Pemerintah merencanakan tiga strategi makro fiskal dalam penyusunan Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) untuk tahun anggaran 2020. Ketiga strategi itu meliputi mobilisasi pendapatan untuk pelebaran ruang fiskal, kebijakan belanja yang lebih baik, dan pembiayaan kreatif.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Suahasil Nazara mengatakan, KEM dan PPKF merupakan rencana kebijakan ekonomi makro dan kebijakan fiskal yang akan dilaksanakan pada tahun berikutnya untuk mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan.
"Kami telah merencanakan tiga strategi makro fiskal dalam penyusunan KEM PPKF 2020," kata Suahasil di Jakarta, Jumat (19/7/2019).
Terkait strategi pertama, yaitu mobilisasi pendapatan, pemerintah akan melakukan pengumpulan pajak dan nonpajak seperti dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan penerimaan dari cukai dan kepabeanan.
Baca Juga: Defisit APBN Melebar, Kinerja Apa yang Memble?
"Penerimaan negara dari mana? Paling nomor satu adalah dari penerimaan pajak, kepabeanan (cukai) dan PNBP," jelas dia.
Menurut dia, pemerintah berusaha agar penerimaan negara sebagai salah satu sumber pendanaan pembangunan pembangunan dapat dikumpulkan dengan optimal, namun tetap memperhatikan keberlangsungan dunia usaha.
"Karena itu kebijakan perpajakan dalam KEM-PPKF 2020 diarahkan untuk peningkatan investasi dan daya saing ekspor. Selain itu, perpajakan juga memberikan insentif pada perusahaan yang memberikan pelatihan vokasi dan melakukan penelitian dan pengembangan (R&D)," tambahnya.
Karena itu, lanjutnya, reformasi perpajakan terus dilakukan dengan reformasi regulasi dan administrasi untuk meningkatkan basis pajak dan tingkat kepatuhan wajib pajak (WP).
Strategi kedua, yaitu kebijakan belanja yang lebih baik. Dalam hal ini, kata dia, pemerintah akan terus berusaha meningkatkan kualitas belanja agar efektif dan efisien untuk mendukung program prioritas pembangunan.
Langkah-langkah yang ditempuh adalah tidak hanya shifting dari belanja yang konsumtif ke belanja yang produktif, tetapi juga penghematan belanja barang, penguatan belanja modal, reformasi belanja pegawai, sinergi belanja bantuan sosial (bansos), dan subsidi perlindungan sosial dan peningkatan kualitas desentralisasi fiskal.
Pada strategi ketiga, yaitu pembiayaan kreatif, pemerintah berusaha tidak bergantung pada instrumen pembiayaan tertentu untuk membiayai defisit. Beberapa di antaranya memberdayakan peran swasta dalam pembangunan melalui kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), mendorong penerbitan instrumen pembiayaan kreatif lainnya terkait isu sustainable development goals (SDGs), seperti green bond dan green sukuk.
Baca Juga: Guna Tekan Pelemahan Rupiah, Kebijakan Fiskal Diminta Segera Direalisasikan
"Berutang tapi inovatif. Ada investor yang mau beli surat utang kita karena kita menjalankan SDGs. Ada juga investor yang mau karena kita melakukan green investment, menjaga lingkungan atau green financing. Ada lagi blue financing terkait menjaga laut," jelasnya.
Namun, lanjutnya, segala pembiayaan akan dilakukan dengan hati-hati (prudent), memperhatikan defisit dan rasio utang dalam batas aman sekaligus menjaga keseimbangan primer yang positif.
"Mau pakai green, blue (pembiayaan) atau tidak punya warna, utang kita jaga, jangan sampai kebablasan. Itulah kita punya beberapa rasio termasuk debt to GDP ratio (rasio utang). Dalam konteks APBN, dikomunikasikan secara politik ke DPR dan media karena langsung dibaca masyarakat. Kita sampaikan utangnya, kita buat, angkanya hasil persetujuan (DPR) dalam bentuk Undang-Undang, kemudian pengelolaannya kita jaga," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: