Indonesia Bersimpati pada Taliban yang Berubah, Lebih Banyak Kerugian dari Kebaikan
Memang, beberapa dari dampak buruk ini sudah dirasakan, dengan kelompok Islamis dan ekstremis di Indonesia sudah menggunakan penilaian optimis tentang Taliban baru sebagai legitimasi untuk metodenya. Kelompok-kelompok ini mengkooptasi retorika ini untuk mendapatkan kembali dukungan publik yang semakin berkurang untuk tujuan Islam.
Misalnya, Muhammad Yusran Hadi, Ketua Majelis Ulama Muda dan Cendekiawan Islam Indonesia (MIUMI) Aceh – salah satu kelompok yang terlibat dalam mengorganisir protes terhadap mantan Gubernur Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama pada tahun 2016 dan 2017 – juga menegaskan bahwa Taliban telah “menjadi lebih baik dari sebelumnya”.
Hadi kemudian mengecam kecurigaan terhadap Taliban sebagai “dosa”. Dia menyatakan bahwa kaum liberal dan sekularis takut orang-orang di Indonesia akan mengikuti jejak Taliban, dan menghidupkan kembali kepemimpinan Islam yang kuat seperti kekhalifahan di masa lalu.
Kalangan main hakim sendiri mati-matian mencari lem baru untuk menyatukan komunitas Muslim konservatif, terutama dengan tidak adanya tokoh “jangkar” Rizieq Shihab, yang baru-baru ini divonis empat tahun penjara karena menyebarkan informasi palsu terkait hasil tes Covid-19. Kemenangan Taliban memiliki potensi untuk memberikan dorongan yang sangat dibutuhkan untuk solidaritas Muslim konservatif dalam jangka pendek.
Dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang sudah siaga tinggi mengenai potensi euforia Taliban untuk memberanikan kelompok radikal dan ekstremis di Indonesia, sulit untuk tidak khawatir tentang apa yang merusak dukungan Taliban oleh tokoh-tokoh arus utama seperti dilakukan oleh presiden, mantan wakil presiden dan petinggi NU.
Tidak ada yang salah dengan upaya dialog. Tetapi mengingat ketidakstabilan situasi di lapangan, dan betapa prematurnya evaluasi konkret apa pun atas pemerintahan Taliban, optimisme saat ini lebih banyak merugikan daripada menguntungkan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto