- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
IEA: Kebijakan Ketat Jadi Kunci Ditekannya Investasi Sektor Energi Fosil
International Energy Agency (IEA) Kembali merilis laporan Roadmap Net Zero yang menekankan bahwa dunia tidak perlu berinvestasi di PLTU batu bara baru, serta sektor migas.
Dimana, menurut IEA, kebijakan yang ketat dan efektif dalam Skenario Net Zero Emissions dapat memicu penerapan energi ramah lingkungan dan mengurangi permintaan bahan bakar fosil lebih dari 25% pada 2030 dan 80% tahun 2050.
Baca Juga: UMKM Diberi Peluang, Apindo Puji Kebijakan Pemerintah Jokowi Soal Perdagangan Elektronik
Direktur Eksekutif IEA, Fatih Birol mengatakan, data global mencatatkan rekor berinvestasi sebesar USD 1,8 triliun atau Rp 29 kuadriliun untuk energi bersih pada tahun 2023.
“Angka ini harus meningkat menjadi sekitar USD 4,5 triliun atau hampir Rp 70 kuadriliun per tahun pada awal tahun 2030 agar sejalan dengan jalur target IEA,” ujar Birol dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat (29/9/2023).
Permintaan batu bara turun dari sekitar 5.800 juta ton setara batu bara (Mtce) pada 2022 menjadi 3.250 Mtce pada 2030 dan sekitar 500 Mtce tahun 2050. Minyak turun dari 100 juta barel per hari menjadi 77 juta barel per hari 2030 dan 24 barel per hari tahun 2050.
Sementara permintaan gas turun dari 4.150 miliar meter kubik (bcm)pada 2022 menjadi 3.400 bcm tahun 2030 dan 900 bcm tahun 2050.
Baca Juga: 78 Tahun Hari Pertambangan dan Energi, MIND ID Terus Perkuat Hilirisasi di Indonesia
“Tidak diperlukan proyek hulu migas baru dengan jangka waktu lama dalam Skenario NZE, begitu pula dengan tambang batu bara baru, perluasan tambang atau PLTU batu bara baru yang tidak ada hentinya,” ujarnya.
Head of Policy and Projects Global Wind Energy Council (GWEC), Joyce Lee mengatakan, laporan IEA ini muncul setelah koalisi lebih dari 250 organisasi yang mewakili nilai pasar lebih dari US$ 12 triliun bersama-sama menyerukan para pemimpin dunia untuk mendukung target peningkatan tiga kali kapasitas energi terbarukan.
“Energi angin dan surya akan menjadi tulang punggung dekarbonisasi perekonomian global dan telah berkontribusi sebanyak 90% dari seluruh kapasitas ET yang terpasang tahun 2022,” ujar Joyce.
Sementara itu, Lead – Climate & Renewable Energy Finance IEEFA Ramnath Iyer mengatakan, seperti yang disoroti dalam laporan IEA, energi terbarukan, khususnya tenaga surya dan angin, telah dipahami dengan baik, dapat diakses secara luas, dan dapat diterapkan dengan cepat.
Baca Juga: Kinerja Terus Meningkat, Pertamina Hulu Energi Terapkan Strategi Sinergi Operasi
“Karena itu, sangat penting bagi negara-negara, terutama negara berkembang di Asia, untuk meningkatkan ambisi mereka dalam mengintegrasikan energi terbarukan ke dalam sistem ketenagalistrikan, dengan mengurangi hambatan yang terkait perizinan dan meningkatkan investasi pada infrastruktur jaringan listrik, seperti yang ditekankan dalam laporan tersebut,” ujarnya Ramnath.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: