Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kilang Minyak Tak Terbangun 5 Tahun, CERI: Ahok Tak Tahu...

Kilang Minyak Tak Terbangun 5 Tahun, CERI: Ahok Tak Tahu... Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, merespons pengakuan Ahok bahwa presiden Jokowi sudah teriak-teriak 5 tahun, kilang minyak tak terbangun juga. Hal itu dikatakan Ahok sebagai salah satu narasumber pada acara "Bertemu Indonesia" hari Minggu (16/8/2020) yang digagas oleh Narasi TV dan dipandu oleh Najwa Shihab.

"Untung Jokowi terpilih lagi sehingga kita bisa gas lagi," ujar Ahok dalam Narasi TV, Minggu, (16/8/2020). Usman menilai bahwa Ahok tidak memahami siapa sosok yang membuat pembangunan kilang terhambat.

Baca Juga: Kinerja Pertamina Melorot, Pigai: Tanda-Tanda Ahok Jadi Menteri!

Usman menjelaskan, jikalau melihat fakta yang ditemukan, setelah Saudi Aramco mundur dari proyek kilang Cilacap, Rosneft juga mundur dari kilang Tuban, dan terakhir OOG mundur dari kilang Bontang, di luar dugaan ternyata masih banyak investor yang serius mau membangun kilang dengan mengajak Pertamina sebagai offtaker-nya atau Shell juga bisa sendiri.

Kejutan dan kabar baik muncul ketika konsorsium PT Dex Indonesia pada 13 Agustus 2020 telah menandatangani MoU dgn CEO PT Kilang Pertamina Indonesia Ignatius Telulembang di kantor Staff Kepresidenan yang disaksikan langsung oleh Moeldoko. Usman mengutarakan, tegas dikatakan pemerintah mendukung pembangunan kilang minyak di kawasan ekonomi khusus Tj Api Api, Sumatera selatan.

Di ruang publik selama ini, banyak pejabat migas menyatakan pembangunan kilang minyak itu tak menarik dari sisi ekonominya. Hal itu karena padat modal bisa mencapai US$15 miliar untuk membangun kilang, margin sangat tipis, IRR sangat rendah di bawah 8, sehingga tak menarik bagi investor investor. Apalagi katanya, Pertamina tak punya uang sendiri untuk membangunnya.

Selain itu, ternyata ada juga investor lain yang tak kalah seriusnya ingin berinvestasi di kilang minyak dan petrokimia Cilacap dan GRR/Grass Root Refinery Bontang dengan konsep BOOT (Build Own Operate and Transfer), yaitu konsorsium Sanur Hasta Energy Pte, Ltd dengan Kohlberg Krevis Roberts (KKG) dan Shell Global Solution.

Usman menjelaskan, kalau melihat kapasitas KKR dan Shell Global Solution yang punya nama tingkat dunia dan sudah membuktikan telah berinvestasi di banyak negara, harusnya rencana investasi kilang minyak disikapi dengan serius oleh direksi Pertamina dengan memberikan karpet merah, apalagi di saat pandemi Covid-19 masih merebak.

"Tawaran ini bak mendapat durian runtuh karena kalau rencana investasi ini bisa terealisasi, selain bisa menyerap banyak tenaga kerja, akan menjadi trigger perekonomian nasional, khususnya pada sekitar lokasi kilang dan berpotensi meningkatkan penerimaan negara dan bisa mengurangi impor BBM, serta bisa menekan defisit transaksi berjalan setiap tahunnya," ujar Usman dalam keterangannya, Selasa (18/8/2020).

Usman mengutarakan, keseriusan investor tersebut sepertinya tak mendapat respons yang cepat dari direksi Pertamina bahkan terkesan cuek. Padahal, menurut Peraturan Presiden nomor 146 tahun 2015 dan dipertegas dengan PERPRES nomor 18 tahun 2020 soal pembangunan kilang dan pengembangan kilang, ini bagian dari proyek prioritas strategis nasional RJMP Nasional tahun 2020-2024 dengan anggaran Rp637 triliun.

"Artinya, Pertamina mendapat penugasan, pembangunan kilang bisa juga menggunakan dana APBN atau korporasi," ucap Usman.

Karena tidak ada keseriusan dari pihak direksi Pertamina dalam menindaklajuti rencana serius investasi dari investor, pada tgl 15 dan 22 Juni 2020 pihak konsorsium menyurati kembali direktur utama PT Pertamina atas tidak adanya respons yang serius terhadap rencana investasi tersebut. Surat itu ditembuskan juga ke Menko Marinves dan Komisaris Utama Pertamina (Ahok). Padahal, pihak konsorsium sejak 16 Desember 2019 telah membuat surat keseriusan akan investasi kepada Dirut Pertamina tentang keseriusan mereka membangun kilang di Bontang dan Cilacap.

Usman membeberkan, sikap tidak profesional direksi Pertamina ini menjadi preseden buruk bagi iklim investasi di sektor migas di Tanah Air. Gembar-gembor direksi di media perlunya langkah nyata untuk menjaga ketahanan energi nasional bisa dibaca publik sebagai omong kosong.

"Padahal, pembangunan kilang itu sudah sejak lama sangat dibutuhkan oleh Pertamina karena kapasitas produksi 6 kilang Pertamina hanya bisa maksimal 950.000 barel perhari dari kapasitas terpasang kilang 1.075 juta barel per hari. Sementara, konsumsi BBM nasional dalam kondisi normal sekitar 1,5 juta barel per hari sehingga kekurangannya BBM dipasok dari kilang Singapura sekitar 600.000 barel perhari dan minyak mentah 300.000 barel perhari," ujar Usman.

Dengan begitu, aneh dan bodoh kalau niat investor ini disikapi dengan tidak keseriusan oleh direksi Pertamina karena investor mau bangun kilang dengan investasi murni 100% duit sendiri, tanpa menggunakan sepeser pun uang negara dan uang Pertamina, kecuali sebatas uang konsumsi rapat di kantor Pertamina dan peninjauan lapangan. Bahkan, Pertamina bisa dapat goodwill share 10% dan 30 tahun kemudian Pertamina bisa dapat kilang gratis. Jika ada risiko rugi, semuanya ditanggung investor.

"Terjawab sudah mengapa Pertamina bisa terlempar dari 500 perusahaan dunia versi majalah Fortune, mungkin begitu buruk kinerja direksinya," ujar Usman.

Selain itu, makin nyata negara telah kalah terhadap mafia impor BBM yang memang terbukti selalu menggagalkan upaya pembangunan kilang minyak di Indonesia agar mereka bisa menikmati komisi dari impor BBM.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Mochamad Rizky Fauzan
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: