Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Menkeu Sri Mulyani Tak Berdaya Gara-Gara...

        Menkeu Sri Mulyani Tak Berdaya Gara-Gara... Kredit Foto: Antara/Puspa Perwitasari
        Warta Ekonomi -

        Perekonomian nasional masih tertekan pandemi Covid-19. Menteri Keuangan Sri Mulyani seperti sudah tidak berdaya untuk memulihkannya secara cepat. Sri Mulyani pun blak-blakan mengenai kondisi yang terjadi. Dia bilang, secara keseluruhan, tahun ini ekonomi Indonesia bisa minus 2,2 persen.

        Dalam konferensi pers realisasi APBN November 2020 yang digelar secara virtual kemarin, Senin (21/12/2020), Sri Mulyani menyebut bahwa sampai akhir tahun ekonomi Indonesia masih dalam rentang negatif. Kontraksinya bahkan lebih dalam dari proyeksi awal, yakni minus 1,7 persen hingga minus 2,2 persen.

        Baca Juga: Ramalan Sri Mulyani Soal Ekonomi Dunia, Ya Allah Jangan sampai Kejadian

        Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menyebut, kondisi itu terjadi karena kasus Covid-19 di sejumlah negara belum menunjukkan perbaikan. Kondisi ini sebagai tantangan negara-negara di dunia.

        "Ini pertumbuhan ekonomi yang dramatis," ucapnya.

        Angka minus 1,7 persen sampai minus 2,2 persen merupakan proyeksi keempat yang dikeluarkan pemerintah. Sebelumnya, pemerintah tiga kali mengeluarkan proyeksi, yang angkanya lebih baik. Pertama, pada Mei-April, dengan proyeksi minus 0,4 hingga 2,3 persen. Kedua, Mei-Juni, dengan proyeksi 0,4 persen hingga 1,0 persen. Ketiga, September-Oktober, dengan proyeksi minus 0,6 persen hingga minus 1,7 persen.

        Dalam outlook 2020, Sri Mulyani menyebut hanya konsumsi pemerintah yang diperkirakan tumbuh positif, yakni 0,3 persen. Sedangkan konsumsi rumah tangga tumbuh negatif 2,7 hingga 2,4 persen. Investasi juga diproyeksi tumbuh negatif di kisaran 4,5 hingga 4,4 persen.

        Ekspor terkontraksi 6,2 persen hingga 5,7 persen. Sedangkan impor diproyeksi tumbuh negatif di kisaran 15 persen hingga 14,3 persen.

        Untuk kuartal IV-2020, Sri Mulyani memprediksi, perekonomian mencapai kisaran minus 2,9 hingga minus 0,9 persen.

        "Proyeksi pertumbuhan Indonesia terus mengalami perubahan seiring perkembangan pandemi yang menciptakan ketidakpastian tinggi," terangnya.

        Ternyata, angka yang disampaikan Sri Mulyani ini masih lebih tinggi dibanding hitungan pengamat. Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira, misalnya, memprediksi ekonomi Indonesia akan anjlok hingga minus 3 persen. 

        Dengan prediksi itu, dia menyarankan agar pemerintah fokus menatap tahun depan. Catatan Bhima, ada tiga pos belanja yang harus ditambah. Pertama, kesehatan. Sebab, gelombang kedua pandemi Corona sudah terjadi di sejumlah negara. Sayangnya, pagu anggaran Kementerian Kesehatan di 2021 malah turun drastis.

        "Kita takut, saat gelombang pertama belum selesai, tahun depan ada gelombang kedua. Sementara, distribusi vaksin butuh waktu sehingga harus ada spending belanja kesehatan yang lebih besar," ulasnya.

        Baca Juga: Inggris Khawatirkan Jenis Baru Covid yang Menyebar Lebih Cepat karena...

        Kedua, perlindungan sosial. Kata Bhima, pelaku usaha butuh waktu untuk merekrut pengangguran. Sementara, kelas menengah yang jadi orang miskin meningkat. Kondisi ini bisa diimbangi dengan belanja perlindungan sosial. Instrumennya, melalui transfer tunai, bukan sembako yang rawan dikorupsi.

        Ketiga, stimulus pelaku UMKM. Pemerintah perlu memvalidasi data agar stimulus lebih tepat sasaran. Begitu juga dengan pendampingan. Tujuannya, pelaku UMKM dapat masuk platform digital.

        "Mungkin itu yang bisa dilakukan. Sehingga kontraksi tahun depan bisa diredam dan kembali positif pertumbuhan ekonominya," tukas Bhima.

        Ekonom senior Indef Aviliani memprediksi perekonomian Indonesia tahun depan bisa menyentuh 5 persen. Syaratnya, jika setengah warga Indonesia telah divaksin dan tidak ada gelombang kedua. Jika masyarakat yang divaksin tidak mencapai 50, bukan tidak mungkin pertumbuhan hanya mampu bersandar di angka 3 persen.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: