Wakil Ketua Komisi VII, Eddy Soeparno, mengatakan Indonesia ditargetkan menjadi negara maju pada tahun 2045 nanti. Untuk mencapai target negara maju tersebut, dia mengungkapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia harus berada di angka 7 – 8% per tahun.
"Artinya apa? Pertumbuhan ekonomi tinggi ini menuntut kita mendapatkan sumber energi yang besar juga. Tapi sumber energi yang besar itu harus kita dapatkan dengan memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan hidup, kaidah-kaidah kehijau, kaidah-kaidah energi terbarukan," kata Eddy dalam detikcom Leaders Forum 'Masa Depan Energi RI, Jaga Ketahanan demi Kedaulatan' di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Rabu (11/9/2024).
Akan tetapi, dia menyayangkan hingga saat ini Indonesia masih mengalami defisit energi yang memaksa pemerintah untuk melakukan impor minyak dan gas. Kebutuhan energi sepanjang 2024 ini, kata dia, dipasok oleh pemerintah dengan cara mengimpor 8 juta kiloliter LPG dengan anggaran sekitar Rp93 triliun.
"Saat ini kita sedang mengalami defisit energi, yang mana defisit itu harus dipenuhi melalui impor mulai dari minyak, kemudian LPG tadi disampaikan. Impor kita LPG dari tahun ke tahun meningkat, kenapa saya tahu, karena kita (DPR) setiap tahun tuh ngetok anggarannya," ucap Eddy.
Untuk mengatasi hal tersebut, Eddy mengungkapkan jika DPR RI khususnya Komisi VII sedang mempersiapkan berbagai aturan yang nantinya dapat membantu meningkatkan produksi energi hingga pengembangan energi baru terbarukan.
Salah satunya yakni Rancangan Peraturan Pemerintah Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN) yang akan menjadi acuan penetapan aturan terkait kebijakan energi nasional ke depannya. Di sisi lain, pihaknya juga merumuskan aturan terkait pengembangan energi terbarukan.
"Nah itu sudah ditentukan sehingga nanti kebijakan-kebijakan energi nasional ke depannya termasuk rencana umum ketenagalistrikan, itu nanti juga akan lahir dari PP KEN yang akan disahkan dalam waktu dekat," ucap Eddy.
Melalui sumber-sumber energi terbarukan ini, ungkapnya, pengguna energi fosil seperti minyak dan gas bakal berkurang lantaran berpindah ke energi terbarukan. Kondisi ini secara umum tentu dapat mengurangi jumlah impor energi yang dibutuhkan.
"Yang tadinya impor, karena sudah ada sumber yang bisa kita manfaatkan, sumber-sumber apakah itu geotermal, apakah itu angin, apakah itu kemudian solar (panel surya), itu kita manfaatkan kita tak perlu lagi impor," terangnya.
Selain itu, dirinya menyebut saat ini DPR juga berencana untuk merevisi UU Migas. Menurutnya, melalui revisi ini dapat meningkatkan nilai investasi di sisi hulu migas.
Dirinya juga mengungkapkan bahwa para investor di hulu migas tidaklah memiliki banyak uang karena mereka dilarang untuk melakukan investasi di sektor fosil kalau tidak diimbangi dengan sektor energi terbarukan.
"Jadi sekarang yang namanya Chevron, Total, dan lain2 itu bukan oil gas company lagi, mereka adalah energi company. Yang diutamakan, dikedepankan selalu adalah energi terbarukannya, bukan masalah migasnya," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: