Kementerian ATR/BPN Dukung Kebijakan Satu Peta, Hadi Tjahjanto: Penyelesaian Sengketa Lahan
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pembangunan Nasional (BPN) Hadi Tjahjanto menyebut pihaknya berhasil meningkatkan kualitas data spasial serta informasi geospasial. Kementerian ATR/BPN juga mendukung pemanfaatan produk data spasial Kebijakan Satu Peta dalam program strategis nasional.
Hadi mengungkapkan dukungan yang dilakukan Kementerian ATR/BPN tidak lain untuk mempercepat penyelesaian seluruh kasus sengketa agraria yang kerap kali terjadi di beberapa wilayah Indonesia.
Baca Juga: Wujudkan STPN Jadi Politeknik Populer, Menteri ATR/Kepala BPN Dukung Pengembangan Kelembagaan
"Kementerian ATR/BPN juga mendukung ketersediaan data spasial yang sangat diperlukan dalam menyusun rencana tata ruang wilayah (RTRW), provinsi RTRW, kabupaten/kota dan mendukung pemenafaat data spasial Kebijakan Satu Peta dalam rangka penyelesaian sengketa konflik agraria," kata Hadi dalam keterangannya di Rapat Kerja Nasional Kebijakan Satu Peta, Jakarta, Selasa (4/10/2022).
Selain itu, Hadi juga menyebut pihaknya mendorong penyelarasan simpul jaringan bioportal yang telah dikembangkan, yakni distaru aplikasi Kakap dan Bhumi dengan bioportal kebijakan satu peta Badan Informasi Geospasial.
Baca Juga: Bukan Mafia Tanah, Jubir ATR/BPN Ungkap Ancaman Lain Pembangunan IKN
Menurut Hadi, persoalan agraria yang terjadi juga menyangkut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Dia memaparkan tanah Kementerian LHK sering kali dilaporkan masuk dalam batas tanah masyarakat.
"Memang kami terus berkoordinasi, terutama dengan Kementerian LHK dalam hal menangani permasalahan batas, karena yang terjadi hari ini adalah terjadinya batas KLH yang masuk ke batas tanah masyarakat," jelas Hadi.
Persoalan tersebut sering kali dialami masyarakat yang menganggap bahwa sebagian lahan wilayah kawasan hutan adalah bebas, tetapi nyatanya masuk dalam kawasan Kementerian LHK.
"Yang terus kita selesaikan adalah, dalam program PTSL. PTSL ini banyak warga yang berada di kawasan hutan yang awalnya tidak di kawasan hutan. Ketika mereka meminta untuk dibuatkan sertifikat, kami tidak bisa menyelesaikan, karena masuk di kawasan hukum," katanya.
Baca Juga: Banyak Selesaikan Persoalan PTSL, Jubir ATR/BPN: Jangan Serta-merta Tuduh Internal Kami Oknum!
Hadi memaparkan, jika tanah masyarakat sudah masuk dalam wilayah hutan, Kementerian ATR/BPN tidak bisa memberikan sertifikat. Sebab, Hadi menilai bahwa hal tersebut melanggar hukum dan memiliki ancaman pidana.
"Apabila saya masuk untuk memberikan sertifikat, dalam pengukuran pun kami sudah melanggar hukum dan ancamannya adalah pidana," kata Hadi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Ayu Almas