Menghadirkan lagi konflik KPK dan Polri. Bermula ketika Presiden Jokowi menyerahkan nama calon tunggal Kapolri ke DPR, atas nama Komjen Budi Gunawan (BG). Sehari sebelum fit and proper test di Komisi III DPR, KPK membuat kejutan dengan menetapkan tersangka terhadap Komjen BG.
Riak-riak perseteruan KPK dengan Polri mulai terlihat. Hingga akhirnya Bareskrim Polri saat itu menetapkan tersangka terhadap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) dalam kasus dugaan mengerahkan saksi memberi keterangan palsu di MK. Bahkan BW saat itu ditangkap dan dijemput dari rumahnya pagi-pagi, yang kabarnya saat mengantarkan anaknya sekolah.
Konflik KPK dan Polri terus memanas. Di satu sisi Komjen Budi Gunawan langkahnya sangat mulus di DPR untuk menjadi Kapolri. Sementara Polri juga mengusut kasus pimpinan KPK seperti BW. Desakan agar Presiden Jokowi turun tangan, kembali mencuat. Apa yang dilakukan Presiden Jokowi?
Saat itu Jokowi memanggil Ketua KPK dan Wakapolri, beberapa jam setelah penangkapan terhadap Bambang Widjojanto di kediamannya. Jokowi meminta tidak ada gesekan antara KPK dan Polri.
"Saya meminta kepada institusi Polri dan KPK memastikan bahwa proses hukum yang ada harus objektif dan sesuai dengan aturan Undang-undang," kata Jokowi, yang saat itu menyampaikan instruksinya di Istana Bogor, 23 Januari 2015. Sabtu dinihari, 24 Januari itu Bambang Widjojanto dibebaskan.
Persoalan di KPK terus terjadi terutama akhir periode pertama Presiden Jokowi. Tapi kali ini bukan dengan institusi Polri. Namun penolakan KPK dan unsur mahasiswa serta aktivis antikorupsi, terkait keputusan pemerintah merevisi UU KPK. Aksi demonstrasi tak terbendung, hingga sempat menimbulkan kerusuhan antara demonstran dengan aparat. Revisi jalan terus setelah diajukan oleh pemerintah. KPK menganggap revisi sebagai pelemahan, tapi bagi DPR dan pemerintah tidak. Hingga akhirnya UU KPK hasil revisi disahkan, menjadi UU Nomor 19 tahun 2019.
Gonjang ganjing di KPK ternyata terus berlanjut pasca UU KPK yang baru. Para pegawai harus menjadi ASN, hingga dilakukan tes. Persoalan muncul, setelah hasil tes terutama mengenai wawasan kebangsaan, dinilai janggal. Hingga kemudian ada 75 pegawai yang dinyatakan tidak lulus. Otomatis tidak bisa meneruskan pengabdiannya di KPK.
Hasil itu menjadi polemik, setelah yang tidak lulus justru adalah para penyidik yang dianggap berprestasi. Sebut saja Novel Baswedan, Yudi Purnomo hingga penyidik senior Damanik. Mereka adalah sedikit diantara penyidik yang menangani dan membongkar kasus-kasus korupsi besar.
Menyikapi itu, Presiden Jokowi sempat menyampaikan pernyataan. Yang memberi angin sejuk bagi para penyidik yang dinyatakan tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK). Pada 10 Mei 2021, Presiden Jokowi sempat menyampaikan bahwa TWK jangan dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK tersebut.
Sikap itu keluar setelah Ketua KPK Firli Bahuri mengeluarkan SK Nomor 652 tahun 2021 sebagai landasan membebastugaskan 75 pegawai yang tak lolos TWK. TWK menurut Kepala Negara, harusnya menjadi bagian dalam perbaikan institusi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: