Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Konflik TKI dan TKA China PT GNI, PSI Nilai Ada Penumpang Gelap

        Konflik TKI dan TKA China PT GNI, PSI Nilai Ada Penumpang Gelap Kredit Foto: Twitter
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Juru Bicara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Glorio Tungaraja Ritonga menduga ada penumpang gelap yang menjadi penyebab konflik antara pekerja lokal dan pekerja asal China di PT Gunbuster Nickel Industry (GNI). 

        "Dari tuntutan internal untuk negosiasi hak karyawan jadi pengusiran perusahaan modal asing, apa jangan-jangan ada yang membonceng kemarin untuk mengagalkan program pemerintah dalam hal hilirisasi nikel," ujar Glorio dikutip dari akun YouTube Partai Solidaritas Indonesia, Selasa (31/1/2023). 

        Glorio menyebut bahwa konflik di smelter nikel di Morowali, ada kecurigaan bahwa konflik antarpekerja ini hasil provokasi. Pasalnya, di beberapa media, konflik diberitakan antara pekerja lokal dan pekerja asal Tiongkok.

        Baca Juga: Komisi III DPR RI Adakan Pertemuan dengan PT GNI dan Serikat Pekerja

        "Padahal informasi di lapangan awalnya pekerja lokal menuntut peraturan kerja PT GNI agar berpihak ke mereka soal upah, izin sakit, tunjangan, dan lain sebagainya dan sebetulnya PT GNI dalam proses hampir memenuhi semua permintaan. Namun, tiba-tiba meledak konflik yang sampai menyebabkan korban jiwa, ujung-ujungnya ada desakan mengusir PT GNI yang memang punya induk di Tiongkok," ujarnya.

        Glorio mengatakan bahwa pembelaan tersebut dilakukan lantaran dengan adanya kegiatan hilirisasi nikel di Indonesia, maka akan dapat membantu pemasukan bagi negara. 

        Menurutnya, sebelum adanya program hilirisasi nikel, bahan mentah Indonesia ditambang langsung dijual ke pasar ekspor, lalu diolah negara lain untuk bahan baku nikel murni dan dibeli kembali oleh industri Indonesia.

        "Lucu kan negara kita kaya nikel, tapi harus beli nikel murni siap pakai dari negara lain yang notabene membeli bahan mentah dari kita," ucapnya.

        Kemudian, dengan adanya kebijakan hilirisasi mineral, tambang dilarang ekspor bahan mentah nikel. Proses pemurnian dari bahan baku nikel siap pakai harus dilakukan di Indonesia dengan smelter ini. 

        "Ternyata nikel murni harganya bisa 15 kali lipat di atas harga bahan mentah nikel, jadi jelas ada manfaat ekonomi dari sisi penerimaan negara dan dengan adanya smelter juga tercipta lapangan kerja baru bagi masyarakat lokal," tambahnya. 

        Namun, untuk dapat mencapai hal tersebut terutama dalam membangun smelter terdapat kendala, di mana untuk membangun smelter ini selain inovasi teknologi tinggi, juga butuh modal yang sangat luar biasa, untuk satu smelter nikel saja butuh US$8 miliar. 

        "Inilah alasan pembangunan smelter di Indonesia menggandeng modal asing salah satunya PT GNI," ungkapnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: