Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Produk Belum Laku di Pasaran, Bangun Customer Experience Bisa Dijajal

Produk Belum Laku di Pasaran, Bangun Customer Experience Bisa Dijajal Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Setelah menjalani proses yang panjang untuk menciptakan sebuah produk, pada akhirnya pemasaran menjadi ujung tombak dalam proses bisnis. Namun, untuk menjual produk, baik barang maupun jasa, terkadang bukan perkara mudah. Meskipun marketing dan advertising sudah dilakukan, sebuah produk terkadang masih belum laku di pasaran.

Ketika itu terjadi, perusahaan dapat melakukan salah satu strategi pemasaran, yakni membangun pengalaman pelanggan (customer experience/CX). Pengalaman menjadi tahap utama untuk merebut hati pelanggan. Pada tahap ini pelanggan tidak sekadar memperoleh informasi maupun janji-janji seperti dalam iklan, tapi mereka merasakan dan mengalami sendiri keterlibatan dengan produk.

Daniel Hagmeijer, Managing Director Mirum Indonesia, menjelaskan, berbeda dengan marketing dan advertising, CX adalah bagaimana membantu seseorang untuk membeli sebuah produk. Sementara marketing dan advertising hanya untuk membangun perspektif pelanggan terhadap brand.

Baca Juga: Pentingnya Pengelolaan Customer Experience dalam Industri 4.0

Namun, ketika perpektif yang diharapkan perusahaan terhadap pelanggan jauh berbeda, hal itu tidak akan memengaruhi pelanggan untuk membeli sebuah produk. Karena, misalnya ketika seseorang datang ke sebuah supermarket dan dihadapkan dengan 50 macam produk susu, seorang pembeli akan tetap kebingungan membeli produk mana yang cocok untuk anaknya.

"Jadi, yang harus dilakukan adalah membuat panduan memilih produk, bukan hanya mengatakan susu mereka hebat, itu sudah beda mindset, customer menginginkan pengalaman yang lebih baik," ujar Daniel.

Mirun sendiri sebagai perusahaan bagian dari Wunderman Thompson, yang fokus pada brand strategy, communications design, customer experience design, dan design-led innovation, saat ini memiliki tiga hal, yakni kreativitas, data, dan teknologi untuk membuat solusi bagi perusahaan yang membutuhkan. Layanan yang diberikan mulai dari orang yang belum tahu tentang produk, layanan baru, sampai kampanye iklan.

"Kami ada full spectrum untuk membuat solusi, misal awalnya orang enggak tahu tentang produk, orang enggak mau beli produk, sampai orang enggak suka soal produk. Jadi, kami menggunakan kreativitas, data, dan teknologi untuk membuat solusi," imbuh Daniel.

Daniel mencontohkan, untuk produk susu anak Dancow, Mirum membuat program Dancow Parenting Center, yang membuat orangtua lebih tenang ketika mengunjungi website. Karena pada dasarnya orangtua kesulitan mencari solusi untuk produk terbaik.

Contoh lainnya, yang bisa menerapkan CX adalah produk smartwatch. Selama ini, menurutnya, orang tidak tahu apa fungsi dari produk tersebut. Jadi, solusinya adalah bagaimana membuat store experience fokus untuk memajang produk, dan menjelaskan produk tersebut bisa digunakan untuk keperluan hiking atau berenang.

Selain itu, Mirum juga bisa mendesain produk baru untuk perusahaan. Sebagai contoh, produk keuangan wealth management untuk kelas menengah, selama ini produk ini hanya diperuntukkan untuk golongan orang kaya. Setelah tercipta produk tersebut, kemudian dibangun awareness agar konsumen menengah itu mau bergabung.

Belum lama ini, Mirum digandeng aplikasi musik asal Swedia, Spotify untuk mendesain produk baru, Spotify Lite. Produk tersebut dibuat untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi masyarakat di sejumlah daerah terpencil di Indonesia yang masih mengalami kesulitan sinyal. Ada kebiasaan pula dari masyarakat di daerah terpencil itu, yang mengunduh musik saat ada sinyal untuk didengarkan kemudian.

"Dan ternyata mereka juga tidak peduli dengan kualitas audio dari musik yang didengarkan, jadi Spotify Lite hadir untuk masalah itu," jelas Daniel.

Menurut Daniel, hampir semua industri dapat menggunakan strategi pemasaran CX. Termasuk di sektor jasa keuangan. Telebih lagi permasalah di industri ini ternyata ada kebiasaan yang berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah yang lain, bahkan antara satu orang dengan yang lain, memiliki kebiasaan berbeda dalam menggunakan uang.

Artinya, sebuah produk harus didesain sesuai dengan segmen yang disasar. Sebab ketika produk didesain secara generik, hasilnya tidak akan memorable. Jadi, kembali ke branding, hal itu sudah tidak efektif lagi, harus ada experience-nya, dan kalau experience-nya generik, hasilnya tidak akan menggembirakan.

"Jadi, harus dilihat kebutuhan orang yang berbeda untuk mendesain experience yang bagus," jelas Daniel.

Baca Juga: Sephora Tawarkan Customer Experience Mewah

Daniel juga mengatakan, untuk membangun CX di era digital ini, data juga sangat menentukan. Ada tiga tipe data yang sangat penting, yakni data kualitatif, data kuantitatif, dan behavior data. Di era digital ini, behavior data adalah bagaimana kebiasaan orang di dunia online bisa dikirim menjadi CX yang lebih baik.

Salah satu contoh di Dancow Parenting Center, misalnya seseorang mengklik informasi untuk anak 1-3 tahun, saat itu belum diketahui orang itu laki-laki atau perempuan, tapi dipastikan dia memiliki anak berusia 1-3 tahun.

Setelah itu, mereka melihat artikel tentang anak yang susah makan sayur, berarti seseorang itu mempunyai anak umur 1-3 tahun yang susah makan sayur. Dan kalau browsing lebih banyak lagi, maka bisa diketahui lebih banyak lagi dan seterusnya.

"Jadi, bisa bikin personalistic experience untuk orang-orang yang berbeda, agar experience lebih baik, dan juga bisa target advertising yang lebih relevan," tutup Daniel.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: