Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Indonesia Darurat Konsumsi Rokok, Tarif Cukai Rokok Harus Naik 20%

Indonesia Darurat Konsumsi Rokok, Tarif Cukai Rokok Harus Naik 20% Kredit Foto: Antara/Aji Styawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur SDM Universitas Indonesia (UI) Abdillah Ahsan meminta pemerintah untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok minimal 20%. Pasalnya Indonesia saat ini mengalami darurat konsumsi rokok.

Menurutnya, tembakau merupakan faktor risiko kematian, kesakitan, dan disabilitas nomor satu untuk laki-laki dan tujuh bagi perempuan. Konsumsi rokok yang berasal dari rumah tangga termiskin merupakan pengeluaran terbesar dibandingkan dengan pengeluaran yang lainnya.

"Kami mendesak tingkatan tarif cukai dan harga rokok minimal 20 persen untuk mengurangi konsumsi rokok, meningkatkan penerimaan negara, dan menyelamatkan perekonomian rakyat kecil yang terjerat rokok,” kata Abdillah dalam Media Briefing bertajuk Polemik Peningkatan Tarif Cukai Rokok dan Tantangannya, Rabu (27/10/2021). Baca Juga: Wacana Kenaikan Cukai Rokok dan Ironi Prevalensi Perokok Usia Dini

Persoalan lain dari tingginya konsumsi rokok, menurutnya, menyebabkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terbebani akibat dari banyaknya penyakit yang berhubungan dengan rokok. Jumlah penyakit berhubungan dengan rokok seperti jantung, stroke, dan kanker yang ditangani BPJS pada 2019 mencapai 17,5 jura kasus.

“Biayanya mencapai Rp 16,3 triliun,” ungkap peneliti senior Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) FEB UI ini.

Hal lain yang membuat tarif cukai harus naik tentu saja prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun yang terus tinggi dan sukar dikendalikan. Prevalensi perokok anak mencapai 9,1 persen dari 8,8 persen pada 2016. Alih-alih ditekan ke angka 5,4 persen pada 2019, prevalensi perokok anak terus melesat jadi .

“Kalau tidak ada upaya yang luar biasa, maka nanti pada 2030 prevalensi perokok anak bisa mencapai 16 persen. Bisakah target pemerintah untuk menekan prevalensi perokok anak menjadi 8,7 persen pada 2024 tercapai?” ujarnya. Baca Juga: Kenaikan Cukai Rokok Dinilai Tak Membuat Penerimaan Negara Turun

Ia menjelaskan, untuk menurunkan prevalensi perokok anak, dibutuhkan kerja sama lintas-sektor, setidaknya dikendalikan agar tidak meningkat. Salah satunya dengan menaikkan tarif cukai rokok. Kenaikan tarif cukai rokok akan mendorong harga rokok semakin tidak terjangkau, sehingga penjualannya menurun.

Selain itu, lanjutnya, kenaikan cukai juga akan menambah Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCT) yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan pekerja rokok dan petani tembakau.

"DBHCT yang meningkat bisa digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan petani tembakau dan buruh pabrik rokok. Saat ini adalah saat yang tepat bagi petani tembakau dan buruh rokok untuk meminta apapun pada pemerintah asalkan cukai rokok naik," tandasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rosmayanti
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: