Ebrahim Raisi, Kandidat dari Kelompok Garis Keras yang Digadang Bakal Duduki Kursi Presiden Iran
Pemilihan presiden Iran telah dimulai pada Jumat (18/6/2021). Salah satu dari empat kandidat, yaitu Ebrahim Raisi (60 tahun) dari kelompok garis keras diprediksi berpeluang besar untuk menggantikan posisi Presiden Hassan Rouhani.
Menurut konstitusi, Rouhani dilarang mencalonkan diri karena telah menjabat sebagai presiden selama tiga periode atau 12 tahun. Kemenangan Raisi berpotensi mematikan kultur politik pragmatis seperti yang dilakukan Rouhani.
Baca Juga: Khamenei Sudah Berikan Suaranya dalam Pemilu, Siapa yang Keluar Jadi Juaranya?
Dia menghadapi banyak pekerjaan utama, seperti upaya untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir tahun 2015 dengan kekuatan Barat serta mengatasi tingginya kemiskinan akibat sanksi Amerika Serikat (AS). Para pejabat Iran serta ulama Syiah sadar nasib politik mereka bergantung pada penanganan ekonomi yang terus memburuk.
“Tantangan utama Raisi adalah ekonomi. Ledakan protes tidak akan terhindarkan jika dia gagal menyembuhkan penderitaan ekonomi bangsa,” kata seorang pejabat pemerintah, dilansir South China Morning Post.
Raisi mendapatkan dukungan penting dari Garda Revolusi Iran, yang menentang inisiatif reformis, mengawasi penindasan protes, dan menggunakan kekuatan proksi untuk menegaskan pengaruh Iran di regional.
Raisi mendukung pembicaraan Iran dengan enam kekuatan Barat untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir.
"Hanya pemerintahan yang kuat yang dapat menerapkan kebangkitan pakta (nuklir) tersebut," ujar Raisi.
Para kritikus menuding Raisi telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia selama beberapa dekade. Raisi ditunjuk sebagai kepala kehakiman pada 2019 oleh Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
Beberapa bulan kemudian, Amerika Serikat memberikan sanksi atas pelanggaran hak asasi manusia, termasuk eksekusi tahanan politik pada 1980-an dan penindasan kerusuhan pada 2009.
Menurut kelompok hak asasi manusia, Raisi memiliki peran dalam penindasan terhadap kerusuhan pada 2009. Iran tidak pernah mengakui eksekusi massal tersebut, dan Raisi sendiri tidak pernah secara terbuka menyampaikan pernyataan terkait tuduhan tentang perannya. Media Iran menyebut Raisi sebagai calon pengganti Khamenei yang akan berusia 82 tahun pada bulan depan.
Pesaing utama Raisi adalah seorang teknokrat pragmatis sekaligus mantan gubernur bank sentral Abdolnaser Hemmati. Dalam kampanye presiden, Hemmati mengatakan, kemenangan garis keras akan meningkatkan sanksi internasional terhadap Iran.
Hemmati berusaha menciptakan gelombang populer di hari-hari terakhir kampanye dengan peringatan yang semakin putus asa tentang isolasi internasional Iran dan kudeta yang efektif. Dia mengatakan musuh terbesarnya bukanlah kandidat lain, tetapi sikap apatis dan kekecewaan lebih dari satu dekade setelah aksi protes dalam pemilihan 2009 yang disengketakan.
"Apa yang terjadi pada pemuda kita selama 12 tahun ini yang mengubah nyanyian mereka dari 'Di mana suara saya?' menjadi 'Tidak mungkin saya memilih'?" ujar Hemmati, dilansir the Guardian.
Hemmati perlu mencegah Raisi mengamankan 50 persen suara di putaran pertama dari empat kandidat, untuk mengamankan putaran kedua. Hasilnya pemilihan presiden akan diketahui pada Sabtu (19/6/2021).
Jajak pendapat menunjukkan Hemmati menempati urutan kedua setelah Raisi. Hemmati tidak memiliki pengalaman dalam bidang politik, namun dia dipandang sebagai satu-satunya ancaman serius bagi kemenangan Raisi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: