Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

'Menjajah' Sawit

'Menjajah' Sawit Kredit Foto: Antara/Rahmad

Di level perusahaan: banyak kebun kelapa sawit perusahaan dituding bermasalah. Bahkan, diklaim berada dalam kawasan hutan. Padahal, kebun sawit itu sudah tumbuh sejak lama.

Maka, pertanyaan yang menggelitik pun muncul, kenapa baru sekarang dipersoalkan? Kalaupun ada HGU yang berlebih, bukankah semestinya sedari awal regulator mengawal proses penempatan, pengukuran, hingga pengukuhan lahan yang akan jadi HGU itu?

Baca Juga: Perkebunan Kelapa Sawit Itu Amanah, Mengapa?

Apes, kelemahan ini justru dibebankan kepada korporasi dan bahkan banyak kawasan hutan yang sudah dilepas, diklaim lagi menjadi kawasan hutan. Alhasil, muncullah sawit dalam kawasan hutan. Kelemahan ini pun dimanfaatkan oleh mereka yang tak suka dengan sawit untuk menghadirkan isu bahwa sawit merusak hutan.

Celakanya, "gorengan" ini malah dimanfaatkan oleh oknum lembaga di pemerintahan memuluskan kampanye mereka yang mengobok-obok sawit agar sawit enyah dari dada bumi pertiwi.

Sepatutnya, pemerintah yang jelas-jelas sudah sangat tertolong oleh sawit --- tertolong oleh pungutan BK, Pungutan Ekspor (PE), dan oleh petani yang selama ini bisa hidup tanpa merepotkan pemerintah --- membalas budi sawit dengan menghamparkan data ilmiah bahwa sesungguhnya dari 190 juta hektare luas daratan Indonesia, kebun kelapa sawit hanya seluas 16,38 juta hektare.

Semua kebun sawit ini masih sangat bisa dibersihkan dari klaim kawasan hutan lantaran sampai sekarang masih ada sekitar 86 juta hektare tutupan hutan di Indonesia. Luasan ini malah menjadi nomor tiga di dunia setelah Amazon dan Lembah Kongo.

Hamparan data ilmiah ini kemudian dipertegas dengan mengatakan bahwa luasan kebun kelapa sawit tidak akan ditambah lagi, tapi dioptimalkan biar produksi per hektarenya bisa empat kali lipat dari Malaysia (saat ini produksi sawit Malaysia 4 kali lipat dari Indonesia).

Soal luasan kawasan hutan tadi, akan segera disesuaikan lantaran Tata Guna Hutan Kesepakatannya (TGHK) dibuat tahun 1980, saat penduduk Indonesia masih berjumlah 150 jutaan. Sementara saat ini---per Juni 2021---jumlah itu membengkak menjadi 272 jutaan. Tidak mungkin manusia menjadi penghuni kawasan hutan!

Akan tapi, apa mau dikata, entah kapan kata-kata semacam itu akan terluahkan sebab: sawit dan hak rakyat atas tanah, memang sedang dijajah!

Penulis: Aziz (Elaeis)

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: