Waduh! Obrolan Sensitif Soal Kapal Selam Nuklir Amerika Bocor, Eks Menhan Salah Sebut?
Langkah Pemimpin Oposisi Peter Dutton membocorkan pembicaraan sensitif dengan Amerika Serikat untuk pengadaan kapal selam bertenaga nuklir dikhawatirkan akan membahayakan rencana kesepakatan bersama pada akhir tahun.
Mantan Menteri Pertahanan yang sekarang menjabat Pemimpin Oposisi ini menggunakan artikel opini di surat kabar The Australian pada hari Kamis (9/06) untuk menegaskan keyakinan dirinya dalam mengamankan dua kapal selam nuklir kelas Viriginia buatan Amerika pada tahun 2030.
Baca Juga: Citra Satelit Kapal Selam Baru China, Analis Militer Dunia Geger
Di bawah kemitraan AUKUS yang ditandatangani pada September 2021, Australia bekerja sama dengan Inggris dan Amerika Serikat untuk membangun armada kapal selam bertenaga nuklir untuk menggantikan kapal selam kelas Collins yang sudah tua.
Peter Dutton menyebutkan bahwa, jika partainya, yaitu Partai Koalisi Liberal dan Nasional tetap memerintah, maka pihaknya bisa membuat pengumuman tentang kapal selam nuklir ini pada Juli-Agustus.
Dikatakan, pihaknya sekarang khawatir bahwa pemerintahan Partai Buruh sedang mempertimbangkan hanya akan membangun kapal selam bertenaga konvensional, bukan bertenaga nuklir.
"Saya sangat khawatir bahwa Partai Buruh sekarang menjauh dari AUKUS, dari kesepakatan kapal selam, dan jelas hal itu bukan kepentingan nasional kita," kata Dutton kepada Sydney Radio 2GB.
Beberapa tokoh yang terkait dengan kemitraan AUKUS secara pribadi menyatakan kekhawatirannya atas pengungkapan dari Peter Dutton ini, termasuk kekhawatirannya tentang "kapal selam bertenaga diesel-listrik kelas Collins tidak akan mampu bersaing dengan China di Laut China Selatan setelah tahun 2035".
Penasihat Partai Koalisi yang bekerja di AUKUS menilai Dutton tidak bijaksana untuk membahas kapal selam Australia yang menua dapat segera dideteksi oleh teknologi radar karena "kapal-kapal itu perlu naik ke permukaan untuk mengisi ulang baterai.
Tokoh lain yang tak mau disebutkan namanya mengatakan artikel Dutton telah "menyadap" rencana untuk pengumuman bersama pada akhir tahun antara Australia, Inggris dan AS.
"Amerika Serikat bahkan tidak dapat melakukan apa yang diklaim oleh Dutton, yaitu menyediakan dua kapal nuklir dari jalur produksi di Connecticut," tambah pejabat itu.
Ketua studi pertahanan di University of Western Australia, Dr Peter Dean, turut menyuarakan keprihatinannya tentang artikel Dutton.
“Saya yakin Inggris tidak akan senang setelah mengetahui dari artikel surat kabar bahwa, mungkin kapal selam mereka bukanlah pilihan," kata Dr Dean.
"Ini negosiasi sensitif dan saya kira yang jadi perhatian utama di sini yaitu Peter Dutton pada dasarnya telah melawan kepentingan nasional demi mendapatkan keuntungan politik domestik," jelasnya.
Dutton mengatakan kepada Channel Nine bahwa artikelnya itu tidak lebih dari apa yang sudah diketahui publik.
"Apa yang saya katakan hanyalah apa yang sudah diketahui umum, dan selain itu, apa yang menjadi pemikiran saya ke depan," katanya.
Baca Juga: Amerika Tingkatkan Fokus di Indo-Pasifik, Marinir Siap Diterjunkan di Australia Utara
"Jika Partai Buruh akan menghentikan itu, dan mereka tidak punya dana untuk membiayainya, mereka harus terbuka mengakuinya," kata Dutton.
"Karena itulah jalan yang mereka ambil saat ini. Seperti yang saya katakan, hal itu bukan untuk kepentingan nasional kita," tambahnya.
Pada hari Rabu, Menteri Pertahanan dan Wakil Perdana Menteri baru Richard Marles menyerang komentar pendahulunya, karena dapat merusak perjanjian keamanan tripartit antara Inggris, AS dan Australia.
"Ini politis dan sama sekali tidak konsisten dengan semua yang dilakukan dan dikatakan Peter Dutton di pemerintahan," kata Marles.
“Pengungkapan dari seseorang yang baru saja selesai menjabat, merusak kepentingan nasional Australia. Komentarnya sembrono dan merusak kesepakatan AUKUS," katanya.
“Pemerintah belum membuat keputusan apa pun tentang kapal selam yang disukai. Semua opsi tetap terbuka," ujar Menhan Richard Marles.
Sementara itu, Kedutaan Besar AS di Canberra menolak mengomentari hal ini sementara Departemen Pertahanan tidak menanggapi pertanyaan dari ABC.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: