Presdir Pintek Buka-bukaan Peluang Besar Pembiayaan Sektor Pendidikan
Tak bisa dimungkiri layanan jasa keuangan berbasis teknologi atau lebih dikenal financial technology (fintech) semakin menjamur di Indonesia. Seiring perkembangannya, fintech kini menyasar beragam sektor, tak terkecuali sektor pendidikan.
PT Pinduit Teknologi Indonesia (Pintek) merupakan salah satu pemain utama penyedia jasa pembiayaan sektor pendidikan. Pintek, disebut Co-Founder dan Presiden Direktur Pintek, Tommy Yuwono, hadir untuk memberikan pendanaan khusus sektor pendidikan, sektor yang menurutnya masih belum terjamah secara maksimal oleh perusahaan pembiayaan konvensional. Padahal, kebutuhan pembiayaan bagi sektor pendidikan terbilang besar ditambah lagi dengan demografi masyarakat saat ini yang didmoniasi oleh usia muda.
Lantas, bagaimana seluk-beluk Pintek berdiri dan bagaimana strateginya bersaing dengan fintech lain, juga caranya menjaga NPL tetap aman? Berikut petikan wawancara redaksi Warta Ekonomi bersama Co-Founder dan Presiden Direktur Pintek, Tommy Yuwono, belum lama ini.
Baca Juga: Menakar Potensi Fintech Pembiayaan Pendidikan, Pintek: Kuenya Masih Sangat Besar!
Bisa diceritakan sedikit perjalanan membangun Pintek? Apa yang membuat Anda tergerak membangun Pintek, idenya berasal dari mana?
Saya bekerja di suatu perusahaan di mana kami ingin membantu sekolah-sekolah untuk menerima pembayaran secara online. Dari perbincangan dengan sekolah, kami mendapati ternyata kebutuhan mereka tidak hanya pembayaran online tapi kebutuhan besarnya ialah pendanaan.
Saat ini di Indonesia sendiri pendanaan untuk sektor pendidikan belum secara umum tersedia untuk masyarakat. Bisa dilihat dari penyaluran industri bank konvensional saja sangat kecil, nilainya hanya 0,1% dari total penyaluran mereka, sedangkan sektor pendidikan ini adalah sektor yang sangat membutuhkan apalagi dengan adanya pandemi ini, sektor pendidikan salah satu yang terdampak.
Pada waktu itu saya menyadari adanya kebutuhan pendanaan di sektor pendidikan tersebut, kemudian jadi relate dengan pengalaman pribadi saya. Waktu tahun 2010 saya hampir tidak bisa kuliah karena keterbatasan biaya, sedangkan saat itu tidak ada sama sekali opsi pinjaman khusus untuk pendidikan. Hal ini membuat saya yakin bahwa di luar sana banyak orang yang membutuhkan pinjaman pendidikan seperti saya waktu itu. Kami melihat peluangnya besar, kebutuhannya besar, sehingga Pintek ini kami bangun untuk memberikan akses pendanaan di sektor pendidikan.
Karena terbilang masih baru di Indonesia, sebetulnya apa dan bagaimana mekanisme pembiayaan pendidikan itu?
Market dari pendidikan Indonesia sendiri saja, kebutuhannya sangat besar. Pendidikan itu salah satu sektor yang tumbuh terus. Data kami terakhir, pertumbuhan sektor pendidikan bisa sampai 10% per tahun. Di regional Asia Tenggara pun, Indonesia sebagai pemimpinnya dengan pertumbuhan industrinya yang paling cepat di sektor pendidikan. Jadi, peluangnya sangat besar karena market-nya sudah memvalidasi.
Kemudian demografi Indonesia didominasi oleh populasi muda, yang membutuhkan pelatihan-pelatihan penambahan kualifikasi, baik skill formal maupun nonformal, untuk bisa bersaing ke depannya agar mereka bisa produktif. Jadi kebutuhan pendidikan itu pasti akan sangat dibutuhkan.
Selanjutnya dari sektor pendidikan itu sendiri. Biaya pendidikan di Indonesia termasuk mahal dibandingkan pendapatan per kapita. Bahkan di Amerika yang biaya pendidikannya mahal, kalau dibandingkan dengan pendapatan per kapitanya tidak semahal di Indonesia. Dengan adanya kebutuhan yang begitu tinggi, biayanya mahal, kemudian penyaluran dari sektor konvensional untuk pinjaman khusus di pendidikan rendah, sehingga di sini ada sebuah gap.
Itulah peluang yang kami lihat di mana demografi Indonesia yang akan membutuhkan penambahan skill dengan biaya mahal, namun akses pendanaanya sangat rendah. Gap ini kami anggap sebagai peluang pinjaman khusus untuk sektor pendidikan di Indonesia.
Jika dilihat dalam jangka pendek maupun jangka panjang, seperti apa sih potensi pembiayaan pendidikan di Indonesia? Dan akan seperti apa nanti ekosistem serta daya saing ke depannya?
Menurut kami, penyaluran di sektor pendidikan dilihat dari industri pendanaan konvensial hanya 0,1%. Marketnya saja ada US$11,6 miliar. Jadi, marketnya masih sangat besar sekali karena hanya menyentuh kecil sekali. Pendidikan ini kan kebutuhan banyak orang. Semakin banyak (pemain fintech) yang bisa memberikan akses yang lebih baik justru kami semakin terpacu memberikan pelayanan yang lebih baik. Artinya, kuenya masih sangat besar. Kebutuhannya juga sangat besar. Ayo sama-sama memberikan akses ini untuk pendidikan di Indonesia. Saya rasa tidak ada masalah.
Pintek ini sendiri bisa dibilang pionir sebagai fintech pendanaan pendidikan?
Bicara fintech yang menyalurkan khusus untuk pendidikan dalam arti biaya pendidikan, bukan termasuk pembelanjaan siswanya. Saat ini dari segi penyaluran, kami yang paling besar. Pintek bisa dibilang yang memimpin dari sisi penyaluran untuk sektor pendidikan.
Bagaimana strategi mengoptimalkan potensi yang ada di sektor pendidikan Indonesia?
Pertama, harus tahu kebutuhan dasar dari sektor pendidikan itu sendiri. Sektor pendidikan ini tidak bisa dijamah secara masif oleh sektor konvensional karena pertaman, tidak ada jaminan, secara underwriting harus disesuaikan dengan nature dari industri pendidikannya itu sendiri. Kedua dari sisi kolaborasi dengan ekosistem. Kolaborasi dengan ekosistem adalah kami tidak hanya memberikan pendanaan. Kami erat berhubungan dengan ekosistem penyaluran barang-barang pendidikan. Kami berhubungan erat dengan asosiasi-asosiasi pendidikan.
Dengan adanya hubungan seperti itu, kami bisa memberikan pelayanan yang lebih baik. Kami bisa menghubungkan barang-barang pendidikan, bisa mengerti kebutuhan dan isu-isu pendidikan. Terakhir, anggap kebutuhan sesuai zamannya. Kami fokus pada institusi pendidikan itu sendiri dengan memberikan solusi untuk mereka bisa berbenah diri dan menjawab kebutuhan cash flow mereka.
Bagaimana kondisi capaian pendanaan saat ini? Berapa presentasenya?
Sejauh ini kami sudah menyalurkan lebih dari Rp180 miliar. Waktu awal kami berdiri, bisa dibilang sekitar 70% untuk pembiayaan siswa (Pintek Student) dan 30% untuk pembiayaan institusi (Pintek Institusi). Di saat seperti ini kebutuhan institusi tersebut meningkat, sudah mencapai 60% institusi, 40% student.
Semenjak corona, iya institusi mendominasi (pembiayaan). Tapi bukan berarti yang siswa tidak bertumbuh karena mestinya beriringan bertumbuh karena siswa membutuhkan dan sekolah (institusi) pun membutuhkan (pembiayaan). Tapi sekolah bertumbuh cukup signifikan karena nilainya cukup besar dan kemudian mereka sangat urgen untuk mendapatkan kebutuhan ini.
Target pembiayaan untuk tahun 2021 serta bagaimana strategi yang akan dilakukan Pintek untuk mencapai itu? Terutama jika berkaca dari capaian tahun 2020 lalu.
Kami ingin bertumbuh sekitar 4-5 kali lipat lagi, jadi sekitar di angka Rp700 miliar. Strateginya, kami selalu bekerja sama dengan institusi pendidikan, yang nantinya memperkenalkan (Pintek) ke orangtua murid. Mereka lebih percaya. Institusi pendidikan sudah lebih dulu mengecek bahwa kami bukan pinjol-pinjol ilegal yang ditakuti oleh orangtua murid. Kami fokus di pendidikan dengan biaya terjangkau dan proses yang aman. Kemudian, kami juga aktif melakukan sosialisasi-sosialisasi. Itu strategi kami.
Bagaimana Pintek menjaga NPL tetap aman?
Tentunya pada masa pandemi ini, kami memperketat scoring. Pertama, kami memberikan penyaluran tidak dalam bentuk cash, tapi membiayai biaya pendidikan secara langsung. Jadi tidak ada penyalahgunaan dana untuk menghindari NPL. Kedua, kami tidak melakukan over exposure, di mana kami melihat cara pembukuan isu pendidikan, operasional ekosistem pendidikan, dan berintegrasi erat dengan institusi pendidikan sehingga kami bisa melakukan mitigasi-mitigasi risiko. Contoh, kalau kami terkoneksi dengan supplier-supplier pendidikan, kami bisa tahu penyaluran yang kami lakukan tepat sasaran. Hal-hal itulah yang menjadi mitigasi risiko untuk menjaga tingkat NPL yang baik.
Apa saja tantangan yang dihadapi saat membangun Pintek dari awal berdiri tahun 2018 hingga sekarang?
Tantangan pertama adalah mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Tidak dimungkiri banyak pinjol ilegal, kemudian stigma tentang fintech juga masih negatif di masyarakat, apalagi pinjol-pinjol yang menyebarkan data-data. Kami memperkenalkan diri kami bukan yang seperti itu. Ada lho fintech yang khusus pendidikan untuk sesuatu yang produktif.
Kedua, sosialisasi isu pendidikan karena ini sesuatu yang baru. Sebelumnya belum pernah ada yang menghampiri mereka menawarkan kerja sama untuk biaya peminjaman pendidikan. Ketiga, adanya keterbatasan data. Banyak masyarakat yang belum memiliki data-data yang cukup untuk diverifikasi, untuk penilaian scoring. Keterbatasan data ini menjadi tantangan tersendiri. Kami mengatasinya dengan menggunakan teknologi kami untuk membantu melakukan scoring dengan lebih cepat dan efisien.
Apa visi-misi yang Anda siapkan untuk Pintek?
Kami ingin memberikan dampak dari sisi pendidikan untuk kemajuan ekonomi Indonesia karena ekonomi Indonesia tidak akan bisa maju kalau masyarakatnya tidak produktif. Sedangkan, Indonesia diberikan bonus demografi, sumber daya yang melimpah, teknologi yang besar. Tapi, jika masyarakatnya tidak memiliki skill atau pengetahuan, tidak memiliki pendidikan yang baik, ini justru akan jadi beban bagi negara. Jadi, visi Pintek sejak awal ingin memberikan sumbangsih pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan kami melakukan transformasi di sektor pendidikan, salah satunya melalui akses kebutuhan pendanaan pendidikan.
Ke depannya kami juga ingin melalukan transformasi sendiri dengan melakukan digitalisasi industri pendidikan. Jika pendidikannya masih bergerak dengan cara yang lama, pendanaan ini tidak akan bermanfaat. Dengan adanya akses pendanaan ini, kami berharap ekosistem pendidikan bisa berkembang lebih baik, yang pada akhirnya bisa memberikan sumbangsih pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rosmayanti
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: