," ungkap Patrialis sengit.
Ia pun keberatan disebut ditangkap bersama dengan seorang wanita.
"Saat saya ditahan, mereka katakan saya ditangkap dengan wanita dan barang bukti. Sampai detik ini, KPK tidak mampu menunjukkan barang bukti mana yang mereka katakan itu? Ini suasana yang luar biasa," tambah Patrialis.
Mantan Menteri Hukum dan HAM itu pun memprotes pemberitaan media massa yang menurutnya penuh fitnah.
"Sebagian media membuat berita dahsyat, penuh fitnah, gibah, gunjing karena dari media-media itu mengatakan saya tertangkap di 3 tempat sekaligus, ada yang mengatakan tempat 'esek-esek', kos mewah dan 'Grand Indonesia'. Ini cara terbaik menghancurkan karakter saya di depan publik," ungkap Patrialis.
Sehingga, sampai saat ini Patrialis tidak ikhlas dan tidak rela menjadi pesakitan di KPK.
"Persoalan OTT ini saya persoalkan juga saat diperiksa penyidik, saya tidak ikhlas dan tidak rela kenapa saya di-OTT," tegas Patrialis.
Patrialis dalam perkara ini diduga menerima 70 ribu dolar AS (sekitar Rp966 juta), Rp4,043 juta dan dijanjikan akan menerima Rp2 miliar dari Basuki Hariman dan Ng Fenny melalui Kamaludin untuk mempengaruhi putusan Perkara Nomor 129/ PUU-XIII/ 2015 terkait uji materi atas UU No 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. (ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat