Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Catatan ICW Soal 2 Tahun Pemberantasan Korupsi di Era Firli Bahuri, KPK: Tentu Ini Menjadi...

Catatan ICW Soal 2 Tahun Pemberantasan Korupsi di Era Firli Bahuri, KPK: Tentu Ini Menjadi... Ketua KPK Firli Bahuri memberikan keterangan terkait pengangkatan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/9/2021). KPK secara resmi melantik 18 pegawainya yang telah lulus diklat bela negara sebagai ASN. | Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay

"Itu pun didominasi oleh jargon tanpa menginisiasi suatu program sistemik yang berdampak signifikan untuk membawa perubahan,” ujar Zaenur.

Kedua, implikasi revisi UU KPK. Kata Zaenur, dampak perubahan regulasi di KPK sudah dapat dirasakan setidaknya dalam dua tahun terakhir ini. Substansi UU 19/2019 pada faktanya memang ditujukan untuk mengendurkan tugas KPK dalam memberantas korupsi.

“Mulai dari merobohkan independensi kelembagaan menjadi bagian dari rumpun eksekutif, menghentikan penyidikan perkara korupsi BLBI dengan kerugian keuangan negara sebesar Rp 4,58 triliun, hingga mengubah status kepegawaian menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN),” jelasnya.

Ketiga, kinerja sektor penindakan yang semakin mengkhawatirkan. Catatan mereka, setidaknya dapat dilihat dari sejumlah hal, seperti mandeknya supervisi terhadap perkara besar seperti kasus korupsi pengurusan fatwa Mahkamah Agung yang melibatkan Djoko S Tjandra, serta Jaksa Pinangki S Malasari.

Kemudian jumlah Operasi Tangkap Tangan atau OTT yang dinilai anjlok sejak dua tahun terakhir, dan minimnya penanganan perkara strategis yang melibatkan penegak hukum.

Baca Juga: Dugaan Korupsi, Eks Jubir Gus Dur Siap Kirim Buku 'Korupsi Ahok' ke KPK

Keempat, kinerja sektor pencegahan yang belum efektif. Penyesuaian pendekatan antikorupsi yang didorong oleh negara dan KPK belum menunjukkan hasil yang signifikan, kata Zaenur.

Kemudian Revisi UU KPK yang diklaim memperkuat sektor pencegahan, di saat bersamaan tak cukup mengakomodasi kebutuhan penguatan program pencegahan itu sendiri.

Terakhir kelima, pengelolaan internal KPK yang buruk. Penerbitan Peraturan Komisi atau Perkom No 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja dinilai tidak memiliki urgensi yang signifikan. Perubahan struktur di tubuh KPK dalam PerKom 7/2020 dinilai dapat memperlambat kinerja organ KPK dan berdampak pada jumlah anggaran yang harus dikeluarkan.

“Saat institusi lain berusaha merampingkan struktur organisasinya, KPK justru berjalan ke arah sebaliknya. Selain itu Perkom 7/2020 bertentangan pula dengan substansi UU KPK,” kata Zaenur.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Bayu Muhardianto

Bagikan Artikel: