Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perang di Teluk Persia Akan Sebabkan Minyak Lewati US$325 Per Barel

Perang di Teluk Persia Akan Sebabkan Minyak Lewati US$325 Per Barel FILE PHOTO: Sebuah gas suar pada platform produksi minyak di ladang minyak Soroush terlihat bersama bendera Iran di Teluk Persia, Iran, 25 Juli 2005. | Kredit Foto: Reuters/Raheb Homavandi/File Photo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketika ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat mencapai titik puncaknya, sudah saatnya untuk melihat bagaimana perang di kawasan itu akan berdampak pada harga minyak.

Kemungkinan Iran berusaha untuk menutup Selat Hormuz dalam upaya meningkatkan lalu lintas kapal tanker yang telah meningkat secara signifikan dalam beberapa pekan terakhir, seperti halnya kemungkinan Perang Teluk Persia, terutama dengan penghancuran pesawat pengintai AS yang disengaja oleh Republik Islam pada 20 Juni.

Sebagaimana dilansir dari laman rt.com, tindakan ini memberikan pengaruh pada ancaman Teheran bahwa hal itu akan menimbulkan banyak korban pada sekutu AS di wilayah tersebut jika diserang oleh pasukan Amerika dan tidak akan membiarkan negara-negara yang serupa ini mengekspor minyak mereka jika tidak bisa mengekspor sendiri.

Baca Juga: AS Akan Jatuhkan Sanksi ke Negara Manapun yang Impor Minyak Iran

Kenangan itu masih sangat segar di Iran mengenai embargo minyak 1951-1953 yang menggulingkan pemerintahan Perdana Menteri Mohammed Mossadegh yang terpilih secara demokratis, dan CIA memasang penguasa yang lalim, Mohammad Reza Pahlavi, yang disebut Shah Iran sebagai gantinya.

Hal ini berdampak pada pasar minyak karena penutupan Selat Hormuz di Iran akan sangat besar.

Tiga skenario

Dampak penutupan Selat Hormuz pada harga minyak mentah dunia jelas bergantung pada jumlah minyak yang disimpan di pasar dunia setiap hari dan lamanya gangguan. Berdasarkan diskusi pada bagian sebelumnya, ada dua skenario yang berhubungan langsung dengan Selat Hormuz, dan skenario yang ketiga mencakup Perang Teluk Persia.

Dalam skenario optimis, di mana Selat Hormuz hanya ditutup untuk lalu lintas komersial selama beberapa hari, hal ini berdampak pada pasokan minyak global yang akan relatif kecil, tetapi kita masih akan melihat lonjakan singkat di atas US$100 per barel karena ketidakpastian awal seputar bagaimana hasilnya. Harga minyak mentah kemudian dengan cepat akan turun kembali ke level sebelum krisis.

Aliran minyak mentah dan produk minyak bumi 20,7 juta barel per hari akan dibatasi jika Selat Hormuz ditutup sepenuhnya, tetapi hal ini akan dimitigasi oleh hampir 4 juta barel per hari minyak mentah yang dikirim dengan kapasitas pipa cadangan saat ini di seluruh Arab Saudi untuk fasilitas ekspor Laut Merah dan pipa minyak mentah Abu Dhabi melewati Selat Hormuz.

Selain itu, Arab Saudi telah menyimpan sejumlah kecil minyak mentah pada sejumlah fasilitas penyimpanan di seluruh dunia, termasuk Rotterdam di Eropa, Okinawa dan China di Asia, serta Pantai Teluk AS.

Baca Juga: AS Jatuhkan Sanksi Terhadap 34 Kapal Minyak Venezuela

Di bawah skenario pesimistis, sistem tanggap darurat minyak bumi akan dikenai pajak secara maksimal dalam dua bulan pertama terjadinya krisis, dengan asumsi Selat Hormuz sepenuhnya ditutup selama 45 hari pertama, serta dimulainya kembali garis lurus dalam lalu lintas kapal tanker minyak selama 45 hari ke depan, yang mengarah pada harga minyak mentah yang tinggi secara historis dengan dasar penyesuaian inflasi untuk periode yang diperpanjang.

Cadangan minyak strategis global akan lebih dari cukup untuk menutupi kekurangan secara keseluruhan, dengan 40% dari total 1,9 miliar barel sisa pascakrisis, tetapi tingkat penarikan harian dari cadangan strategis akan menimbulkan tantangan.

Studi sebelumnya menunjukkan bahwa maksimum 14,4 juta barel per hari minyak mentah dan produk dapat dilepaskan dari cadangan negara anggota Badan Energi Internasional (IEA) di bulan pertama dan sekitar 12,5 juta barel per hari di bulan kedua, dibandingkan dengan gangguan dari 16,9 juta barel per hari dan 15,5 juta barel per hari, masing-masing, berdasarkan asumsi.

China dan India sekarang menyumbang sekitar seperlima dari cadangan strategis global, dan pelepasan dari cadangan mereka akan berkontribusi pada upaya IEA. Sedangkan inventaris komersial di seluruh dunia sekarang cenderung berjalan berdasarkan waktu yang tepat.

Berdasarkan studi pada April 2018 yang berbasis di Riyadh oleh Pusat Penelitian dan Penelitian Raja Abdullah Petroleum (KAPSARC), dunia tanpa kapasitas cadangan minyak mentah, pada dasarnya akan menjadi kasus ketika Selat Hormuz ditutup.

Harga minyak bisa melonjak di atas US$325 per barel pada puncak Krisis Libya pada Juni 2011. Demi menjaga skala prioritas, hanya 60 juta barel dilepaskan dari stok negara IEA selama krisis tersebut.

Baca Juga: Iran Mau Berunding dengan AS, Tapi Ada Syaratnya

Akhirnya, dalam skenario kiamat, di mana ada kerusakan signifikan pada infrastruktur produksi dan ekspor minyak Teluk Persia serta penutupan Selat Hormuz selama tiga bulan, harga minyak mentah akan meroket ke langit. Harga tidak akan jatuh kembali sampai ekonomi global runtuh ke dalam resesi yang dalam.

Sebuah pukulan langsung terhadap fasilitas pemrosesan minyak Saudi Aramco di Abqaiq saja dapat merampas pasar dunia sebesar 7 juta barel per hari selama satu tahun atau lebih saat pabrik diperbaiki.

Dampak dari peristiwa ini maupun kerugian produksi Teluk Persia lainnya dapat dikurangi dengan 40% cadangan strategis dunia yang tersisa, serta 200 juta barel per hari minyak mentah yang dimiliki Arab Saudi sebagai cadangan di dalam negeri dengan asumsi fasilitas ekspor Saudi tetap pada posisi yang relatif utuh.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: