International Energy Agency (IEA) Roadmap Net Zero mengungkapkan, emisi karbon dioksida (CO2) secara global dari sektor energi mencapai rekor tertinggi baru yaitu 37 miliar ton (Gt) pada 2022.
Direktur Eksekutif IEA, Fatih Birol mengatakan, angka ini 1% lebih tinggi dibanding level sebelum pandemi, dan akan mencapai puncaknya pada dekade ini.
Baca Juga: Optimalkan Bursa Karbon, MUTU Ajak Pengusaha Lakukan Sertifikasi Emisi Karbon di Indonesia
IEA memproyeksikan bahwa permintaan batu bara, minyak, dan gas alam akan mencapai puncaknya pada dekade ini meskipun tanpa ada kebijakan iklim baru. Meskipun menggembirakan, namun tidak cukup untuk mencapai target iklim 1,5 drajat C.
“Menghilangkan karbon dari atmosfer sangatlah mahal. Kita harus melakukan segala kemungkinan untuk menghentikan penyebarannya,” ujar Birol dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat (29/9/2023).
Birol mengatakan, jalur menuju kenaikan suhu 1,5 drajat celcius telah menyempit dalam dua tahun terakhir, namun teknologi energi ramah lingkungan menjaga peluang itu tetap terbuka.
Menurutnya, dengan momentum internasional yang mendukung peningkatan tiga kali lipat kapasitas energi terbarukan dan dua kali lipat efisiensi energi tahun 2030, hal itu akan menyebabkan penurunan permintaan bahan bakar fosil yang lebih besar.
Baca Juga: Siap Menekan Emisi Karbon, Pertamina Investasi Kapal Lebih Hijau
“KTT iklim COP28 di Dubai juga menjadi peluang penting untuk berkomitmen terhadap ambisi yang lebih kuat dan implementasinya pada tahun-tahun sisa dekade kritis ini,” ujarnya.
Dalam laporan IEA tersebut menunjukan bahwa pada 2035, emisi harus mengalami penurunan sebesar 80% di negara-negara maju, dan 60% di negara berkembang dibandingkan dengan tingkat emisi pada 2022.
Hal yang juga penting, hampir semua negara harus memajukan target tanggal net-zero mereka. Dalam hal ini, termasuk Indonesia yang menargetkan net-zero emission pada 2060.
Baca Juga: Empat Faktor Ini Pendorong Utama Penurunan Emisi Sektor Logistik Kelautan
Laporan IEA juga menyebutkan, mengurangi emisi metana dari sektor energi sebesar 75% pada 2030 merupakan salah satu peluang berbiaya rendah untuk membatasi pemanasan global dalam waktu dekat.
Pengurangan besar-besaran pada emisi CO2 dan metana di sektor energi sangat penting untuk mencapai target 1,5 drajat celcius. Tanpa upaya untuk mengurangi emisi metana dari pasokan bahan bakar fosil, emisi CO2 sektor energi global harus mencapai net-zero sekitar tahun 2045.
“Mengurangi emisi metana dari operasi minyak dan gas alam sebesar 75% menghabiskan pengeluaran kumulatif sekitar US$ 75 miliar hingga 2030, setara dengan hanya 2% pendapatan bersih yang diterima industri migas tahun 2022. Sebagian besar pengurangan ini akan disertai dengan penghematan biaya bersih melalui penjualan metana yang ditangkap,” tulis laporan tersebut.
Meskipun teknologi Carbon Capture, Utilizaton and Storage (CCUS), hidrogen, dan bioenergi berkelanjutan sangat penting, diperlukan percepatan pada tahun 2030.
Baca Juga: PIS Sebut Penurunan Emisi Baru Turun Signifikan Setelah 2040
“Perlu di ingat bahwa dalam sejarah penggunaan teknologi CCUS sebagian besar penggunaannya tercatat berkinerja buruk,” ucapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: