Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pendanaan dari Asing Jadi Pintu Masuk Intervensi Kebijakan, Pengamat: Tolak Dana Bloomberg!

        Pendanaan dari Asing Jadi Pintu Masuk Intervensi Kebijakan, Pengamat: Tolak Dana Bloomberg! Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mendorong pemerintah untuk menolak segala bentuk intervensi lembaga asing dalam penyusunan kebijakan nasional. Hal ini disampaikan Trubus sebagai respons atas dibukanya kembali program hibah atau pendanaan oleh Bloomberg Initiative untuk upaya pengendalian tembakau di beberapa negara, termasuk Indonesia.

        Dilansir dari situs resmi Tobacco Control Grants, Bloomberg Initiative membuka kembali program hibah dana bertajuk The Bloomberg Initiative to Reduce Tobacco Use Grants Program. Pendanaan ini ditujukan bagi setiap organisasi dengan tujuan mengubah kebijakan sebuah negara terkait pengendalian tembakau.

        Baca Juga: Petani Tembakau Minta Pemerintah Tidak Naikkan Cukai Tahun Depan

        Khusus untuk Indonesia, dalam laman website-nya dituliskan bahwa dana Bloomberg kali ini akan difokuskan untuk mendorong kenaikan cukai dan harga rokok, mendukung implementasi dan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok, perluasan peringatan kesehatan, serta menolak melibatkan industri dalam proses pembuatan kebijakan.

        "Menurut saya, ini satu program yang harus ditolak. Program ini membuka kotak pandora terkait banyaknya kebijakan larangan merokok di Indonesia. Tujuan programnya gamblang sekali disampaikan untuk mendorong berbagai larangan produk tembakau, tapi detail peruntukan dana jutaan dolar tersebut minim sekali disampaikan kepada publik. Hal ini sangat membahayaan apalagi kalau program langsung menyasar proses penyusunan kebijakan negara," ujar Trubus, dikutip dari keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (16/8).

        Menurut Trubus, intervensi kebijakan melalui kamuflase program pendanaan ini akan  membahayakan kondisi perekonomian negara, mengingat kontribusi IHT sangat signifikan dalam membangun perekonomian nasional. Bahkan, di tengah masa sulit akibat pandemi Covid-19 pun, industri hasil tembakau, yang menjadi sumber penghidupan bagi 6 juta orang, masih menjadi penopang perekonomian karena memberikan sumbangsih yang besar terhadap penerimaan negara dan penyerapan tenaga kerja.

        "Dengan adanya informasi pendanaan Bloomberg ini, artinya mereka sudah mengintervensi proses penyusunan kebijakan publik yang merupakan ranah pemerintah secara terang-terangan. Pemerintah harus menolak. Ini melanggar proses publik, yaitu hak-hak konstitusional publik dan kedaulatan negara. Banyak hal yang dilanggar terkait proses penyusunan kebijakan yang diamanahkan oleh Peraturan dan Perundang-undangan," jelas Trubus.

        Dalam laman resminya, Bloomberg juga menuliskan bahwa beberapa organisasi dari Indonesia pernah menerima pendanaan tersebut. Pemerintah, lanjut Trubus, seharusnya melakukan investigasi terkait pendanaan tersebut agar dapat dipertanggungjawabkan secara jelas dan transparan.

        "Aparat penegak hukum harus menginvestigasi mengenai penerimaan dana asing yang harus dipertanggungjawabkan penggunaan dan pelaporannya untuk memastikan bahwa tidak ada dana yang mengalir digunakan untuk menyetir kebijakan dalam negeri Indonesia," tegasnya.

        Trubus juga menanggapi beberapa peraturan yang tengah didorong untuk mengendalikan tembakau, di antaranya wacana revisi PP 109/2012 yang sedang didorong oleh Kementerian Kesehatan. Menurutnya, ini juga bagian dari dorongan lembaga asing karena poin-poin dalam revisi PP 109/2012 sama dengan kebijakan yang didorong oleh program dana hibah tersebut melalui LSM penerimanya.

        Apalagi, dalam prosesnya revisi PP 109/2012 ini minim partisipasi dan transparansi terhadap pelaku industri hasil tembakau. Hal ini misalnya terjadi saat uji publik revisi PP 109/2012 yang digelar Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan pada akhir Juli lalu. Dalam uji publik, pemangku kepentingan industri hasil tembakau (IHT) seperti petani dan pekerja mengaku tidak dilibatkan sejak awal.

        Baca Juga: Bloomberg Kembali Siapkan Pendanaan untuk Program Pengendalian Tembakau di Berbagai Negara

        Polemik berkepanjangan pun tidak dapat dielakkan karena lembaga negara ditenggarai tidak netral. Masyarakat jadi terbelah dua dan menjadi gaduh seperti diadu domba akibat prosedur hukum yang sedari awal sudah mengundang kontroversi tersebut.

        Selain itu, Trubus juga menyinggung soal Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR) yang saat ini sedang ramai didorong oleh beberapa daerah. Perda KTR tersebut cenderung lebih restriktif ketimbang ketentuan peraturan perundangan yang lebih tinggi, termasuk PP 109/2012. Menurutnya, pengesahan Perda KTR ini juga merupakan dorongan dari beberapa lembaga swadaya masyarakat yang dibiayai oleh lembaga asing termasuk Bloomberg.

        "Kita harus hati-hati dalam menentukan regulasi kawasan tanpa rokok yang sedang disusun. Penyusunan ini dalam rangka untuk memperoleh Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus," papar Trubus.

        Trubus mengingatkan agar pemerintah dapat menjaga industri hasil tembakau dan tidak mudah diintervensi dalam penyusunan kebijakan mengingat industri ini sangat strategis dan menyerap jutaan tenaga kerja. Hal ini juga sebagai upaya menjaga stabilitas perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada industri hasil tembakau. Taruhan bagi Indonesia sangat besar regulasi tembakau diintervensi.

        Negara harus waspada dan berdaulat serta mengutamakan kepentingan nasional. Pemerintah sebaiknya jangan tunduk kepada kepentingan kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab yang akan memengaruhi nasib bangsa.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: