Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mengenali dan Mengantisipasi Psychological Contract Breach

Mengenali dan Mengantisipasi Psychological Contract Breach Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Di dalam hubungan kerja antara pemberi kerja dengan pekerja terdapat kontrak atau perjanjian kerja tertulis dan terdapat prosedur serta dokumen dan pernyataan formal dari manajemen. Pada saat mengajukan lamaran kerja dan menjalani proses rekrutmen, seseorang calon pekerja telah memiliki suatu harapan dan kebutuhan terhadap pemberi kerja.

Harapan dan kebutuhan tersebut dapat beraneka rupa seperti keinginan memperoleh perbaikan pendapatan, memperoleh lingkungan kerja yang lebih baik, memperoleh tantangan yang lebih dari sebelumnya, dan memperoleh kenaikan karier atau jalur karier yang lebih terbuka.

Harapan tersebut muncul karena adanya iming-iming yang diluncurkan organisasi kepada kandidat atau adanya pemberitaan media dan publikasi yang banyak menceritakan kegemilangan organisasi tersebut. Harapan tersebut bisa menjadi suatu keyakinan melihat postur profil dan reputasi organisasi.

Baca Juga: Keinginan Milenial dalam Pekerjaan: Sebatas Keuntungan dan Tujuan

Saat memulai bekerja di tempat kerjanya setiap pekerja yang masuk ke organisasi akan mempelajari setiap dokumen formal, pernyataan resmi tertulis atau lisan dari manajemen (termasuk atasan kerjanya), prosedur bahkan kebiasaan yang berjalan di organisasi, dan yang terpenting mempelajari informasi yang berkembang dari grup informal, dan mempelajari politik organisasional serta bagaimana budaya organisasi dipraktikkan.

Sejalan dengan waktu, apa yang ditentukan dan diharapkan pada saat pekerja memulai harinya akan mengalami perubahan seiring dengan interaksi sosialnya di dalam grup dan organisasi. Perubahan tersebut dapat stabil atau meningkat. Hal ini tentu menggembirakan karena dapat meningkatkan kepuasan kerja, keterlibatan dan keterikatan kerja. Namun faktanya, perilaku positif yang diharapkan itu tidak selalu dihasilkan.

Ketidaksesuaian antara ekspektasi yang ditentukan dan bayangan citra organisasi yang dipersepsikan pada saat mulai bekerja dan/atau sepanjang pekerja bekerja dengan yang diterima di organisasi disebut konsep psychological contract breach (PCB).

PCB ini banyak terjadi dan menjadi risiko laten. PCB ini terjadi karena ada pertukaran sosial yang resiprokal antara pemberi kerja atau atasan dengan pekerja atau bawahannya. PCB ini bisa memberi dampak buruk kepada organisasi seperti pembalasan atau pengkhianatan, paling tidak pekerja mempertimbangkan untuk meninggalkan organisasi atau benar-benar hengkang dari organisasi.

Baca Juga: Dear Pelamar Kerja, Begini Cara Bikin CV Biar Lulus Tes AI

PCB ini harus dilihat dari sudut pandang pekerja bukan dari pemberi kerja karena pekerja merasakan bahkan meyakini (memiliki kognisi) bahwa organisasi gagal memenuhi pernyataan atau janjinya pada kontrak psikologis. PCB dapat terjadi pada saat pekerja baru melakukan komparasi antara fakta yang ia rasakan dengan bayangan dan ekspektasi pada masa-masa ia memulai pekerjaannya.

Setiap pekerja tentu saja berbeda-beda tingkat PCB-nya. Mungkin saja ada yang tidak merasakan PCB. Mungkin juga ada yang mengikhlaskan atau tidak berdaya mengalami PCB.

Morrison & Robinson (1997) membedakan psychological contract breach dan psychological contract violation sebagai dua konsep yang berbeda. Morrison & Robinson menggunakan kata atau istilah violation untuk menunjuk kondisi afektif dan perasaan emosional sebagai akibat pekerja memiliki persepsi atau bahkan keyakinan bahwa organisasi gagal memenuhi kontrak psikologis secara memadai, sedangkan kata atau istilah breach berkaitan dengan kognitif ketika pikiran dan perasaan pegawai menemui ketidaksesuaian atau wanprestasi organisasi pada kontrak psikologis.Ini berarti PCB adalah kondisi awal yang dapat tumbuh menjadi psychological contract violation.

Yang harus dipahami tentang PCB adalah batasan kontrak psikologis. Menurut Denise Rousseau (1989), kontrak psikologis mewakili kepercayaan, persepsi, dan kewajiban informal antara pemberi kerja dan pekerjanya. Ini berarti organisasi seharusnya sudah memenuhi kewajiban formalnya atas kontribusi yang telah diberikan pekerja.

Konsep PCB dan kontrak psikologis walaupun memiliki akar yang sama pada grand theory yaitu equity theory, namun keduanya tidak sama. PCB dan kontrak psikologis berkenaan dengan harapan atau ekspektasi pekerja sedangkan equity berkenaan dengan kewajaran atau keadilan yang diterima pekerja dari pemberi kerja atau atasan.

Baca Juga: 4 Sektor Ini Banyak Pecat Karyawan Akibat Disrupsi Teknologi

Harapan atau ekspektasi menyangkut apa yang ingin diantisipasi yang akan diterima pekerja dari organisasinya. Janji adalah pernyataan tertulis atau lisan atau yang diisyaratkan oleh pemberi kerja yang menjadi kontrak piskologis yang melibatkan kepercayaan, hubungan sosial, dan kewajiban resiprokal kedua pihak. Equity berasal dari kewajaran dan keadilan dalam interaksi sosial dan standar prosedural ketika mengalokasikan dan menetapkan reward dan punishment.

Pertanyaan utama pada PCB adalah apakah manajemen organisasi khususnya yang menjalankan fungsi sumber daya manusia telah memahami PCB dan mengenali adanya PCB di dalam organisasinya serta mengantisipasi PCB jika terjadi? Konsep PCB ini mungkin belum dikenali atau diabaikan oleh manajemen. Bagi auditor internal, bisa jadi PCB menjadi salah satu akar penyebab suatu temuan. Akar penyebab yang sangat jarang dieksplorasi dan dibahas.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: