Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Peneliti: Belum Ada Metode Standar untuk Menghitung Mikroplastik

        Peneliti: Belum Ada Metode Standar untuk Menghitung Mikroplastik Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Sangat sulit untuk membandingkan satu metode dengan metode lain dari berbagai variasi dan metode yang digunakan untuk menghitung mikroplastik. Adanya tingkat kesulitan itu yang menyebabkan belum adanya standar internasional saat ini.

        Pemegang otoritas apakah itu WHO ataupun pemerintah di banyak negara belum bisa memberikan kepastian berapa standar mikroplastik yang diperbolehkan ada dalam tubuh manusia.

        Baca Juga: Miliki Nilai Ekonomi Tinggi, Terbukti Daur Ulang Sampah Plastik di Bali Saja Nilainya Capai Rp100 M

        Hal itu disampaikan Inneke Hantoro, Peneliti Mikroplastik yang juga Dosen Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, dalam webinar "Mengenal Mikroplastik dan Dampaknya pada Lingkungan dan Kesehatan" yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Kamis (16/6/2022).

        Dia mengatakan uji toksisitas mikroplastik pada sampel hewan dan sel atau kultur manusia yang pernah dilakukan di beberapa negara, itu masih belum merepresentasikan keadaan yang sesungguhnya.

        Baca Juga: UMKM Berharap Revisi Aturan BPA BPOM Tidak Berdampak pada Bisnis Mereka

        Seperti diketahui, pada sampel yang dilakukan terhadap hewan ternyata ada kemungkinan mikroplastik itu berdampak negatif pada pencernaan, liver, saraf, dan reproduksi, sedangkan yang menggunakan sel atau kultur manusia, diketahui ada indikasi keberadaan mikroplastik itu sitotoksik atau beracun untuk sel, bisa mengganggu sistem imun, bisa menembus sel barier, dan menimbulkan stres oksidatif.

        Tetapi, kata Inneke, yang perlu diingat adalah bahwa semua studi mengenai toksisiti yang dilakukan itu selalu konsentrasinya jauh lebih tinggi, dan untuk melakukan kondisi yang sama dengan paparan yang terjadi di lingkungan yang sesungguhnya ini tidak mudah untuk dilakukan.

        "Sehingga, seringkali yang dihasilkan dari tes toksisitas tadi itu masih belum merepresentasikan keadaan yang sesungguhnya. Karena, untuk kemudian men-set up standar mikroplastik itu harus ada data toksikologinya," ucapnya, dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (20/6/2022).

        Dia mengatakan mikroplastik itu ukurannya satu micron sampai 5000 micron. Untuk ukuran 0,5 - 1 milimeter, menurutnya, itu kemungkinan masih bisa dilihat secara visual. Tapi, katanya, kalau sudah di bawah 100 milimeter, kalau tidak dengan mikroskop itu sudah sulit dilihat. Apalagi kalau banyak ditemukan di bawah 50 micron.

        "Nah, itu tidak mungkin kita lakukan berdasarkan sorting visual. Dengan melakukan analisis beberapa alat yang advance seperti FTIR saja itu belum menyelesaikan masalah. Seluruh dunia masih mengalami masalah yang sama untuk itu," tuturnya.

        Baca Juga: Kalangan Ahli Sebut Bukti Bahaya Galon BPA Tak Terbantahkan

        Karenanya, menurut Inneke, melakukan penelitian mikroplastik itu sebenarnya bukan untuk memberitakan hal yang negatif. "Nah, ini yang harus disadari. Tetapi masih banyak ketidakpastian tentang hal ini, belum tentu berbahaya tetapi kita juga belum tahu ke depan bahaya yang muncul apa," katanya.

        Di acara yang sama, Pakar Polimer Institut Teknologi Bandung (ITB), Ahmad Zainal Abidin menuturkan bahwa dirinya pernah menganalisa mikroplastik yang ada di air, baik dari sumbernya, air yang diproses maupun air produk kemasan. Menurutnya, semuanya itu ada mikroplastiknya meskipun jumlahnya tidak banyak.

        Baca Juga: Rencana Pelabelan BPA Dinilai Harus Dilakukan dengan Cermat

        "Tapi saya sulit untuk menyimpulkan dari mana mikroplastik itu berasal," tukasnya.

        Masih di acara yang sama, Peneliti Kimia LIPI, Andreas, juga mengakui sulitnya melakukan analisis mikroplastik ini. Menurutnya, hal pertama yang harus dilakukan dalam proses pengujian mikroplastik terhadap mahluk hidup itu adalah identifikasi/konfirmasi.

        "Tahapannya adalah kita melakukan proses pemisahan terlebih dahulu," ujarnya.

        Dalam proses pemisahan ini, menurut Andreas, umumnya dilakukan dua metode, yaitu fisika dan kimia. Setelah didapatkan terduga mikroplastik, tahap selanjutnya adalah proses identifikasi menggunakan metode instrumentasi.

        Baca Juga: Tak Hanya di Indonesia, BPOM Tegaskan Negara Lain Juga Lakukan Pelabelan BPA

        "Ini untuk meyakinkan sesuatu yang diduga mikroplastik itu memang betul-betul mikroplastik," katanya.

        Setelah didapatkan terduga mikroplastik, tahap selanjutnya adalah proses identifikasi menggunakan metode instrumentasi. "Ini untuk meyakinkan sesuatu yang diduga mikroplastik itu memang betul-betul mikroplastik," katanya.

        Baca Juga: BPOM Rumuskan Perlu Pelabelan BPA pada Galon Guna Ulang

        Karenanya dia juga heran dengan kehebohan pemberitaan terkait bahaya mikroplastik ini. "Saya heran terkait mikroplastik yang memang belum diketahui juga bahayanya dan juga belum tahu ke depannya bagaimana, tapi sudah heboh terlebih dahulu pemberitaanya," tukasnya.

        Dia mengatakan banyak infrastruktur yang harus dipakai kalau mau membuat standarisasi mikroplastik ini. "Pada dasarnya bisa-bisa saja, tapi harus disesuaikan dengan kemampuan yang kita miliki. Kita nanti yang akan kesulitan juga karena ada standar metode yang belum bisa kita kejar," katanya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ayu Almas

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: