Kisah Perusahaan Raksasa: Nippon Steel, Bergerak dari Tradisional Menuju Konglomerat Baja Dunia
Masalah bahan material mentah belum terpecahkan. Ide cukup gila dari Jepang untuk memenuhi kebutuhan akan bijih besi dan batu bara kokas adalah dengan mencaplok wilayah Korea dan China yang kaya akan mineral tersebut. Tahun 1910 Jepang secara resmi mencaplok Korea dan memperebutkan posisi di China utara.
Apakah itu cukup? Jawabannya tidak. Pasalnya hingga 1913, produksi di pabrik Yawata hanya mencapai 200.000 ton baja. Itu sudah mencakup 85 persen produksi baja di seluruh Jepang, tapi itu tidak lebih dari 30 persen kebutuhan baja untuk industri besar.
Aktivitas itu terus ditekuni Jepang. Hingga pada 1934, pemerintah Jepang mengambil langkah besar untuk akhirnya mencapai swasembada baja. Imperial Works di Yawata bergabung dengan enam pembuat baja swasta terkemuka--Wanishi, Kamaishi, Fuji, Kyushu, Toyo, dan Mitsubishi membentuk Japan Iron & Steel Company, Ltd., yang sekitar 80 persennya dimiliki oleh pemerintah. Pada saat pembentukannya, kapasitas baja mentah Japan Iron & Steel diperkirakan 2,12 juta ton, sekitar 56 persen dari total Jepang.
Dengan Korea dan Manchuria sekarang memasok lebih dari 50 persen batubara Jepang dan sebagian besar bijih besinya, peningkatan proporsi produksi besi dan baja dipindahkan ke daratan.
Dalam waktu yang sangat singkat, Japan Iron & Steel dan industri lainnya mengejar tingkat konsumsi baja domestik. Tahun 1939, Jepang telah menjadi pembuat baja terkemuka kelima di dunia, dengan produksi mencapai 5,8 juta ton, dan industri tersebut mampu memasok sebagian besar kebutuhan pabrikan Jepang. Namun sekali lagi, industri Jepang cukup kecil menurut standar Amerika Serikat, yang pada tahun itu menghasilkan 28 juta ton.
Nasib sama seperti zaibatsu lain di Jepang tidak bisa lepas dari perusahaan baja. Pada tahun 1950 perusahaan dipecah menjadi empat perusahaan swasta untuk mempromosikan persaingan gaya Amerika dalam bisnis baja. Dari empat perusahaan, yang terbesar sejauh ini adalah Yawata Iron & Steel Co., Ltd., yang sebagian besar terdiri dari pabrik Imperial Works yang lama.
Sebagai tanggapan, industri baja di Jepang memulai Program Modernisasi Pertama pada tahun 1956. Dalam upaya pertama yang terpadu ini sekitar 128 miliar diinvestasikan, pada 625 miliar kedua, dan program ketiga yang dimulai pada tahun 1961 menggunakan lebih dari 1 triliun. Hasil terpenting dari pengeluaran yang sangat besar ini terbagi dalam tiga kategori.
Pertama, dimulai pada awal 1950-an, Jepang memimpin dunia dalam adopsi teknologi tungku oksigen dasar, yang bisa dibilang merupakan inovasi pembuatan baja paling penting di era pascaperang.
Kedua, pada tahun 1957 Yawata Iron & Steel adalah salah satu perusahaan baja pertama yang memasang konverter LD, yang mengkonsumsi besi bekas jauh lebih sedikit selama proses pembuatan baja daripada metode tungku terbuka universal sebelumnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Muhammad Syahrianto
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: