Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2018 telah menarik perhatian berbagai kalangan. Ada yang menaruh harapan bahwa melalui pilkada serentak akan muncul tokoh-tokoh daerah yang mampu membawa perubahan, tetapi tidak sedikit yang menyambut skeptis. Januari lalu telah dilakukan pendaftaran calon. Masa kampanye sendiri akan dimulai pada 15 Februari 2018, dilanjut dengan masa tenang, dan pembersihan alat peraga akan dimulai pada 24 Juni 2018.
Adapun pemungutan dan penghitungan suara Pilkada Serentak 2018 akan dilaksanakan pada 27 Juni 2018. Sedangkan, rekapitulasi akan dilaksanakan pada 28 Juni 2018. Pada semester pertama 2018, atmosfer politik dan ekonomi akan dipengaruhi oleh gemuruh kampanye 171 pilkada, di 17 Provinsi, 135 Kabupaten, dan 39 kota. Belakangan ini, uang mahar dalam pilkada menjadi pembicaraan yang ramai.
Pilkada sesungguhnya adalah ajang kontestasi calon pemimpin daerah. Kontestasi itu idealnya berangkat dari sportivitas seperti yang terjadi dalam olahraga. Aturan main yang telah disepakati menjadi rule?of thumb. Keterpilihan calon adalah perwujudan harapan dari para pemilih bahwa calon yang mereka pilih benar-benar akan memenuhi janjinya.
Namun, tidak semua kepala daerah konsisten mewujudkan janjinya. Salah satu indikator penunaian janji adalah kepatuhan terhadap regulasi pelayanan publik. Laporan terbaru Ombudsman RI soal Hasil Penilaian Kepatuhan Standar Pelayanan Publik Sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik Tahun 2016 mengungkapkan, kepatuhan standar pelayanan publik belum maksimal. Sebanyak 21,21% atau 7 pemprov masuk dalam zona merah dengan predikat kepatuhan rendah.
Realisasi ini masih jauh dari target capaian tahun 2016 sebesar 70%. Dari 85 pemerintah kabupaten (pemkab) yang disurvei menunjukkan, sebanyak 29% atau 25 pemkab masuk dalam zona merah dengan predikat kepatuhan rendah. Demikian juga untuk pemerintah kota, 85 pemerintah kota (pemkot) yang disurvei menunjukkan bahwa sebanyak 15% atau 8 pemkot masuk dalam zona merah dengan predikat kepatuhan rendah.
Keadaan ini tentu tidak menggembirakan. Pilkada serentak menjadi harapan munculnya kepala daerah yang mempunyai komitmen tinggi terhadap pelayanan publik. Namun, berkaca pada pilkada serentak tahun 2017, agaknya sulit mengharapkan munculnya kepala daerah yang mempunyai komitmen tinggi terhadap pelayanan publik. Pengamat senior LIPI, Siti Zuhro, menyebutkan bahwa bohir politik (penyandang dana) berperan signifikan dalam pemenangan pilkada. Dana segar yang dibawa bohir politik dipandang sebagai faktor yang menentukan kemenangan salah satu calon yang masuk bursa?kepala daerah.
Sementara itu, hasil survei bukan penentu kemenangan calon kepala daerah sebab di dalam pilkada efektivitas mesin partai politik, kegigihan relawan, figur kandidat, isu-program yang ditawarkan kandidat, dan manuver elite politik juga memiliki efek signifikan bagi pemilih. Kampanye yang dilakukan pasangan calon kepala daerah kepada masyarakat merupakan faktor utama yang memberikan pengaruh besar karena memengaruhi opini masyarakat, dibandingkan dengan hasil survei oleh lembaga survei calon tersebut. Ini semua membutuhkan biaya yang tidak sedikit, apalagi bila calon kepala daerah menempuhnya dengan cara instan.
Menanti Kehadiran Politico Entrepreneur dalam Pilkada 2018
Politico-entrepeneurship adalah faktor penting yang perlu dipertimbangkan untuk memenangkan pilkada. Ini merupakan kemampuan dari seseorang untuk menghadirkan sesuatu yang baru, yang lebih baik dari sebelumnya, dan yang menjadi harapan publik melalui inovasi dan terobosan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Orang yang mempunyai kemampuan politico-entrepreneurship disebut politico-preneur. Mereka adalah pribadi yang mampu menggerakkan kewirausahaan di sektor publik. Kewirausahaan sektor publik adalah persoalan bagaimana negara atau pemerintah memainkan peran dalam melakukan agenda transformatif, terutama sebagai risk-taking initiator, enabler, dan akselerator. Kewirausahan sektor publik menciptakan kepercayaan melalui kebijakan yang ramah investasi, menciptakan ?enabling culture?, dan meningkatkan kapasitas. Politico-preneur berperan dalam menghadirkan solusi atas permasalahan yang dihadapi masyarakat yang sama sekali baru dengan solusi yang ada sebelumnya, namun tetap berada pada koridor peraturan perundangan yang berlaku.
Hasil dari political entrepreneurship adalah public goods and services yang mampu memuaskan keinginan konsumen (dalam hal ini adalah konstituen). Melalui hasil kerjanya, politico-preneur membangun kepercayaan publik melalui barang publik dan pelayanan-pelayanan yang berkualitas untuk semua warganya.?
Kepala Daerah yang ingin menang dan terpercaya perlu mempunyai 4C, yakni character, capacity, capital, dan collateral. Tolok ukur menilai karakter dalam dunia politik adalah track record (rekam jejak), apa yang sudah diperbuat saat melayani masyarakat.?
Capacity dalam politik diterjemahkan sebagai kemampuan mengolah janji menjadi kenyataan. Capital atau modal itu penting. Dalam pilkada, capital menjadi dukungan Partai Politik dan Logistik.?
Dalam politik, khususnya pilkada, collateral atau jaminan adalah masa depan kita semua. Bukan dalam bentuk materi secara langsung, tetapi harapan yang kita gadaikan di tangan para pemimpin. Pemimpin yang mampu mewujudkan visi menjadikan kolateral kita aman. Tetapi pemimpin?yang ingkar janji, akan menjadikan hidup kita sulit. Collateral inilah yang sering dimainkan oleh para broker politik sehingga pemilih sering tidak berhasil memilih pemimpin yang baik.
Kita telah menyepakati bahwa proses politik termasuk di dalamnya adalah sirkulasi pemimpin politik melalui jalan demokrasi. Demokrasi dimaknai sebagai wahana untuk mengoordinasikan dinamika kompetisi rencana politik individu atau pun kelompok dalam ranah politik. Utamanya, yang berkaitan dengan pilihan politik individu atau kelompok dan pelaksanaan kebijakan yang terpilih.
Dalam proses politik, politicoentrepreneur berupaya untuk mengoordinasikan rencana dan kepentingan politik individu dan golongan yang ada di masyarakat. Kunci keberhasilan politicoentrepreneur adalah dalam mengelola dinamika konflik yang ada di masyarakat, yaitu ketika pihak-pihak yang berkonflik dihadapkan pada solusi baru yang sama sekali berbeda dengan sebelumnya serta memperhatikan kepentingan dan martabat pihak yang berkonflik.
Kita perlu menyadari bawa demokrasi dan political market adalah proses politik yang tidak sempurna seperti ?pasar? dalam pengertian ekonomi. Kemampuan melakukan koordinasi berperan penting dalam menciptakan politics equilibrium (keseimbangan politik). Politico-entrepreneur mengelola dan mengatur konflik sedemikian rupa dengan mengoordinasikan rencana dan harapan individu secara unilateral melalui perubahan-perubahan yang menguntungkan.
Politico-entrepreneur selalu berupaya menjebol status quo politik dengan memengaruhi arena politik dengan cara menunjukkan dan menetapkan potensi ancaman, namun memberikan jalan keluar melalui rencana dan tindakan yang terukur dan terkendali untuk memecahkan masalah.
Dua hal yang ingin dicapai oleh politico-entreperenur, yakni: pertama, menghilangkan inefisiensi atau menemukan peluang untuk menciptakan proses politik yang menumbuhkan kepercayaan; kedua, menghilangkan kesenjangan dengan mengalokasikan sumber-sumber kemakmuran dengan lebih adil.
Siapa kandidat kepala daerah yang akan menang dalam pilkada serentak tahun 2018? Mereka adalah politikus yang energik, santun, memiliki visi yang jelas, terukur dan dapat diimplentasikan, menggunakan kekuatan yang dimilikinya untuk mewujudkan visinya, bersedia mengambil risiko untuk melakukan perubahan-perubahan penting, serta pribadi dan perilakunya mau dan mampu menerima tantangan untuk mengubah status quo.
Kandidat yang memiliki kualifikasi politico-entrepreneur cenderung akan lebih mudah mendapatkan dukungan dari rakyat karena yang bersangkutan telah memenangkan hati rakyat melalui rekam jejak dan perilaku yang sudah teruji.?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ratih Rahayu