Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Beda Nasib: Eks HTI Dilarang Ikut Pemilu, Eks FPI Boleh

Beda Nasib: Eks HTI Dilarang Ikut Pemilu, Eks FPI Boleh Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Eks anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam draf RUU Pemilu yang tengah dibahas DPR dilarang berpartisipasi dalam kontestasi Pemilu Presiden, Pemilu Legislatif, dan Pilkada. Namun, pengecualian terjadi untuk mantan anggota Front Pembela Islam (FPI).

Anggota Komisi II DPR, Zulfikar Arse Sadikin, menjelaskan bahwa HTI tidak sesuai konsesus bangsa, yakni Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Dengan begitu, mantan atau anggotanya dilarang untuk mencalonkan diri dalam pemilihan legialatif, kepala daerah, dan presiden yang tertera dalam draf RUU Pemilu.

Baca Juga: Eks HTI Dilarang Jadi Capres hingga Legislatif, Begini Kata DPR

"Pengurus dan anggotanya bertolak belakang dengan empat konsensus dasar bangsa Indonesia. HTI juga sudah dinyatakan pemerintah sebagai organisasi terlarang," ujar Zulfikar saat dikonfirmasi, Rabu (27/1).

Zulfikar menjelaskan, untuk menjadi pejabat publik seperti legislator atau kepala daerah harus memenuhi syarat yang ada. Salah satunya adalah berkomitmen pada Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Sementara, HTI diketahui sebagai organisasi yang dinilai ingin mengganti ideologi Indonesia. Hal tersebut juga berlaku dengan organisasi-organisasi yang bertentangan dengan Pancasila.

"Dengan pandangan dan sikap seperti itu, lalu mereka (mantan anggota HTI) tetap diperbolehkan menjadi pejabat publik? Tentu tidak kan," ujar Zulfikar.

Sementara, Zulfikar melanjutkan, mantan anggota Front Pembela Islam (FPI) tetap diperbolehkan untuk mencalonkan diri dalam pemilihan legialatif, kepala daerah, dan presiden. Pasalnya, FPI tak dilarang oleh pemerintah, melainkan dibekukan lewat surat keputusan bersama (SKB).

"Kalau FPI kan bukan dilarang dan terlarang, tapi diminta dan diperintahkan oleh SKB dibekukan, dibubarkan organisasi," ujar Zulfikar.

Dalam draf RUU Pemilu, aturan mengenai larangan mantan anggota HTI ikut Pilpres, Pileg, dan Pilkada tertuang dalam Buku Ketiga Penyelenggaraan Pemilu, BAB I Peserta Pemilu Bagian Kesatu Persyaratan Pencalonan. Pasal 182 ayat 2 (ii) menyebutkan bahwa calon Presiden, Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, Gubernur, Wakil Gubernur, Anggota DPRD Provinsi, Bupati dan Wakil Bupati/ Wali Kota dan Wakil Wali Kota serta Anggota DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G30S/PKI.

Lalu dalam Pasal 182 ayat 2 (jj) menyebutkan bahwa calon Presiden, Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, Gubernur, Wakil Gubernur, Anggota DPRD Provinsi, Bupati dan Wakil Bupati/ Wali Kota dan Wakil Wali Kota serta Anggota DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan bukan bekas anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Anggota Badan Legislasi DPR dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bukhori Yusuf menolak jika hak mantan anggota ormas HTI mengikuti Pemilu harus dicabut. Bukhori menyatakan, memilih dan dipilih dalam Pemilu merupakan hak dasar warga negara Indonesia.

"Dia terlepas HTI atau bukan HTI hak sebagai warga negara untuk memilih dan dipilih itu absolut tidak bisa diambil paksa oleh siapa pun," kata Bukhori pada Republika, Rabu (27/1).

Bukhori menyampaikan, pembubaran ormas HTI oleh pemerintah sebenarnya tidak dilakukan lewat mekanisme pengadilan sehingga pembubaran HTI dianggapnya kejadian politik murni dalam rezim saat ini bukan konsensus negara. Dengan demikian, menurut Bukhori, HTI tak bisa disebut ormas terlarang setingkat Partai Komunis Indonesia (PKI).

"HTI beda dengan komunis (PKI) yang dibubarkan lewat tap MPR/MPRS. Itu masih berlaku sampai sekarang, tidak bisa diubah karena MPR sekarang beda dengan dulu," ujar Bukhori.

Bukhori mengingatkan pemerintah supaya berlaku adil dengan pemenuhan hak tiap warganya. Ia menyarankan, jika HTI dilarang, wajib menempuh prosedur pengadilan. Kemudian, pemerintah menentukan siapa saja eks HTI yang tak boleh berpolitik lagi.

"Makanya kalau mau larang harus lewat mekanisme pengadilan dan ditentukan person to person-nya yang memang dicabut hak dipilih/memilihnya," ucap Bukhori.

Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Benni Irwan mengatakan, pihaknya belum menyerahkan usulan pemerintah terhadap revisi UU Pemilu. Menurut dia, ketentuan pelarangan mantan anggota HTI mengikuti pemilu yang tercantum dalam Rancangan UU (RUU) Pemilu inisiatif DPR juga masih dibahas.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: