Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bak Lokomotif, Industri Sawit Bersifat Inklusif!

Bak Lokomotif, Industri Sawit Bersifat Inklusif! Kredit Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ibarat suatu rangkaian kereta api, industri sawit telah menjelma menjadi lokomotif yang mampu menarik sektor-sektor perekonomian di belakangnya seperti sektor jasa keuangan, jasa perdagangan, jasa transportasi, dan lain sebagainya. Tarikan ekonomi yang dihasilkan oleh industri sawit mampu menghasilkan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia.

Bahkan, industri sawit Indonesia juga mampu menggerakkan perekonomian negara lain melalui ekspor untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dunia. Hal ini menunjukkan bahwa industri sawit adalah salah satu sektor ekonomi yang bersifat inklusif.

Baca Juga: Warbiasa! Helm dari Tankos Sawit Miliki Daya Benturan Menggigit

Mengutip Palm Oil Indonesia, di tengah pandemi Covid-19, banyak industri yang terkena dampak dari penurunan kegiatan ekonomi seperti terhentinya kegiatan produksi hingga "merumahkan" tenaga kerja. Namun, hingga saat ini dampak tersebut belum dirasakan oleh industri sawit khususnya di level perkebunan.

Bahkan, peran industri sawit sebagai lokomotif ekonomi Indonesia tetap eksis di tengah ancaman wabah Covid-19. Operasional industri sawit baik pada level hulu hingga hilir masih tetap berjalan normal baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.

Kebun sawit sebagai ujung tombak industri sawit cukup diuntungkan karena letaknya yang berada di pelosok daerah yang jauh dari pusat kota. Selain itu, pola kerja di kebun sawit yang sudah berjarak berbeda dengan pola kerja di pabrik-pabrik, artinya, telah menerapkan imbauan pemerintah untuk melakukan physical distancing. Meskipun relatif aman dari virus corona, operasional kebun sawit baik pada petani maupun perusahaan perkebunan tetap mematuhi anjuran pemerintah seperti meminimalisasi kontak fisik, menjaga jarak, dan menjaga higenitas diri dengan mencuci tangan.

Harga TBS petani sawit rakyat di awal Ramadan ini berkisar Rp1.250–1.700/kg. Harga saat ini lebih baik dibandingkan harga TBS pada awal Ramadan tahun 2019 lalu yang sekitar Rp800–1.350/kg sehingga menjadi insentif bagi petani sawit untuk tetap mengoperasikan kebun sawitnya dan memanen TBS.

Sementara itu, hingga saat ini perusahaan perkebunan sawit belum ada yang tutup atau melakukan PHK terhadap karyawannya. Pengurus Apkasindo juga melaporkan ada tambahan tenaga kerja di perkebunan sawit yang berasal dari masyarakat yang sebelumnya bekerja di industri nonsawit yang dirumahkan.

Pada tingkat PKS, pemerintah daerah juga telah memberikan dukungan terhadap industri sawit. Salah satunya Bupati Rokan Hulu Riau yang menerbitkan Surat Edaran untuk memastikan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di daerahnya tetap beroperasi untuk menerima TBS dari petani rakyat di tengah kondisi pandemi Covid-19 dengan Protap Kesehatan. Hal ini bertujuan agar roda perekonomian rakyat terus berputar dan tidak terkena dampak akibat wabah corona. Tetap beroperasinya PKS juga menjadi sinyal bagi petani sawit untuk terus berkebun dan memanen TBS.

Sementara, di level industri hilir terjadi peningkatan permintaan minyak sawit untuk memenuhi kebutuhan baik pangan maupun nonpangan. Peningkatan permintaan bahan baku minyak sawit oleh industri pangan digunakan untuk memproduksi lebih banyak produk pangan berbasis sawit seperti minyak goreng, margarin, biskuit, cokelat, dan lain-lain. Peningakatan produksi pangan berbasis sawit tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia yang sedang menjalankan puasa Ramadan dan Idulfitri.

Peningkatan permintaan minyak sawit juga berasal dari industri surfaktan. Kebutuhan surfaktan (sabun dan hand sanitizer) yang tinggi sebagai upaya untuk mencegah penularan Covid-19 juga berdampak pada peningkatan permintaan glycerin berbasis minyak sawit. Selain itu, kinerja hilirisasi sawit yang masih tetap optimal di tengah pandemi Covid-19 merupakan implikasi dari implementasi kebijakan B30. Pengembangangan biodiesel sawit dengan kebijakan B30 mampu menyerap 10 juta ton minyak sawit sebagai bahan baku.

Besarnya peran industri minyak sawit sebagai lokomotif ekonomi di tengah pandemi Covid-19 menunjukkan bahwa "imunitas" industri ini cukup kuat. Operasional industri sawit diharapkan mampu menguatkan perekonomian desa dan daerah, memenuhi kebutuhan domestik, dan mengamankan neraca perdagangan Indonesia di tengah situasi ekonomi dunia yang melemah akibat outbreak Covid-19.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: