Sementara, Ketua Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Intan Jaya, Benny Mamoto mengatakan, masalah yang terjadi di Papua harus mendapatkan perhatian bersama agar ditemukan solusi atas persoalan yang kerap terjadi di tanah Papua ini.
"Di dalam perkembangan di lapangan ternyata ada rangkaian kasus kekerasan dan penembakan sampai dengan pembakaran yang kami temukan, sehingga sekaligis kami ungkap. Nah saya memberikan apresiasi sangat tinggi kepada bapak Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Andika, karena beliau langsung memberikan respons cepat, pokoknya All Out, saya salut sekali, karena kami beberapa menghadap ke beliau, langsung memberikan arahan dan langsung melangkah dan ada hasil," jelas Benny.
Jenderal Andika, lanjut Benny, memberikan arahan dengan cepat. Ibarat penanganan kasus, arahan yang diberikan itu seperti melakukan penyidikan yang begitu cepat dalam menangani permasalahan yang terjadi di Papua ini.
"Mungkin ini penyidikan yang kilat, karena sangat cepat, yang kami lihat. Jadi secara transparan, sudah dirilis kepada media mengenai hasil pengungkapan kasus itu.
"Ada sudah proses penyidikan dan ada yang dikirim ke Odipur. Jadi memang dari kasus yang kami tangani masih ada kendala," kata dia.
Kendala-kendala yang dihadapi tim dari TGPF ini yaitu seperti izin gali kubur dan auotopsi dari pihak keluarga korban. Padahal, ketika pihaknya datang ke salah satu korban mereka sudah setuju agar kuburan maupun korban bisa di autopsi.
"Tapi setelah kami pulang ke Jakarta ternyata berubah, menyatakan mencabut, dan akhirnya kami kembali ke Jaya Pura bertemu dengan tokoh kemanusiaan, LBH untuk mempertanyakan, siapa yang mempengaruhi sehingga mereka mencabut dan akhirnya kita sepakat untuk menjelaskan kembali agar mereka mengizinkan proses ini menjadi jalan. Karena autopsi menjadi penting agar bisa terungkap," jelas dia.
Kasus yang pertama diungkap TGPF ini, kata dia, berawal dari kasus pembakaran di Tiadipa, karena ada pengakuan dari pelaku, sehingga menjadi pintu masuk, kemudian mengungkap kasus dua orang yang hilang di Koramil Sugapa.
"Nah setelah selesai bertugas, kami membuat rekomendasi kepada Pemerintah, Panglima TNI, Kapolri, Mendagri, termasuk Menkominfo, dan Menteri PUPR. Semua itu didasari dari hasil turun ke lapangan. Kemudian memotret kondisi di sana, sekarang bayangkan saja, kami turun ke sana mobil saja minjem dari pihak swasta, kantor Polres ada di Polsek, anggotanya hanya 7 personil, ini salah satu contoh kondisi rill disana," beber dia.
Hasil dari pemotretan ini, lanjutnya, menjadi rekomendasi seperti Menkominfo, karena jaringan disana agak kesulitan untuk melakukan komunikasi. Kemudian jembatan putus, yang menjadi kendala untuk menuju ke wilayah lain.
"Kemudian satu hal yang menarik, mengenai kondisi masyarakat disana. Kami sangat prihatin, dan tentunya menjadi pertanyaan kami, anggaran cukup besar Rp1 triliun, tapi kondisinya kok demikian, maka salah satu rekomendasi kami adalah pengawasan penggunaan APBD. Ini menjadi penting, apakah tepat sasaran," ungkap dia.
Temuan yang menarik lagi bagi TGPF di Intan Jaya, kata dia, yaitu tidak lepas dari masalah politik. Bagaimana setelah Pilkada, MK menyatakan salah satu pasangan sebagai pemenang, yang kemudian mendapatkan respon pembakaran salah satu kantor bupati, yang menjalar kepada konflik. Dan itu belum selesai secara tuntas.
"Nah ini tentunya juga rekomndasi kami masuk kesana, bagaimana Mendagri bagaimana masalah ini selesai sampai keakarnya dan kami dengar Kapolda juga sudah menangani masalah ini," jelas dia.
Kemudian yang lain mengani pembanguan SDM pendidikan di sana, padahal anggaran cukup besar, tetapi justru kondisi di sana bertolak belakang.
Marinus Yaung, akademisi Universitas Cenderawasih, mengatakan, kekerasan yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua punya latar, mereka mengklaim memiliki alasan untuk melakukan kekerasan kepada warga.
"Demikian pula kalau negara hadir dengan tujuan dan alokasi yang kuat mereka juga bisa meletakan senjata dan memberikan dan diajak untuk bergabung dengan pemerintah untuk membangun Papua bersama-sama. Karena tidak ada orang Papua yang dilahirkan untuk membenci dan melawan orang lain, semua manusia seperti itu," jelas dia.
Dia memastikan bahwa kekerasan yang terjadi di Papua selama ini, karena apakah mereka diajak, atau terancam. Itu yang kemudian membentuk pemikiran terhadap orang lain. Karena itulah ketika negara hadir dengan dengan pendekatan yang tepat, maka KSB ini yang melakukan kekerasan akan bisa diminimalisir dan diselesaikan dengan baik.
"Saya kebetulan beberapa tahun yang lalu bersama tokoh-tokoh, sehingga saya tahu persis. Sebenarnya meraka orang-orang yang bisa diajak untuk berdialog. Menurut saya dalam menanganai KSB ini, tindakan mereka diatur oleh orang diluar negeri, mereka diatur dari tindakan mereka oleh aktor intelektual yang ada diluar mereka," kata dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: