Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Hadapi Ketidakpastian, Industri Pembiayaan Berharap Pada RUU P2SK

        Hadapi Ketidakpastian, Industri Pembiayaan Berharap Pada RUU P2SK Kredit Foto: Fajar Sulaiman
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Berbagai tantangan masih menyelimuti perusahaan pembiayaan (multifinance) baik dari sisi internal maupun eksternal. Tantangan tersebut mulai dari resesi global, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), ancaman inflasi hingga kenaikan suku bunga acuan. Namun, diyakini tantangan-tantangan tersebut masih bisa dihadapi oleh industri multifinance.

        Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menilai, permodalan masih menjadi tantangan utama dalam industri multifinance. Menurut Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno, banyak multifinance dicabut usahanya karena faktor permodalan. Terlebih, pada Desember 2019 ada peraturan yang menyebutkan bahwa perusahaan multifinance harus memiliki modal minimum Rp100 miliar.

        “Selama lima tahun sebanyak 51 multifinance dicabut izin usahanya. Tapi rata-rata perusahaan pembiayaan yang dulu modalnya dibawah Rp100 miliar belum bisa mengupgrade dirinya, bahkan harus dicabut izinnya berserta ada pelanggaran-pelanggaran rambu-rambu yang mana perusahan pembiayaan sudah semakin teregulasi,” ujar Suwandi dalam Executive Multifinance Forum bertajuk “Tantangan dan Masa Depan Perusahaan Pembiayaan di Tengah Ancaman Resesi Global” Kamis (15/9/2022). Baca Juga: Ekspansi Bisnis, BRI Multifinance Bakal Terbitkan Obligasi Rp700 Miliar

        Adapun pelaku industri multifinance saat ini tengah menyoroti sejumlah hal dalam draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Paling tidak ada dua hal utama yang disorot, yakni soal keharusan pinjam meminjam dalam mata uang rupiah, dan larangan Warga Negara Asing (WNA) menjadi pengurus multifinance.

        Menurut Suwandi, salah satu yang menjadi sorotan pelaku industri adalah pasal yang berbunyi "Kegiatan menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet kepada masyarakat". 

        Sejumlah industri multifinance sebenarnya sudah lumrah mendapatkan pinjaman dari luar negeri dalam bentuk mata uang asing. Namun dalam penyaluran pinjamannya di dalam negeri tentu dalam Rupiah.

        Apalagi selama ini banyak investor asing yang tertarik berinvestasi ke bisnis multifinance di dalam negeri. Jika klausul dalam draft RUU P2SK tersebut lolos, dikhawatirkan malah menjadi langkah mundur bagi industri multifinance. Pelaku industri malah makin sulit mendapatkan pendanaan (funding), apalagi di tengah ketatnya pinjaman dari perbankan dalam negeri.

        Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi mengatakan, RUU P2SK masih terbuka untuk didiskusikan. Minggu depan, rencananya DPR akan mengesahkan RUU tersebut sebagai inisiatif DPR, kemudian dikirim ke pemerintah untuk dibahas. Setelahnya, DPR bersama pemerintah akan melakukan pembahasan bersama. DPR RI menargetkan UU P2SK dapat dituntaskan di akhir 2022. 

        "Banyak isu yang saya kira harus kita cermati. Sebelum kita rumuskan kita akan undang seluruh stakeholder. APPI juga akan kita undang. Himbara kita undang. Kita akan matangkan lagi. Ini kan inisiatif DPR, kita belum terima draft dari pemerintah. Kan sebenarnya ada d pihak, karena omnibuslaw sektor keuangan ini inisiatif DPR, dari pemerintah nanti kita tunggu bagaimana formulanya," kata Fathan.

        Menurutnya, pihaknya akan terus berkonsolidasi dengan anggota Komisi XI DPR-RI dan pemerintah untuk menyelesaikan RUU P2SK di akhir tahun 2022. Namun di sisi lain, RUU P2SK ini, juga diharapkan dapat melindungi pelaku jasa keuangan ke depannya. Pihaknya juga berjanji tetap berkoordinasi dengan pelaku industri multifinance dalam perumusan RUU P2SK, dan menghasilkan suatu regulasi yang baik, sehingga DPR dan pemerintah tetap memberi support bagi industri multifinance agar tetap bertumbuh. 

        Sementara itu, Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK, Bambang W. Budiawan berharap komposisi pendanaan dari perbankan akan terus menurun dan dapat memanfaatkan pendanaan dari investor luar negeri. Dengan demikian nantinya dalam UU P2SK, ada pengecualian bagi perusahaan pembiayaan untuk tetap mendapatkan pendanaan dari investor asing.

        Ia menambahkan bahwa komposisi pendanaan perusahaan pembiayaan saat ini masih didominasi dari perbankan yang berada di angka 78% dan di tahun depan diharapkan dapat turun ke posisi 72%.

        “Jadi memang perusahaan pembiayaan harus cekatan untuk bagaimana menerbitkan produk funding itu menjadi penting dan dapat disampaikan melalui rencana bisnis, dan kita evaluasi salah satu itemnya itu selain rencana penyaluran adalah rencana pendanaan,” imbuhnya. Baca Juga: Alhamdulillah, Semua Sektor IKNB Tumbuh Positif di Juli 2022

        Menyikapi hal tersebut, Alexander Tan CEO Maybank Finance sebagai pelaku industri multifinance yang hadir sebagai panelis mengharapkan RUU P2SK ini dapat memberikan perlindungan bagi perusahaan pembiayaan.

        “RUU P2SK diharapkan dapat memberikan dampak penguatan perlindungan kepada kami sebagai pelaku di industri jasa keuangan sehingga ada balancing dengan adanya perlindungan terhadap konsumen juga,” kata Alexander.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajar Sulaiman
        Editor: Fajar Sulaiman

        Bagikan Artikel: