Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gawat! Sebelum Resign, Polisi Myanmar Ceritakan saat Diperintah Bunuh Para Demonstran...

Gawat! Sebelum Resign, Polisi Myanmar Ceritakan saat Diperintah Bunuh Para Demonstran... Kredit Foto: AFP/Getty Image
Warta Ekonomi, Yangon -

Mantan polisi Myanmar yang membelot dari pemerintah militer mengaku, 27 Februari lalu, diperintahkan membubarkan pengunjuk rasa dengan senjata mesin. Tha Peng yang terakhir berpangkat kopral tersebut menolak perintah tersebut.

"Keesokan harinya, seorang perwira kembali meminta saya untuk menembak," kata pria berusia 27 tahun itu seperti dikutip Al Jazeera, Kamis (11/3/2021).

Baca Juga: Miris! Timah Panas Polisi Kembali Telan Korban, 7 Pedemo Myanmar Tewas di Tempat

Tha Peng mengaku ia kembali menolak perintah tersebut dan memilih mengundurkan diri dari kesatuan. Ia mengatakan, pada 1 Maret, ia meninggalkan istri dan kedua anaknya di Khampat dan berjalan selama tiga hari untuk menghindari penangkapan sebelum berhasil menyeberang ke Negara Bagian Mizoram, India.

"Saya tidak punya pilihan lain," kata Tha Peng kepada kantor berita Reuters, Selasa (9/3/2021).

Tha Peng hanya memberikan sebagian namanya untuk menutupi identitasnya. Reuters melihat kartu identitas dan tanda pengenal polisinya. Tha Peng mengatakan, pada 27 Februari lalu, ia dan enam rekannya tidak mengikuti perintah atasan yang tidak mereka sebutkan namanya.

Reuters tidak dapat memverifikasi kisahnya secara independen. Namun, pernyataan Tha Peng serupa dengan kisah seorang mantan polisi Myanmar lainnya yang membelot ke India.

Polisi Mizoram mencatat kisah tersebut dalam sebuah dokumen yang memerinci dengan detail empat orang polisi Myanmar yang menyeberang ke negara bagian itu.

Militer Myanmar tidak menjawab permintaan komentar. Militer mengatakan mereka menahan diri dalam menghadapi apa yang mereka sebut "pengunjuk rasa perusuh" yang menyerang polisi dan merusak stabilitas dan keamanan nasional.

Junta Myanmar mengambil alih kekuasaan sipil pada 1 Februari. Gerakan kudeta yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing juga menahan pemimpin terpilih sekaligus ketua Partai National League for Democracy (NLD), Aung San Suu Kyi. Kudeta ini memicu protes harian di seluruh Myanmar yang terkadang menarik ratusan ribu orang turun ke jalan.

Lebih dari 60 orang tewas dalam unjuk rasa. Assistance Association for Political Prisoners mengatakan, hampir 2.000 orang telah ditahan sejak kudeta.

Dalam tuduhan terbaru, junta militer Myanmar menuduh Suu Kyi menerima uang secara ilegal senilai 600 ribu dolar AS dan sejumlah emas saat berada di pemerintahan. Juru bicara junta militer Brigjen Zaw Min Tun mengatakan, Presiden Win Myint dan beberapa menteri kabinet juga terlibat korupsi. 

Tuduhan terhadap Suu Kyi tersebut adalah yang terkuat sejak militer melakukan kudeta. Sebelumnya, Suu Kyi juga menghadapi empat dakwaan lain. Sementara itu, Amnesty International pada Kamis (11/3/2021) mengatakan, militer Myanmar menggunakan senjata dan taktik perang dalam menghadapi pengunjuk rasa damai. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: