Pemerintah Malaysia telah melakukan penutupan operasional perkebunan kelapa sawit di enam distrik di negara bagian seiring dengan langkah lockdown yang diambil pemerintah tersebut sejak 18 Maret 2020 dan direncanakan akan berakhir pada 14 April 2020 mendatang.
Keputusan tersebut diambil setelah sejumlah pekerja di enam distrik dengan lahan perkebunan kelapa sawit seluas 1,54 juta hektare tersebut dinyatakan positif terinfeksi Covid-19. Kebijakan lockdown yang diambil pemerintah Malaysia untuk seluruh negara bagian khususnya di perkebunan kelapa sawit tersebut diperkirakan akan berdampak pada produksi dan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di negeri Jiran itu.
Baca Juga: Tolong Dicatat! Kelapa Sawit Bukan Penyebab Utama Deforestasi!
Dengan kondisi tersebut, sebenarnya Indonesia berpeluang untuk merebut pasar ekspor CPO dan produk turunannya dari Malaysia. Namun ternyata, Indonesia diperkirakan belum mampu untuk serta merta merebut pasar ekspor Malaysia tersebut meskipun telah menyandang status sebagai raja CPO dunia.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Fadhil Hasan, berkata, "Indonesia belum bisa memanfaatkan momentum tersebut. Peluang Indonesia terbatas karena permintaan memang lemah di pasar utama seperti India dan China. Memang permintaan pangan besar, tetapi tidak banyak tumbuh. Selain itu, permintaan biodiesel tak bisa terkerek karena harga minyak dunia sedang rendah."
Namun di sisi lain, Fadhil memperkirakan bahwa serapan minyak sawit dalam negeri berpeluang tergenjot akibat adanya tren peningkatan permintaan produk-produk kebersihan yang memang menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku.
Data Gapki mencatat, ekspor sawit Indonesia pada Januari 2020 mengalami penurunan cukup besar dibandingkan Desember 2019, yakni dari 3,72 juta ton menjadi 2,39 juta ton. Penurunan ekspor terjadi pada CPO, minyak inti sawit (palm kernel oil/PKO), dan biodiesel, sedangkan ekspor oleokimia naik sebesar 22,9 persen. Penurunan ekspor terjadi hampir ke semua negara tujuan yaitu ke China turun 381.000 ton, Uni Eropa turun 188.000 ton ribu ton, India turun 141.000 ton, dan Amerika Serikat turun 129.000 ribu ton.
Gapki memperkirakan bahwa penurunan ekspor yang cukup drastis selama Januari dipengaruhi oleh masih tersedianya stok di negara-negara importir utama. Selain itu, para importir pun diperkirakan tengah menunggu respons pasar terhadap program B30 yang diterapkan Indonesia.
Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Derom Bangun, mengonfirmasi pelemahan ekspor sawit ke sejumlah negara tujuan utama. Untuk India misalnya, impor CPO dan PKO sepanjang Maret 2020 tercatat mengalami penurunan hingga 38 persen dibandingkan dengan Maret 2019. Derom juga menambahkan, "Sumber saya di India mengatakan bahwa pada bulan April 2020, diestimasi impor CPO dan PKO akan turun lagi dari yang bulan Maret."
Terkait dengan pasokan dari Malaysia yang disebut berpotensi terganggu akibat penutupan perkebunan, Derom menilai hal tersebut tak akan banyak berpengaruh terhadap ekspor negara tersebut mengingat masih ada stok yang tersedia untuk pengiriman. Di sisi lain, sejauh ini Malaysia pun tak melakukan pengiriman ke India untuk sejumlah produk turunan.
"India memang tidak mengimpor dari Malaysia, terutama karena adanya pembatasan dari pemerintah Malaysia untuk impor olein. Jadi yang lebih menentukan saat ini adalah permintaan dari negara-negara pengimpor yang menurun drastis," ujar Derom.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum