Kisah pahit Gayus Tambunan, pegawai Ditjen Pajak yang memanipulasi pajak puluhan miliar kemudian divonis puluhan tahun itu, ternyata tak membuat jera para pegawai Ditjen Pajak. Setelah muncul 11 tahun lalu, “virus Gayus” itu nongol lagi sekarang. Muncul di tempat yang sama. Yang menemukannya KPK. Menteri Keuangan Sri Mulyani pontang-panting karena ada anak buahnya yang kembali mencoreng lembaganya.
Temuan adanya “virus Gayus” dengan varian yang sama, di lingkungan Ditjen Pajak itu, sedang diusut KPK. Lembaga yang dikomandoi Komjen Firli Bahuri itu mengaku, proses pengusutuan ini sudah berlangsung lama.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, saat ini prosesnya sudah sampai tahap penyidikan.
Baca Juga: Ketika Sri Mulyani Marah Besar, sampai Terluka Perasaannya
Siapa pegawai Ditjen Pajak yang terpapar virus Gayus itu? Alex masih belum mau membeberkan. Ia berjanji, jika alat bukti sudah lengkap, KPK akan menyampaikan keterangan resminya.
“Nanti kita tetapkan tersangkanya dan langsung kita tahan orangnya,” kata Alex mengancam, di Jakarta, Rabu (3/3).
Ditanya siapa pemberi suap dan dalam kasus apa? Alex juga masih belum mau berkomentar panjang lebar. Dia hanya menyebut kasus suap ini terkait penanganan dan pemeriksaan pajak. Sebagai contoh, ada perusahaan menyuap pejabat pajak agar bayar pajaknya lebih rendah. Nilai suapnya mencapai puluhan miliar.
Dalam kasus ini, tim penyidik sudah menggeledah beberapa lokasi untuk mencari barang bukti. “Cukup besar juga nilainya,” imbuh eks Hakim Adhoc Pengadilan Tipikor ini.
Meskipun tersangka dan modus kejahatannya belum diungkap KPK, namun kabar ini langsung jadi topik hangat di dunia maya. Banyak warganet yang langsung mengkritik Sri Mulyani, karena Ditjen Pajak berada di bawah kementeriannya. “Gayus hidup lagi. Gayus bangkit lagi,” kicau @mulyati_yayan.
Sebagian lagi heran kenapa kasus seperti ini terulang lagi. Padahal pegawai Kemenkeu sudah mendapat gaji dan insentif selangit. Sebagian lagi menyindir Kemenkeu sebagai Kementerian Sultan karena pegawainya mendapat berbagai banyak tunjangan. Tapi, kok masih ada yang korupsi.
“Seharusnya sudah tidak ada lagi kejahatan soal pajak seperti ini ketika Gayus di tangkap,” ujar @sholehachmad36, kecewa.
Sri Mulyani tak bisa diam saja mendengar kasus ini. Seharian kemarin, eks Direktur Pelaksana Bank Dunia ini sampai pontang-panting memberikan klarifikasi. Pagi-pagi, Humas Kemenkeu mengampaikan undangan kepada awak media untuk mendengarkan keterangan pers Sri Mulyani melalui Youtube pada pukul 1 siang.
Baru beberapa menit undangan disebar, Humas Kemenkeu mengklarifikasi, konferensi pers akan disiarkan lewat aplikasi video pertemuan, Zoom. Sejam berselang, infonya berubah lagi. Tak jadi lewat Zoom, tapi lewat Youtube. Entah karena apa, acara pun sempat molor setengah jam.
Dalam keterangam pers ini, Sri Mulyani bicara panjang lebar. Sayangnya, ia tak membuka sesi tanya jawab yang biasa ia lakukan. Kepada wartawan, Sri Mulyani mengatakan, dugaan suap yang melibatkan pegawai Ditjen Pajak ini terjadi awal 2020.
Aksi korupsi ini kemudian ditindaklanjuti unit kepatuhan internal Kemenkeu dan KPK. Saat ini, pegawai yang diduga terlibat suap itu telah dibebastugaskan dari jabatannya untuk memudahkan proses penyidikan.
Sri Mulyani menegaskan, tidak ada toleransi terhadap tindakan-tindakan korupsi, serta pelanggaran kode etik yang dilakukan seluruh atau oleh siapapun di lingkungan pegawai Kemenkeu. “Ini jelas merupakan pengkhianatan dan telah melukai perasaan dari seluruh pegawai baik di Direktorat Jenderal Pajak maupun seluruh jajaran Kementerian Keuangan di seluruh Indonesia,” kata Sri Mulyani.
Disebut pengkhianatan, karena saat ini Ditjen Pajak dan Kemenkeu tengah fokus melakukan pengumpulan penerimaan negara. Apalagi, pajak adalah tulang punggung dari penerimaan negara.
Kabar ini tentu saja membuat Sri Mulyani terpukul. Bagaimana tidak, hampir tiap tahun Sri Mulyani mengingatkan anak buahnya agar menjauhi korupsi. Soalnya, satu kasus korupsi bisa merusak citra institusi dalam waktu lama. Ia mencontohkan kasus Gayus Tambunan yang sampai saat ini melekat di pikiran rakyat dan menjadi stigma negatif.
Anggota Komisi XI DPR, Misbakhunn ikut menyorot kasus ini. Politisi Golkar ini mengatakan, kasus ini jadi momentum terbaik untuk mengevaluasi kinerja Sri Mulyani secara lebih menyeluruh.
“Menteri Keuangan harus mengambil porsi tanggung jawabnya sebagai seorang menteri. Karena dampak dan risiko organisasi tetap ada di Kementrian Keuangan. Termasuk Menteri Keuangan harus menyiapkan mitigasi risikonya,” kata Misbakhun, kemarin.
Baca Juga: Kritik Sri Mulyani, Tanya Rizal Ramli: Pak Jokowi Apa Ndak Sadar?
Ekonom Indef, Bhima Yudhistira menilai, kasus dugaan suap ini menunjukkan persoalan korupsi di lingkungan Ditjen Pajak tidak selesai hanya dengan menaikkan remunerasi pegawai.
“Mau dikasih sebesar apapun kalau celah korupnya masih ada, susah juga,” ujar Bhima, kepada Rakyat Merdeka, Rabu (3/3).
Tunjangan kepada pegawai di Ditjen Pajak, Kemenkeu memang paling tinggi di antara kementerian lain. Merujuk Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, para pegawai pajak paling sedikit mendapatkan tunjangan kinerja sebesar Rp 5,3 juta per bulan. Sementara tunjangan paling besar diberikan pejabat eselon I sekitar Rp 117,3 juta.
Kasus ini tentu menambah daftar panjang pegawai pajak yang terlibat korupsi. Dari sekian banyak, kasus Gayus yang paling fenomenal. Mantan pegawai pajak ini jadi sosok terkenal pada 2010-2011 degan sejumlah kasus yang melibatkan banyak pejabat.
Pria bernama lengkap Gayus Halomoan Pertahanan Tambunan itu menerima suap puluhan miliar terkait pengurusan pajak sejumlah perusahaan. Tak hanya itu, Gayus juga melakukan penggelapan dan pemalsuan paspor.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: