Hadirnya teknologi blockchain sebagai bentuk teknologi pencatatan paling mutakhir terus menyita perhatian. Pertama kali dimanfaatkan sebagai ekosistem dasar pengembangan mata uang digital (cryptocurrency), kini berbagai industri juga mulai melirik penggunaannya untuk menjawab berbagai permasalahan yang ada selama ini. Salah satunya di industri pasar modal nasional yang disebut juga telah mulai membicarakan kemungkinan diterapkannya teknologi blockchain dalam sistem transaksidi lantai perdagangan.
“Self Regulatory Organization (SRO) saya pikir sudah banyak membicarakan soal pemanfaatan blockchain ke depan. Misal untuk digital signature, soal sistem penyelesaian transaksi, penyimpanan data dan sebagainya. Kami sudah bicarakan itu,” ujar Komisaris Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Rahmat Waluyanto, di Jakarta, Jumat (8/3).
Baca Juga: Benarkah Tenaga Ahli Blockchain di Indonesia Masih Terbatas?
SRO berisikan tiga serangkai regulator pasar modal Indonesia, meliputi PT Bursa Eefek Indonesia (BEI), PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI).
Nantinya, menurut Rahmat, upaya pemanfaatan teknologi blockchain itu akan dilakukan secara gradual dengan mempertimbangkan sedikitnya tiga hal, yaitu kesiapan sistemnya, ketersediaan perangkat penunjangnya dan terakhir adalah ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang bakal menghandle operasionalnya sehari-hari.
Selain itu, satu hal yang menjadi bahasan SRO tingkat kebutuhan dan kesesuaian antara sistem yang bakal diterapkan dengan alur transaksi yang terjadi di lapangan.
Baca Juga: Platform Blockchain Ini Siap Fasilitasi Jutaan UMKM Indonesia
“Kami pilah-pilih mana-mana saja bagian dari industri ini yang membutuhkan (teknologi blockchain). Basisnya tentu dari kebutuhan dan goal utamanya adalah untuk meningkatkan kinerja industri pasar modal Indonesia secara keseluruhan,” tutur Rahmat.
Sementara untuk potensi gangguan (disruption) yang bakal muncul dari pengimplementasian blockchain, Rahmat menampiknya. Menurutnya yang akan terjadi lebih pada penyesuaian dan perubahan bentuk atau pola transaksi yang ada di lapangan, dan bukan gelombang disruption.
“Nggak lah. Saya kira nggak ada disruption ya. Justru dengan blockchain jadi ada potensi peningkatan efisiensi, sekuritisasi, simplifikasi transaksi dan lain-lain, yang ujungnya adalah nasabah lebih nyaman dan aman dalam bertransaksi. Sedang peta besarnya adalah untuk mendukung agar industri ini bisa tumbuh lebih maksimal lagi,” tegas Rahmat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Taufan Sukma
Editor: Clara Aprilia Sukandar
Tag Terkait: