Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Hakim PN Jakpus yang Putuskan Penundaan Pemilu Wajib Dipecat, Eks Ketua MK Geram: Tidak Profesional dan Tidak Ngerti Hukum

        Hakim PN Jakpus yang Putuskan Penundaan Pemilu Wajib Dipecat, Eks Ketua MK Geram: Tidak Profesional dan Tidak Ngerti Hukum Kredit Foto: Antara/Galih Pradipta
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Ashiddiqie ikut menyoroti putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang menghukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengulang proses Pemilu 2024 dari awal sehingga berpotensi menunda pemilu.

        Ia menilai hakim yang memutus perkara tersebut layak dipecat. Alasannya, sang hakim sudah melakukan kesalahan secara mendasar.

        Baca Juga: PN Jakpus Hukum KPU Ulang Semua Proses Pemilu 2024, Rocky Gerung Tantang Sosok 'Pakde' dari Negeri Wakanda: Berani Kecam Nggak?

        "Tidak profesional dan tidak mengerti hukum pemilu, serta tidak mampu membedakan urusan privat perdata dengan urusan publik," ujar Jimly.

        Pengadilan perdata, menurut dia, harus membatasi diri hanya untuk masalah perdata saja. Sanksi perdata cukup dengan ganti rugi, bukan menunda pemilu yang merupakan kewenangan konstitusional KPU.

        Lebih lanjut, Jimly menjelaskan, kalau pun ada sengketa proses, maka yang berwenang menguji terbatas pada Bawaslu dan PTUN. Sementara jika ada masalah pada hasil, menjadi kewenangan MK.

        "Bukan pengadilan perdata," jelasnya.

        Sementara itu, Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow menilai putusan PN Jakpus berlebihan. Bahkan melebihi kewenangan sebuah pengadilan negeri.

        Baca Juga: Partai Prima Bantah Adanya Intervensi Atas Gugatannya ke PN Jakpus

        "Juga substansi putusan PN Jakarta Pusat bertentangan dengan UUD," ujarnya.

        Seperti diketahui, konstitusi mengatur pelaksanaan Pemilu harus digelar lima tahun sekali. Itu juga berkaitan dengan masa jabatan presiden yang dibatasi 5 tahun.

        "Sehingga, mestinya tak ada kewenangan PN Jakpus untuk melakukan penundaan Pemilu," jelasnya.

        Putusan tersebut, jika diikuti akan mengacaukan tahapan Pemilu yang sudah berjalan. Karena itu, pihaknya mendukung langkah KPU yang melakukan banding.

        Baca Juga: Partai Prima Ungkap Kronologi Gugatan ke PN Jakpus: KPU Melakukan Perbuatan Melawan Hukum!

        Dalam kasus Prima, jika KPU melakukan kesalahan atau pelanggaran, Jeirry menilai cukup hak Partai Prima dalam tahapan verifikasi yang dipulihkan. Tidak perlu semua tahapan ditunda.

        "Bisa repot kita jika banyak putusan seperti ini," terangnya.

        Hal senada disampaikan Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Feri Amsari. Bukan hanya melanggar UUD 1945, dia menilai PN Jakpus sudah jauh melampaui kewenangannya.

        Dengan cara pandang tersebut, ke depan bisa saja semua PN di Indonesia berwenang menggagalkan agenda nasional.

        "Bayangkan itu artinya PN Fakfak, Padang Pariaman, PN Jambi, PN lainnya bisa menunda pemilu yang sifatnya nasional," ujarnya.

        Baca Juga: KPU Harus Laksanakan Putusan PN Jakpus Soal Penundaan Pemilu 2024

        Baginya, cara kerja PN seperti itu berbahaya. Sebab, secara terang pengadilan telah melanggar konstitusi yang mewajibkan pemilu digelar rutin sesuai periodisasi pemerintahan.

        "Ini ancaman bagi kita semua. Demokrasi kita bisa terganggu," jelasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: