Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pompeo Bertemu Jokowi, Benarkah Mengincar Natuna?

Pompeo Bertemu Jokowi, Benarkah Mengincar Natuna? Kredit Foto: AP Photo/Mast Irham
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kunjungan Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo ke Indonesia pada Kamis (29/10/20) membawa sejumlah agenda penting terutama di bidang ekonomi dan pertahanan. Tak hanya itu, Pompeo juga memberikan perhatian lebih dalam isu keberagamaan saat menghadiri forum yang digelar Gerakan Pemuda (GP) Ansor di hari yang sama.

Kedatangan Pompeo ke Jakarta tak lama berselang setelah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto melakukan kunjungan kerja ke AS pada 15-19 Oktober lalu. Ini tentu saja menarik dicermati mengingat Prabowo sebelumnya dicekal ke AS karena isu hak asasi manusia (HAM).

Baca Juga: Menlu AS Tiba di Indonesia, Tegas Dukung Kedaulatan Indonesia di Laut Natuna!

Tak heran apabila kehadiran Pompeo di Indonesia ini dikait-kaitkan dengan kian mesranya hubungan bilateral antara Indonesia-AS di tengah naik turunnya tensi geopolitik AS dengan China karena masalah laut China Selatan.

Seperti diketahui, China mengklaim wilayah tersebut dan memantik reaksi negatif dengan sejumlah negara termasuk AS di belakangnya.

Dalam pernyataan bersamanya, Retno Marsudi menyebut AS akan meningkatkan investasi di Tanah Air, termasuk di wilayah Kepulauan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.

Hal itu cukup masuk akal mengingat jauh sebelumnya, di wilayah itu China telah lebih dahulu mengincar beberapa sektor usaha terutama minyak bumi melalui beberapa perusahaan.

Bahkan, perbankan Negeri Panda juga sudah memiliki cabang operasioal di perairan yang berbatasan dengan Laut China Selatan itu.

Saat konferensi pers bersama Menlu Retno Marsudi kemarin, AS menyatakan ingin meningkatkan investasi di Indonesia. Negeri Paman Sam akan mendorong lebih banyak pengusaha Amerika untuk melakukan hubungan ekonomi dengan Indonesia.

Kedua pihak sepakat untuk memperkuat hubungan ekonomi, khususnya untuk memperkuat rantai pasokan global dan mempercepat pemulihan ekonomi.

Bagi Indonesia ini jelas merupakan kesempatan baik karena investasi asing memang sedang ditunggu-tunggu demi mengerek pertumbuhan ekonomi yang kini lesu karena terdampak pandemi. Apalagi pada kuartal III/2020 nilai investasi AS di Indonesia masih di luar lima besar.

Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia terbesar berasal dari Singapura senilai USD2,5 miliar, China (USD1,1 miliar), Jepang (USD0,9 miliar), Hong Kong (USD0,7 miliar), dan Belanda (US0,5 miliar).

AS yang mengklaim diri sebagai negara Adidaya tentu ingin menancapkan pengaruh sebesar-besarnya di negara-negara mitra dagangnya termasuk Indonesia. Mereka tidak ingin kalah dari China yang notabene kini sedang mesra-mesranya berhubungan dengan Indonesia, terutama di bidang perdagangan dan ekonomi.

Lihat saja sejumlah proyek pembangunan infrastruktur yang sedang digarap. Nyaris di setiap sektor ada investor China-nya. Ini pula yang dikhawatirkan Jepang sehingga tak heran jika Perdana Menteri Jepang yang baru Yoshihide Suga pun bergerak cepat bertemu dengan Presiden Jokowi pada 20 Oktober lalu.

Jepang tampaknya tidak ingin ditelikung dua kali seperti saat China tiba-tiba diberi kepercayaan menggarap mega proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, yang studi awalnya digagas Jepang.

Di luar itu, kerja sama AS-Indonesia di sektor pertahanan juga menarik dicermati. Apalagi dalam pernyataan bersama antara Retno Marsudi dengan Pompeo ditegaskan bahwa penguatan kerja sama pertahanan meliputi penguatan kemampuan pertahanan, pelatihan dan kerjasama intelijen serta kerjasama maritim.

Dari kerja sama ini bukan tidak mungkin nantinya akan ada perjanjian jual beli perangkat ketahanan yang dibungkus dalam kerangka perdagangan bilateral.

Peningkatan kerja sama antara Indonesia-AS ini juga disambut baik oleh Presiden Jokowi. Orang nomor satu di Indonesia itu bahkan mengungkapkan bahwa AS dan Indonesia selama ini adalah teman sejati (true friend) karena telah menjalin kemitraan dengan baik.

Namun, kata Jokowi, untuk mewujudkan hal tersebut tidak bisa terjadi begitu saja karena perlu usaha untuk mewujudkannya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: