Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Sadis, ART Asal Pemalang Dianiaya Majikannya, KemenPPPA: Berikan Efek Jera kepada Para Pelaku!

        Sadis, ART Asal Pemalang Dianiaya Majikannya, KemenPPPA: Berikan Efek Jera kepada Para Pelaku! Kredit Foto: KemenPPPA
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) berpendapat kasus kekerasan fisik dan psikis yang menimpa Asisten Rumah tangga (ART) inisial SK asal Pemalang, Jawa Tengah, sudah di luar batas nalar dan kemanusiaan.

        KemenPPPA menyebut para pelaku yang berjumlah delapan orang, yaitu majikan korban, anak majikan, dan lima ART lainnya pantas untuk mendapatkan hukuman berat.

        Baca Juga: Keterwakilan Perempuan Masih Rendah, Menteri PPPA Dorong Penguatan Kualitas Hadapi Pemilu 2024

        Saat menghadiri rilis kasus di Polda Metro Jaya, Asdep Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan KemenPPPA, Margareth Robin Korwa, menyampaikan rasa prihatin dan turut berduka atas kejadian yang dialami korban di sebuah apartemen di Simprug Jakarta Selatan. Dalam penyidikan polisi terungkap korban mengalami kejadian yang sangat tidak pantas.

        "KemenPPPA akan tetap menghormati proses hukum yang sedang berjalan sebagaimana yang telah disampaikan oleh Kabid Humas Polda Metro Kombes Pol Endra Zulpan. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan kasus Kekerasan Fisik dan Psikis Terhadap Korban ART inisial SK ini merupakan bentuk kehadiran Negara dalam memberikan akses keadilan yang harus didapatkan oleh korban kekerasan," terang Margareth dalam keterangannya, Jumat (16/12/2022).

        "KemenPPPA melalui Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan telah melakukan koordinasi dan klarifikasi dengan perangkat daerah yang membidangi urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak melalui UPTD PPA di tingkat Provinsi dan Kabupaten Pemalang, guna memastikan layanan yang didapatkan korban sejak tiba di Kabupaten Pemalang, baik pendampingan kepada fasilitas kesehatan untuk mendapat perawatan medis dan rawat inap di RSUD dr. M. Ashari," lanjutnya.

        Margareth menambahkan, untuk memastikan pelindungan dan pemenuhan hak korban, KemenPPPA akan terus melakukan monitoring dengan pihak terkait terutama pendampingan korban untuk penanganan psikis tahap lanjutan dan pendampingan dalam proses hukum sesuai kebutuhan korban.

        "Besar harapan kami bahwa Pasal-Pasal yang sudah disangkakan tersebut akan memberikan efek jera kepada para pelaku, karena bagi kami tidak ada toleransi sekecil apapun terhadap bentuk kekerasan yang dialami oleh perempuan khususnya di ranah domestik. Kekerasan yang terjadi pada korban sebagai ART dikategorikan sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia, sehingga kami mengutuk keras apa yang sudah dilakukan oleh para pelaku terhadap Korban. Seharusnya jika majikan sudah tidak menyukai ART yang dipekerjakan, maka majikan bisa memulangkan ART-nya tanpa harus melakukan kekerasan, seperti kejadian yang terjadi di Apartemen Simprug," ujar Margareth.

        Kasubdit Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda Metro Jaya Kompol Ratna Quratul Aini menuturkan, SK dirawat di rumah sakit di Kabupaten Pemalang akibat luka parah yang diderita korban. Kasus ini terbongkar setelah SK pulang kampung.

        Baca Juga: Peringati Hari Ibu, Menteri PPPA Ungkap Perjuangan Perempuan di Bidang Ekonomi

        Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi mengungkapkan kasus ini terungkap setelah pihaknya mendapatkan informasi dari Polres Pemalang. Dalam waktu 24 jam, tim Polda Metro Jaya bergerak cepat menindaklanjuti informasi tersebut dan menangkap 8 tersangka di Apartemen di Simprug, Jakarta Selatan, pada Jumat (9/12/2022) menjelang tengah malam.

        Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Polisi Endra Zulpan menyampaikan Tim Gabungan Subdit Renakta dan Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya telah berhasil melakukan pengungkapan dan penangkapan terhadap pelaku kasus merampas kemerdekaan seseorang dan atau pengeroyokan dan atau penganiayaan dan atau kekerasan fisik dan atau kekerasan psikis dalam rumah tangga dan turut serta melakukan dan atau menyuruh melakukan yang terjadi di Apartemen Simprug, Jakarta Selatan.

        "Para Pelaku melakukan kekerasan terhadap korban dengan cara menyiramkan air panas, memukul dengan sapu dan tangan, memborgol, merantai kaki dan tangan, memaksa korban memakan kotoran anjing dan kotorannya sendiri, serta memvideokan peristiwa tersebut. Para tersangka dikenakan Pasal 333 KUHP dan atau Pasal 170 KUHP dan atau Pasal 351 KUHP dan atau Pasal 44 dan atau Pasal 45 UU RI No. 23 tahun 2004 tentang PKDRT Jo Pasal 55 KUHP dan atau Pasal 56 KUHP," ujar Kombes Polisi Endra.

        Untuk diketahui, perilaku kejahatan tersebut dilakukan oleh para terlapor sejak bulan Juli 2022 dan semakin parah sejak tanggal 19 September 2022. Pelaku kemudian menghubungi penyalur yang membawa korban pada awalnya untuk dipulangkan karena sudah sakit dan tidak dapat melakukan pekerjaannya sebagai ART pada tanggal 5 Desember 2022 pukul 23.23 WIB.

        Baca Juga: Polemik Relokasi SDN Pondok Cina 1, KemenPPPA: Jangan Mencederai Hak Anak

        Korban dibawa oleh Petugas dari rumah tersebut pada tanggal 7 Desember 2022. Hasil visum menunjukkan adanya patah tulang, lebam, luka bakar di kedua tungkai diakibatkan kekerasan suhu tinggi yang mana semua luka tersebut mengakibatkan luka berat dan bisa menjadi bahaya maut bagi korban.

        Sementara itu, Tenaga Ahli Madya Kantor Staf Presiden, Erlinda menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya pada Jajaran Polda Metro Jaya dan Polres Pemalang yang sangat cepat dalam penanganannya. KSP sangat mengutuk atas tindakan kekerasan terhadap siapapun, dalam hal ini terjadi pada Korban yang seorang Asisten Rumah Tangga (ART).

        "Artinya kejadian ini membuktikan bahwa saat ini pekerjaan sebagai ART sangat rentan terhadap tindak kekerasan. KSP berharap dan meminta dengan sangat Jajaran Polda Metro Jaya bisa melakukan hal yang optimal pada pasal-pasal yang disangkakan dan harapannya ini menjadi efek jera kepada siapapun yang menggunakan jasa pekerja rumah tangga, tidak melakukan hal yang demikian yaitu tindak kekerasan pada pekerja rumah tangga," ujar Erlinda.

        "Kami meminta dan Berharap pada K/L terkait khususnya pada KemenPPPA dan Dinas setempat di mana korban berada yang mana saat ini korban sedang melakukan pengobatan, kami berharap negara hadir dan jangan pernah ada pengeluaran apapun yang dikeluarkan oleh Korban dalam penanganannya sampai pemulihan. Kami berharap pemulihan pada fisik dan psikisnya korban dapat terus dilanjutkan dan korban betul-betul terlindung," sambungnya.

        Lebih lanjut, Kepala Biro Penelaahan Permohonan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Muhammad Ramdan, mengatakan LPSK akan memastikan proses hukum ini bisa dilakukan secara konsisten sesuai dengan pasal yang digunakan. Selain itu, LPSK akan memastikan hak-hak korban yang ditentukan oleh undang-undang terkait saksi dan korban terselenggara.

        Tim LPSK akan melakukan pendalaman dan penjangkauan terhadap bagaimana dan apa saja kebutuhan dari korban, khususnya yang diperlukan dari korban akibat peristiwa tindak pidana ini, termasuk di antaranya menghitung restitusi. Ini juga menjadi salah satu permohonan yang diajukan oleh Polda Metro Jaya Subdit Renakta kepada LPSK.

        "Kami juga mengapresiasi dengan kinerja Polda yang sudah cukup cepat dan bisa saling bersinergi, dan ke depannya kita juga bisa melakukan yang lebih baik lagi dalam perlindungan bagi korban. LPSK titip pesan untuk kelancaran proses restitusi ini. Bisa dipastikan bagaimana aset pelaku menjadi perhatian untuk bisa membiayai atau mengganti peristiwa yang dialami. Bagaimana kondisi normalnya, seperti apa, dan kondisi akibat dari terjadi peristiwa pidana seperti apa, termasuk mata pencahariannya dan kehilangan dari penghasilan menjadi poin penting," ujar Ramdan.

        Baca Juga: Diimingi Rp100 Ribu, Anak di Bawah Umur Dirudapaksa Pria 35 Tahun di Tambora, Ini Sikap Kemen-PPPA

        "LPSK mohon pada media untuk bisa sama-sama menjaga agar korban tidak merasa terjadi berulang dengan adanya pemberitaan media dan berharap bisa menjaga kode etik media, agar pemulihan korban dapat dilakukan secara baik sampai kasus ini selesai (incracht) maupun sampai pasca sehingga korban kembali pulih seperti sedia kala dan korban dapat melakukan kehidupan sosialnya kembali," lanjutnya.

        KemenPPPA memiliki saluran layanan untuk memudahkan aksesibilitas kepada korban atau siapa saja yang melihat, dan mendengar adanya kekerasan, dengan cara melaporkan kasusnya melalui Call Center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dan WhatsApp 08111 129 129.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rena Laila Wuri
        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: