MPR Minta MK Putuskan Sistem Pemilu Terbuka: Coblos Partai Bak Beli Kucing dalam Karung

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Hidayat Nur Wahid, menilai mestinya Mahkamah Konstitusi (MK) menunjukkan konsistensi dalam sidang sistem pemilihan umum (pemilu) terbuka yang menimbulkan polemik dalam beberapa pekan terakhir ini.
"Adanya beberapa orang, bukan partai politik peserta Pemilu, yang ingin mengembalikan sistem pemilu menjadi tertutup melalui uji materi UU Pemilu, seharusnya direspons MK dengan konsistensi sebagaimana biasanya menanyakan legal standing para pihak yang ajukan uji materi, sehingga sejak awal bisa menolak permohonan mereka, karena yang ajukan adalah individu bukan Partai politik peserta pemilu," kata Hidayat dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/2/2023).
Pasalnya, lanjut dia, masyarakat dan partai politik juga tahu, sejak 2008 yang lalu MK sudah mengoreksi sistem pemilu tertutup dan mengarahkan ke sistem pemilu terbuka yang lebih sejalan dengan aturan konstitusi.
Hidayat menuturkan, setidaknya ada beberapa argumentasi yang dapat digunakan untuk membantah upaya mengembalikan sistem pemilu menjadi tertutup.
Pertama, memang benar bahwa peserta pemilu adalah partai politik, tetapi menurut konstitusi, pemilu bukan untuk memilih parpol, melainkan untuk memilih anggota DPR, DPRD, dan DPD dst.
Hal ini secara tegas disebutkan dalam Pasal 22E ayat (2) UUD NRI 1945. Kedua, lanjutnya, UUD NRI 1945 telah menegaskan kedaulatan di tangan rakyat sebagaimana disebut Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945, bukan di tangan parpol.
Baca Juga: PDIP Disebut Partai Berwatak Feodal Karena Satu-satunya yang Dukung Sistem Proporsional Tertutup
"Jadi, sewajarnya rakyat pemilik kedaulatan, diberikan kebebasan memilih calon yang akan mewakili mereka di lembaga parlemen, yaitu yang mereka kenal, sukai, atau terbukti membela rakyat. Bukan seperti memilih kucing dalam karung, dengan memilih partai tanpa mengetahui calon yang akan wakili rakyat di parlemen, sebagaimana yang berlaku dalam sistem pemilu tertutup," ujarnya.
Ketiga, MK harusnya konsisten dengan putusannya sendiri yang sejak tahun 2008 mengarahkan perubahan dari sistem tertutup ke sistem terbuka.
Hidayat menilai putusan tersebut masih berlaku dan tidak dicabut, karena sesuai dengan Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945, putusan MK bersifat final dan mengikat.
Dalam Putusan No. 22-24/PUU-VI/2008, kata Hidayat, amar putusannya tidak secara spesifik berbicara mengenai sistem pemilu terbuka atau tertutup, tetapi dalam pertimbangannya MK secara tegas mengarahkan kepada sistem pemilu terbuka karena sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat pada Pasal 1 ayat (2).
Baca Juga: Soal Pemilu Proporsional Terbuka dan Tertutup, BPHN: Perlu Jalan Tengah Perbaiki Sistem yang Ada
Selain itu, MK juga menafsirkan Pasal 22E ayat (1) menghendaki bahwa pemilu lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat yang maksimal, sehingga rakyat diposisikan sebagai subjek utama dalam pemilu, bukan hanya sebagai objek.
"Pertimbangan-pertimbangan ini adalah ratio decidenci (pertimbangan yang mendasari putusan), yang sifatnya sama mengikatnya dengan amar putusan," katanya.
Keempat, argumentasi bahwa sistem pemilu terbuka selain sejalan dengan konstitusi, juga sesuai dengan prinsip demokrasi dan aspirasi Rakyat yang oleh Konsitusi dinyatakan sebagai pemilik kedaulatan.
Baca Juga: Pertemuan Airlangga dan Muhaimin Buka Peluang Perubahan Koalisi Pemilu 2024
Dia mengatakan, saat ini sistem pemilu terbuka didukung oleh 8 dari 9 partai peserta pemilu yang ada di DPR. Secara demokratis, delapan partai tersebut jauh lebih banyak merepresentasikan rakyat, dibanding hanya satu partai.
"Apalagi pemerintah juga sudah memberikan sikap di persidangan MK, bahwa mereka juga setuju untuk tetap dengan sistem terbuka. Maka agar spekulasi dan kegaduhan bisa segera diakhiri, seiring dengan persiapan Pemilu yang terus dikerjakan oleh KPU dan parpol-parpol peserta Pemilu karena semakin mendekatnya penyelenggaraan Pemilu, sudah sewajarnya bila MK segera memutuskan untuk kembalikan kepercayaan rakyat, dengan MK konsisten dengan keputusannya sendiri yaitu menegaskan bahwa Pemilu tetap dengan sistem proporsional terbuka," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Ayu Almas