Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Polemik Peremajaan Sarana KRL hingga Alasan KCI Impor KRL Bekas dari Jepang, Ini Kata Kemenhub

        Polemik Peremajaan Sarana KRL hingga Alasan KCI Impor KRL Bekas dari Jepang, Ini Kata Kemenhub Kredit Foto: DJKA
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mendukung upaya peremajaan sarana kereta rel listrik (KRL) yang sedang dilakukan oleh PT Kereta Commuter Indonesia (KCI). Pasalnya, dari total 106 rangkaian yang beroperasi, beberapa di antaranya akan pensiun.

        Dukungan ini disampaikan dalam bentuk surat rekomendasi teknis yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perkeretaapian dengan tanggal 19 Desember 2022.

        Baca Juga: Jepang Dilewati, Alasan Kereta Cepat dari China Dilirik Jokowi: Jakarta-Bandung Hanya Setengah Jam!

        "Pengadaan sarana ini harus segera dilaksanakan untuk menggantikan beberapa rangkaian kereta yang akan dipensiunkan pada 2023-2024 mengingat usia pakainya yang sudah terlalu lama," tutur Juru Bicara Kemenhub, Adita Irawati, Rabu (1/3/2023).

        Selain didorong oleh faktor usia sarana, kebutuhan pengadaan muncul untuk mengakomodasi pertumbuhan penumpang. Berdasarkan data yang dilaporkan oleh PT KCI, realisasi penumpang tertinggi sebelum pandemi sudah menyentuh angka 336,3 juta orang penumpang pada 2019. Jumlah penumpang diproyeksikan akan terus meningkat hingga 523,6 juta orang pada 2040.

        Guna mengakomodasi pertumbuhan tersebut, diperlukan upaya untuk meningkatkan kapasitas angkut dari 436 juta orang penumpang pada 2023, menjadi 517 juta orang pada 2026.

        "Semoga upaya ini tetap membuat KCI dapat memberikan layanan terbaik bagi masyarakat," ujar Adita.

        Baca Juga: Jelang Mudik Lebaran DJKA Gelar Motis 2023, Siapkan 10 Ribu Slot Angkutan Motor Gratis

        Adita menyadari ada kebutuhan lain dalam pengadaan sarana kereta api ini, yakni pemanfaatan produk dalam negeri, dengan penggunaan produk PT Industri Kereta Api (INKA).

        "Namun demikian perlu ada solusi sementara untuk mengatasi lonjakan penumpang KRL sampai produk INKA selesai dan dapat digunakan untuk melayani," ucapnya.

        Adita menjelaskan masa produksi sarana kereta KRL baru oleh INKA membutuhkan waktu 2-3 tahun, sejak sekarang.

        "Sehingga, sarana KRL bukan baru menjadi pilihan yang bijak menurut kami, sembari menunggu proses produksi dari INKA selesai," tuturnya.

        Baca Juga: Tarif Baru KRL Dikhawatirkan Pacu Penggunaan Kendaraan Pribadi

        "Tentu kami dari Kemenhub sangat mendukung pengadaan sarana produksi dalam negeri untuk memajukan industri kita sehingga kami pun sangat mengapresiasi langkah PT KCI yang sudah meneken MoU dengan PT INKA untuk pengadaan ini," ucap Adita menambahkan.

        Berkatian dengan hal tersebut, Adita menegaskan salah satu rekomendasi Kementerian Perhubungan untuk pengadaan sarana KRL bukan baru adalah KCI harus memastikan kelayakan komponen-komponen sarana yang berhubungan langsung dengan keselamatan.

        "Jika nanti sudah diputuskan akan dilakukan pengadaan sarana bukan baru, kami berharap PT KCI pun dapat memperhatikan komponen seperti bogie, roda, kelistrikan, dan pengereman agar dapat diperbaiki atau diganti dengan komponen baru," tuturnya.

        Baca Juga: Banyak Keluhan dari Pengguna Kereta Api, DJKA Akan Bangun Tangga Tambahan di Stasiun Manggarai

        Adita mengingatkan agar pengujian pertama dan penerbitan sertifikat kelayakan operasional harus melalui prosedur dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh DJKA. Ia juga mengimbau sarana bukan baru yang didatangkan dari Jepang nantinya dapat direvitalisasi menggunakan komponen-komponen produksi dalam negeri untuk tetap mendukung industri lokal.

        Untuk diketahui pada tahun 2023, PT KCI harus memensiunkan 10 rangkaian KRL Jabodetabek dan 16 rangkaian di tahun depan. Langkah ini harus dilakukan dilakukan guna memenuhi tingkat keandalan, kenyamanan dan keselamatan yang sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum (SPM).

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rena Laila Wuri
        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: