Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dinilai Diskriminatif, Rencana Revisi PP 109/2012 Ancam Keberlangsungan Mata Rantai Industri Tembakau

        Dinilai Diskriminatif, Rencana Revisi PP 109/2012 Ancam Keberlangsungan Mata Rantai Industri Tembakau Kredit Foto: Antara/Ampelsa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menolak rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012) yang tercantum dalam Program Penyusunan Peraturan Pemerintah di tahun 2023. AMTI menilai revisi PP 109/2012 akan mengancam keberlangsungan mata rantai industri tembakau yang selama ini menjadi penghidupan jutaan masyarakat Indonesia dari hulu ke hilir.

        "Jika revisi ini dijalankan, poin-poin aturan yang eksesif dan diskriminatif akan mengancam keberlangsungan industri tembakau," ujar Sekretaris Jenderal AMTI Hananto Wibisono dalam acara dialog kebijakan multipihak bertema "Upaya Membangun Kesepahaman Bersama Tentang Kebijakan Pertembakauan Indonesia" di Yogyakarta.

        Baca Juga: Soal Revisi PP 109/2012, Pelaku Industri Tembakau Desak Kesepahaman Bersama

        Hananto menjelaskan, terganggunya industri tembakau akan berdampak pada nasib 2 juta petani tembakau, 2 juta peritel, 1.5 juta petani cengkih, dan 600 ribu karyawan. Padahal, industri tembakau selama ini menjadi salah satu penopang perekonomian nasional, khususnya pada saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia.

        "Menurut hasil studi UNAIR (Universitas Airlangga) pada tahun 2022, kontribusi PDB (Produk Domestik Bruto) industri tembakau kepada perekonomian negara mencapai Rp710,3 triliun dari hulu ke hilir. Industri ini mampu menggerakkan perekonomian, khususnya di sentra produksi tembakau," paparnya, dikutip dari keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (24/1/2023).

        Hananto juga melihat faktor pertimbangan pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan, dalam mendorong revisi PP 109/2012 tidak berdasarkan data yang valid, mengingat prevalensi perokok anak telah mengalami penurunan selama empat tahun terakhir.

        Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat di tahun 2022 angka prevalensi perokok anak berusia 18 tahun ke bawah adalah 3,44%, menurun dibanding tahun sebelumnya, yakni 3,69%. Data tersebut menunjukkan perkembangan terkini yang telah mengarah pada progres. Selain itu, larangan merokok bagi anak-anak di bawah usia 18 tahun sudah tercantum dalam PP 109/2012.

        Senada dengan Hananto, Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS, juga menekankan revisi PP 109/2012 akan menganggu stabilitas industri tembakau sebagai sawah ladang dari mayoritas anggota RTMM. Menurutnya, pekerja di sektor tembakau akan kembali termarjinalkan dan mendapat perlakuan diskriminatif.

        "Pekerja tembakau sering jadi korban atas kebijakan-kebijakan yang diskriminatif. Revisi PP 109/2012 ini bertentangan dengan Undang-Undang karena tidak mengakomodasi kepentingan pihak yang terlibat," ujar Sudarto.

        Baca Juga: Kantongi Investasi US$186 Juta, Pemerintah Siap Ekspor Tembakau Bebas Asap ke 42 Negara

        Sudarto menegaskan, pihaknya akan selalu berupaya untuk membela dan mempertahankan industri tembakau sebagai sumber mata pencaharian anggotanya. Ia mengingatkan pemerintah agar memperhatikan dan melindungi pekerja di sektor tembakau yang jumlahnya besar.

        Dalam kesempatan yang sama, Ketua Persatuan Perusahaan Rokok Kudus (PPRK), Agus Sarjono, menyampaikan bahwa industri tembakau telah berkontribusi besar terhadap pendapatan negara.

        "Pemerintah selalu menekan industri ini dengan regulasi yang eksesif. Kita ini sudah berikan kontribusi besar bagi perekonomian. Pabrik-pabrik rokok juga selalu patuh pada aturan, termasuk PP 109/2012," imbuhnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: